THREE : FRUSTRATED

167 18 3
                                    

Frustrated 

Seperti kaca, hatiku yang pecah sulit untuk disatukan kembali. Bilapun bisa mungkin takkan sempurna seperti semula. -Adara✍

❣❣

Author

"Eh, ada Dara nggak?"

"Ada tuh kak di dalem, masuk aja."

"Oh oke thanks ya," Ujar Amy menepuk pelan pundak perempuan itu.

Amy segera mendekati meja Dara. Didapatinya gadis itu tengah menenggelamkan wajahnya dengan kedua tangan yang diletakkan di atas meja.

"Ra!" Amy menepuk pelan pundak gadis itu lantas membuatnya menengadahkan kepala.

"Eh elo, Kak."

Amy membulatkan sedikit matanya. "Lo kenapa? Sakit? Kok mata Lo sembab sih? Abis nangis ya Lo?"

"Ck, satu-satu nanyanya."

Amy menarik nafas. "Iyaiya sorry, ada apa sih? Tumben nggak langsung ke kantin, WA Lo juga nggak aktif, gue kira ngga masuk sekolah,"

"Gapapa, gue lagi males aja."

Amy memicingkan mata memandang perempuan itu. "tunggu tunggu, biar gue tebak. Emm... Lo pasti abis dimarahin kakak-kakak Lo ya?"

Dara menggeleng.

"Belum siap pr terus dimarahin guru?"

Dara menggeleng lagi.

"Lah? Terus kenapa dong? Kalo diputusin pacar mah nggak mungkin, kan Lo ngejomblo hampir 15 tahun," Ujar Amy dengan wajah tak berdosa.

Dara menghela nafas. "Ledek aja terus,"

"Gue bukan ngeledek, Ra. Tapi itu kan fak-ta!"

"Serah Lo deh, kak." Ucap Dara mengedikkan bahunya.

"Eh yaudah Lo mau ikut gue ke kantin nggak?"

"Emm.. kalo gue nitip aja bisa nggak?" Dara memasang wajah melasnya. Memohon pada sahabat yang mageran luar biasa jika dimintai tolong.

Berhubung wajah Dara benar-benar tak karuan dengan mata sembab dan hidung merah, Amy memutuskan untuk meng-iya-kannya atas panggilan hati nurani.

***

Siang berlalu dan digantikan oleh malam dengan awan pekat hitam yang menyembunyikan terang di atas sana.

Hembusan angin menusuk tembus melalui pori-pori tubuh tak membuat Dara jerah. Dengan pandangan kosong mata gadis itu tertuju pada sebuah rumah berjarak beberapa meter dari pagar rumahnya. Kali ini Dara tidak lagi memegang kuas atau apapun itu yang biasanya ia lakukan, hari Dara yang biasanya tak pernah ada celah untuk tidak naik ke rooftop rumah sepertinya bukan untuk hari ini. Ya, gadis itu sama sekali tak berniat, mengingat kejadian sehari yang lalu membuatnya enggan untuk menyentuh lantai di atas rumah.

Tok.. Tok.. Tok..

Dara sedikit tersentak.

"Masuk,"

Cklek!

Seorang perempuan setengah baya menampakkan kepala bersamaan dengan terbukanya pintu kamar Dara.

"Dek? Kok didalem mulu sih? Makan dulu yuk," Tutur wanita itu begitu lembut.

"Iya Mi, bentar lagi aja,"

"Loh? Kok bentar lagi? Ini udah hampir jam 8 loh,"

"Iya Mi,"

Helena menarik nafas. Ia melangkah mendekati puteri satu-satunya itu. Mengelus-elus puncak kepalanya lembut.

"Dek, ada apa sih? Kok kayanya galau banget, hm?" Ujar Helena masih setia mengerakkan tangannya.

Dara tersenyum. "Gapapa, Mi."

Sekali lagi Helena menarik nafas sambil tersenyum. "Yaudah kalo kamu belum mau cerita, tapi satu pesan Mami apapun keadaannya kesehatan harus dijaga jangan sampai kamu menyia-nyiakan anugerah Tuhan, nak."

Dara mengangguk dan memeluk erat Maminya itu.

"Oiya, Ra, besok Mami balik lagi ke Bandung. Papi masih sakit."

Dara perlahan melepaskan pelukan itu dan menatap Helena dengan sorot mata sedikit kecewa. "Mi? Papi kapan pindah kesini sih? Kalo udah disini kan ngga bakal sakit-sakitan gitu."

"Iya sayang, semua kan butuh proses. Papi juga udah minta ke pimpinan buat dipindahin kesini, doain yang terbaik aja ya,"

"Iya, Mi." Dara mendorong tubuhnya kembali ke pelukan Helena.

Firman-Papi Dara setahun terakhir ini dipindahtugaskan ke Bandung mengurus semua proyek kerjanya, membuatnya menjadi jauh dengan isteri dan anak-anaknya. Ini memang hal berat, sampai-sampai ia jatuh sakit karena tidak ada yang bisa diandalkan untuk mengatur jadwal kerja dan istirahat seperti yang biasa isterinya lakukan ketika mereka masih tinggal bersama di Jakarta.

Untuk itu, Helena bolak-balik Jakarta-Bandung dan meninggalkan anak-anaknya selama beberapa hari.











Sorry pendek guys❤❤❤

Hope you like it😊

Thank youu❤❤❤

Mendung Jangan Pergi Where stories live. Discover now