kau tinggalkan aku ku tetap di sini
kau dengan yang lain ku tetap setia
tak usah tanyakan apa aku cuma punya hati

aku cuma punya hati
tapi kamu mungkin tak pakai hati

kamu berbohong aku pun percaya
kamu lukai ku tak peduli
coba kau pikir dimana ada cinta seperti ini

kau tinggalkan aku ku tetap di sini
kau dengan yang lain ku tetap setia
tak usah tanyakan apa aku cuma punya hati

kamu berbohong aku pun percaya
kamu lukai ku tak peduli
coba kau pikir dimana ada cinta seperti ini

kau tinggalkan aku ku tetap di sini
kau dengan yang lain ku tetap setia
tak usah tanyakan apa ooooh
tak usah tanyakan apa aku cuma punya hati...

Author

Dari sekian banyak daftar lagu diponsel, Dara memilih untuk memutar lagu-lagu galau. Kini, gadis itu hanya bisa meratapi nasibnya. Laki-laki itu, laki-laki yang setiap kali membuatnya tersenyum diam-diam, laki-laki yang setiap kali membuat Dara seperti orang sakit jiwa, laki-laki yang membuat Dara punya semangat untuk memantapkan keahlian lukisnya dengan objek seorang Dion, laki-laki yang selalu menjadi kebahagiaan Dara.

Bukan salah Dion melakukan semua ini. Dara yang terlalu pandai menyembunyikan semuanya sampai laki-laki itu sama sekali tak mengetahui perasaan Dara. Dion bukan jahat. Dion tak tahu apa-apa.

Satu kotak tissue dihabiskan gadis itu selama kurang dari setengah jam. Matanya tak bisa menahan air yang terus mengalir deras. Sesekali Dara berteriak meluapkan kesedihannya, tak lupa ia meletakkan bantal baymax diwajahnya agar suara yang keluar tak sampai terdengar oleh makhluk penghuni rumah. Namun sebesar apapun usaha Dara meredam suara 8 oktaf yang ia kumandangkan sepertinya sia-sia, hal itu tampak dari Aldi yang tanpa permisi membuka pintu kamar Dara dengan dahi tertaut. Dara sontak menutup seluruh wajahnya menggunakan bantal.

"Bisa ngga sih ngetok dulu kalo mau masuk?!"

Bukannya minta maaf, Aldi justru semakin menyelonong masuk. Laki-laki itu lantas membelalakkan matanya melihat sampah tissue yang bertebaran dimana-mana. Ditatapnya adik perempuan sematawayangnya itu dengan seksama.

"Lo nangis?!"

"...."

"Dek?"

"Pergi!"

"Ta-"

"Gue bilang pergi!!"

"Lo kenapa sih?!"

"...."

"Udah berapa pohon yang Lo abisin?"

Dara sudah berusaha, tapi sesenggukan itu masih meliputinya. Meyakinkan dugaan Aldi kalau adik perempuannya itu benar-benar tengah menangis.

"Dek, Lo kenapa?" Ujar Aldi menggenggam lembut lengan Dara.

Hati seorang kakak tak ada yang tahu. Senakal-nakalnya Aldi, dia juga pasti khawatir melihat adiknya menangis seperti ini.

"Ra?"

"...."

"Dara?"

"Kaakk.." Dara memeluk erat kakaknya itu,  berharap mendapatkan ketenangan sejenak. Tanpa peduli Dara meluapkan air matanya dipelukan Aldi.

"Ssttt, tenang dulu Dek, Lo kenapa sih? Cerita dong," Tutur Aldi lembut seraya mengusap-usap punggung Dara.

"Kaak,"

"Iya?"

"D-dia j-jahat, kak.." Ujar Dara disela tangisnya.

"Dia siapa, Ra? Bilang sama kakak siapa yang berani-beraninya jahatin kamu,"

Dara benar-benar sulit berbicara. Mau bicara pun serasa tak mungkin baginya. Dara tahu apa yang akan terjadi ketika menceritakan semuanya. Setelah ini mungkin Aldi akan terus-terusan meledek Dara dan menyerangnya habis-habisan dengan kalimat yang menyebalkan.

Setelah beberapa menit berada dalam dekapan hangat kakaknya itu dan merasa sudah cukup tenang, Dara melepaskan pelukan itu.

"Gue mau sendiri, Kak." Ujar Dara seraya menghapus air mata yang masih tersisa dipipi.

"Tapi-"

"Kak,"

Aldi mengangguk. "Oke, Kakak pergi."

Dara tersenyum samar. Pelukan super-hero ketiganya itu memang cukup ampuh menghadirkan ketenangan bagi Dara.

"Kak?"

Aldi menoleh. "Ya?"

"Jangan kasih tau siapa-siapa ya?" Ujar Dara memohon.

Aldi menghela nafas. "Iyaiya, yaudah gih beresin tissue-tissue nya ntar kalo Mami liat bisa berabe."

"Iya kak," Ujar Dara tersenyum kecil.





Give your VOMENT guys😘

Love you ❤❤❤

Mendung Jangan Pergi Where stories live. Discover now