18. Instabilitas Hati

4.3K 379 30
                                    

Jangan lupa vote dan commentnya ya, Happy reading! 😘

*****

"Menjinakkan rasa takut sama dengan memelihara singa di rumah.
Jika kamu tak berhasil, maka singa itu akan membunuh dirimu sendiri."

- Gauri Adoria Zoya -

*****

Hari ini aku merasa seperti terlahir kembali. Zoya yang dulu telah mati, Zoya yang bodoh dan lemah. Kuharap semua teka-teki di kepalaku itu telah terjawab dengan jelas. Walaupun sahabatku telah pergi dan orang yang pernah kucintai sekaligus menghianatiku itu tak mungkin mengingatku lagi, setidaknya kini aku memiliki Mama, Papa, Alan, Defian dan Agam yang benar-benar menyayangiku.

Rasanya beban di kepalaku telah sirna. Beberapa minggu ini aku memang tak bermimpi tentang ingatanku yang menghilang, oleh karena itu kupikir semuanya telah berakhir. Agam bilang kejadian itu sekitar enam tahun yang lalu, itu berarti ketika aku berusia dua puluh tiga. Sudah lama juga ternyata, dan sudah lama aku tak bertemu dia.

Kuraih ponselku di nakas, kebetulan ini hari libur. Aku hanya perlu mempelajari berkas-berkas yang sudah dikirimkan oleh sekertarisku, Sarah, lewat e-mail untuk bahan persentasi besok.

Tak sulit untuk menemukan nomor kontaknya, karena nama kontaknya berada di urutan kedua paling atas di ponselku. Kutunggu hingga panggilanku tersambung.

"Halo, Zoya. Ada apa? Kau mulai merasa rindu padaku?" Aku mendengar Agam terkekeh dari sebrang sana.

Aku mendengkus, "Kayaknya gue salah sambung, maaf ya sebelumnya om-om belang."

Agam tertawa, "Hahaha, ayolah ada apa? Tak biasanya kau menghubungiku lebih dulu. Terakhir kali kau melakukannya, kau mengejutkanku."

"Anterin gue ke tempatnya Moi dong, Gam! Udah lama banget kan gue gak ketemu dia, gue juga gak pernah tahu di mananya. Please...," rayuku.

Hening, tak ada jawaban, membuatku curiga jika bateraiku habis. Kulirik layar ponselku dan panggilanku masih tersambung. "Halo Gam? Anak haji bolot muncul lagi aja nih!" keluhku kesal.

"Hahaha maaf, tapi sepertinya aku tidak bisa. Hari ini aku perlu mendesain ulang jewerly untuk fashion week bulan depan."

Aku mengerutkan kening, dia itu sebenarnya designer apa sih? Sepatu? Desain virtual? Sekarang ... perhiasan? What?!

"Itu masih lama Gam, pleaseee ... ditunda satu hari kan masih bisa, dilanjut lagi besok. Lagipula ini kan hari minggu," bujukku sebisa mungkin.

"Inspirasi tak akan datang untuk kedua kalinya, Zoya. Jadi aku minta maaf kalau tak bisa mengantarmu hari ini. Coba tanyakan adikmu, mungkin dia tahu?"

Aku mengerucutkan bibirku walaupun dia tak mungkin melihatnya. "Oke. Bye!"

"Hey, Zoya-"

'Klik'

Sambungan telepon pun langsung kumatikan secara sepihak. Pria itu semakin menyebalkan ketika aku bersikap baik padanya. Tapi yang membuatku benci adalah, kurasa baik aku masih lupa ingatan maupun sekarang, aku masih tetap menyukainya. Baiklah, Zoya memang labil.

>>>>>

Kulangkahkan kakiku perlahan membawa keranjang bunga kamboja dengan Alan di depanku. Aku baru saja sampai di tempat pemakaman umum di daerah Jakarta. Begitu rindu padanya, satu-satunya sahabat wanita yang kupunya sejak kecil. Sudah hampir enam tahun berlalu dia beristirahat di sini.

All Eyez (#MOG 2) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang