"Hah? Emang tadi Abang lo nonton?" tanya Vivi dengan wajah polosnya sembari menatap Adele.

Raut wajah Adele pun berubah menjadi sebal seketika. "Abang gue di Jogja, oneng," ucap Adele sembari menoyor kepala Vivi untuk kedua kalinya.

"Terus?" tanya Caramel.

"Lo semua gimana sih, tadi kan ada salah most wanted sekolah kita," ucap Adele geram.

Anna, Caramel, Levie, Vivi, dan Nana masih sama-sama melongo. Tidak ada yang paham dengan ucapan Adele. Karena sebal, Adele pun diam tanpa berkomentar apapun.

"Oh, gue paham," sahut Nana tiba-tiba.

"Telat."

"Oh, gue nggak nanya," kata Anna sembari tersenyum. "Maafin ya."

Mereka pun tertawa melihat wajah Adele yang masih saja masam.

"Jangan ngambek, dong" goda Nana sembari mencubit pipi Adele.

"Apa sih." Adele memilih untuk masuk lebih dulu. Meninggalkan teman-temannya yang berada di belakang dengan tertawa.

****

Tujuan Elang datang ke mall ini hanya untuk satu. Membeli sebuah es krim yang sedang diperbincangkan banyak orang. Hanya demi membeli es krim, ia rela pergi seorang diri.

Kebetulan juga, ia tak sengaja bertemu dengan Anna yang tampaknya selesai menonton. Awalnya dia ingin menonton. Namun apalah daya. Dia hanya seorang diri. Tanpa seorang gandengan ataupun teman.

Ketika sedang berputar-putar mengelilingi bagian sepatu, ponsel yang ia letakkan di saku celana bergetar. Elang berusaha acuh dan tetap melanjutkan kegiatan semula. Tak berlangsung lama, ponselnya kembali bergetar. Lagi, Elang mengacuhkannya. Hingga telepon ke sekian kalinya yang membuat Elang terpaksa mengangkat telepon tersebut.

Ia menekan tombol power sebelum menempelkan benda tersebut pada telinganya. "Ha--"

"Lo dimana tai?!" teriak seseorang dari seberang sana. "Di telepon tapi nggak mau angkat!"

"Apaan, sih, lo. Bawa-bawa tai segala!" jawab Elang tak kalah jengkelnya.

"Teman lo," katanya kembali dengan nada naik satu oktaf. Elang yang mendengarkan hanya dapat menaikkan satu alisnya. 

"Teman lo katanya..." Seseorang di seberang sana berhenti bicara cukup lama. "Ah, lo datang ke sini sekarang aja!"

Klik. Telepon dimatikan oleh Bayu. Elang segera berlari menuju tempat parkir. Hanya ada dua pilihan jika mendengar tutur kata Bayu. Antara ada kesempatan atau tidak.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Elang terus dilanda kegelisahan. Mobil yang ia kemudikan saja melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Menerobos semua lampu merah dan membunyikan klakson untuk orang-orang yang menghalangi jalannya.

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk Elang sampai di rumah sakit. Ia segera menekan tombol lift dengan tergesa-gesa. Keringat dingin telah bercucuran di wajahnya. Tangannya pun dingin seperti sedang menggenggam es batu.

Ketika pintu lift terbuka, Elang segera menekan lantai empat. Menutup semua akses orang untuk masuk ke dalam  lift. Supaya cepat sampainya. Tak berselang lama, pintu lift terbuka. Elang segera berlari ke arah dimana Bayu dan Vigo berdiri.

"Gimana sama Alvaro?" tanya Elang dengan napas engap. "Dia udah sadar?"

Elang mengintip dari balik pintu kamar Alvaro. Tidak ada tanda-tanda laki-laki itu bergerak sedikit pun. Posisi dan alat yang masih menempel tidak menampakkan keadaan baik.

About Time ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن