SEVEN : HURT

126 12 3
                                    

Hurt

Kehilangan barang yang bernilai mungkin sakit, namun kehilangan sahabat yang berharga jauh lebih menyakitkan - Adara✍

Author

Semalaman Dara larut dalam pikirannya yang campur aduk. Kata-kata yang tersirat oleh sahabat-sahabatnya masih terngiang-ngiang jelas ditelinga Dara. Membuat gadis itu pusing setengah mati.

'Apa jangan-jangan Alfa suka ya sama Lo?'

'Kayanya Lo harus buka hati deh, Ra.'

'Lagian Lo ngga cape apa bertahan mulu sama Kak Dion?'

Dara ambigu. Pikiran kacau membuat Dara kurang tidur sampai-sampai mata gadis itu begitu sayu.

Setibanya disekolah, Dara langsung diserbu pertanyaan-pertanyaan dahsyat dari ketiga sahabatnya yang sengaja datang cepat untuk menginterogasi Dara habis-habisan. Berhubung semalam Dara diselamatkan oleh bel istirahat yang telah usai sehingga Amy, Sindy dan Mika tidak sempat mendapat jawaban dari Dara.

"Dion siapa sih, Ra?" Amy memulai pembicaraan tanpa ba-bi-bu.

Dara diam membisu.

"Ra, cerita kek, kepo nihh,"

Dara masih diam.

Ketiganya saling menatap.

Satu, dua dan hampir tiga menit Dara masih aja bungkam.

Amy menarik nafas. "Gini ya Ra, kita itu sahabat Lo, sejak kecil! Kalo cuma masalah gini aja Lo nutup-nutupin apa gunanya kita disini? Lo nganggep kita apa sih, Ra?"

"Kalo emang Lo punya masalah seharusnya Lo cerita sama kita-kita dong, Ra. Kalo gini ceritanya, sia-sia Lo punya sahabat!"

"Jangan diem aja dong, Ra!"

Dara menghela nafas panjang. "Kak? Asal Lo tau ya! Gue punya alasan buat nggak terbuka sama kalian. Jujur, Farin jauh lebih bisa jaga rahasia gue biar nggak nyebar kemana-mana, buktinya udah hampir tiga tahun lebih gue suka sama Kak Dion nggak seorang pun tau kecuali Farin. Dan elo Kak, kenapa gue jarang curhatin soal beginian sama Lo itu ada alasannya! Lo masih inget nggak soal gue curhat tentang Kak Genta? Lo masih inget juga nggak kalo elo udah malu-maluin gue didepan cowok yang gue suka itu dulu?! Bisa-bisanya Lo bilang langsung ke dia kalo gue suka sama dia! Lo bisa bayangin nggak posisi gue itu gimana? Mau ditarok mana muka gue kak? Dan gue nggak akan mau hal itu terulang lagi! K'rna itu gue nutupin soal ini, bukan k'rna gue nggak nganggep kalian." Jelas Dara dengan emosi yang sudah mencapai ubun-ubun.

"Oke! Itu alasan Lo ke Ka Amy, trus alasan Lo ke kita apa, Ra? Gue nggak pernah tuh sejarahnya ngomong-ngomong kaya gitu ke cowo yang Lo suka." Mika mengedikkan bahunya.

"Emang dasarnya kita nggak pernah dianggap sama Lo ya, Ra?"

"Ngga tau lagi gue harus ngomong apa sama Lo, Ra." Ujar Sindy seraya pergi meninggalkan mereka diikuti oleh Amy dan Mika.

Tinggallah Dara dalam diam. Tanpa sadar Dara meneteskan air mata penuh makna.

***

Dara masih dalam lamunannya. Berjalan dengan langkah lunglai menelusuri koridor sekolah. Pelajaran hari ini dijalaninya tanpa semangat. Dara sudah mencoba untuk melupakannya sejenak, namun ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan.

"Dara Dara!"

Suara bariton dari arah belakang sontak membuat Dara menoleh.

"Lo adeknya Aldi kan?" Ucap laki-laki tersebut setelah berhasil mensejajarkan posisinya dengan Dara.

Dara mengangguk ragu. "I-iya. Kenapa ya?"

"Oh kenalin gue Saga, temennya Aldi. Emm.. bisa bicara bentar nggak?"

Dara mengernyit. "Bukannya ini juga udah bicara ya?"

Saga terkekeh pelan seraya menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal. "Bukan, bukan gitu, maksud gue bicaranya jangan disini."

"Kalo disini emang kenapa?" Dara memasang raut wajah bingung.

Saga mendengus. "Aldi banget ya Lo, ngga sangsi deh kalo Lo beneran adeknya dia,"

"Bisa langsung ke intinya aja ngga Kak?" Ujar Dara yang sepertinya sudah tidak tahan dengan basa-basi lelaki itu.

"Oh iya-iya sorry. Kalo gitu kita ke kantin aja mau nggak?"

"Disini aja," Dara menghampiri sebuah bangku panjang di ruang koridor sekolah dan duduk disana diikuti oleh Saga yang manggut-manggut pasrah.

"Oke. Jadi gini, Ra, besok ulang tahunnya Aldi kan ya?"

Dara mengangguk. "Iya, trus kenapa ya, Kak?"

"Gue sama temen-temen gue mau buat kejutan gitu dirumah kalian, itung-itung gantinya kemaren pas sweet-seventeen nya dia yang gagal, kita kemaren itu udah nyiapin kejutan tapi k'rna nggak koordinasi dulu sama kamu atau Mama-Papa kamu dan ternyata kalian ngerayain di Bandung ya jadi gagal deh," Jelas Saga.

Dara mengangguk-angguk mengerti. "Ooh gitu ya kak. Bisa kok kak. Tapi kakak tau kan kalo kak Aldi punya kembaran?" Tanya Dara memastikan.

Saga tersenyum. "Iya tau kok."

"Yaudah jadi rencananya gimana kak?"

Saga memberitahukan rencana demi rencana mereka sedetail-detailnya pada Dara sampai gadis itu benar-benar mengerti.

"Oke kalo gitu. Bisa diatur kok kak." Ujar Dara tersenyum.

"Yaudah deh, makasih banget ya udah mau nolongin,"

"Iya sama-sama kak. Justru aku yang berterimakasih sama kakak dan temen-temen kakak k'rna udah peduli sama Kak Aldi."

"Hehe, iya. Gimanapun juga kan Aldi sohib gue banget, orangnya juga seru nggak munafik." Dara tersenyum mendengarnya. "Eh iya, kamu dari tadi lesu banget? Belum makan ya?"

"Oh engga kok kak, aku gapapa." Ucap Dara berusaha bersikap biasa-biasa saja.

"Oh gitu, yaudah deh, kamu pulang bareng siapa?"

"Aku belum mau pulang kak, masih ada urusan,"

"Oh gitu, yaudah kalo gitu gue duluan ya." Saga beranjak dari duduknya.

Dara mengangguk. "Oke kak."

"Eh iya, bisa minta nomor kamu nggak? Emm.. bukan maksud apa-apa kok, biar gampang aja gitu kalo misal ada yang mau dibicarain lagi," Saga menyodorkan ponselnya pada Dara.

"Bisa kok, kak." Dara menerima ponsel tersebut dan segera mengetikkan nomornya disana. "Nih kak," Ujar Dara setelah selesai mengetik nomor ponselnya.

"Oke, thanks. Gue duluan ya,"

Dara tersenyum sambil mengangguk.







Give your VOMENT guys😘

Love youu❤❤❤

Mendung Jangan Pergi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang