BAB 18 : Bolos

669 92 22
                                    

"Udah sampe," katanya seraya menoel pipi Anna berkali-kali. Sadar akan ada sesuatu yang aneh, Alvaro kembali menoel pipi Anna untuk kemudian terdiam.

Anna pun pura-pura membuka matanya disertai dengan mengolet. Jujur saja, semenjak Alvaro menggumam, Anna tidak bisa tidur dengan nyaman. Hanya bisa memejamkan matanya dengan air mata menetes. Sesakit ini hatinya.

Anna kembali berpura-pura mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ya, mobil Alvaro telah berhenti sejak beberapa menit yang lalu. "Udah sampai?"

Pandangan matanya masih tertuju pada pipi Anna yang sepertinya basah.

Anna segera bersiap-siap meransel tasnya dan menoleh ke arah Alvaro dengan tersenyum. "Maka--" Ucapannya terhenti begitu saja kala menatap Alvaro yang hanya diam saja. Senyum yang terbit seketika berubah. "Ke-kenapa?"

Tangan Alvaro tiba-tiba saja terulur ke arah Anna. Belum sampai ke tujuan, Anna sudah lebih dulu memundurkan badannya hingga menatap pintu. Membuat tangannya menggantung di udara.

"Lo habis nangis?"

Sontak saja Anna membulatkan matanya. Tidak percaya. Namun sebisa mungkin Anna segera menyembunyikan keterkejutan tersebut. Dia berdeham sebentar sebelum menjawab.

"Kata siapa?" tanyanya dengan mengalihkan pandangan ke mana saja. Asal tidak pada mata laki-laki itu.

Alvaro menunjuk ke arah pipinya tanpa berdosa. "Pipi lo basah."

Anna lalu mengusap-usap pipinya dengan terburu-buru. Tidak ada air mata yang tersisa di pipinya. "Pipi gue nggak basah," ujarnya yang masih mengusap pipinya sendiri. Iya, pipinya tidak basah. Hanya saja dingin. Khas sekali orang yang sehabis menangis.

Karena tak ingin ambil pusing, Alvaro segera menyudahi dengan turun terlebih dahulu. Dia berjalan ke samping untuk membukakan pintu. Anna yang masih menyandar pada pintu tidak sadar jika Alvaro membuka pintunya.  Untung saja, Alvaro segera menyangga badan Anna .Kalau tidak, mungkin Anna sudah jatuh ke bawah dan mungkin juga akan berujung masuk rumah sakit.

"Lo nggak papa?" tanya Alvaro yang berada tepat di depan wajahnya. Anna yang melihat hanya bisa mengedipkan mata beberapa kali. Sebelum tersadar dan menarik diri.

"Gu-gue nggak papa," ujarnya gugup. Anna berusaha untuk segera turun dan berjalan cepat.

Dia merutuki dirinya sendiri. Pasti pipinya sudah seperti tomat matang. Anna terus berjalan dengan menundukkan kepala hingga sampailah di pintu utama. Ia kira, Alvaro tidak akan mengekor di belakangnya. Ia kira Alvaro akan tetap berdiri di sisi mobilnya. Ternyata tidak. Ketika Anna membalikkan badan, Alvaro berada tepat di belakangnya. Lagi Anna terhenyak begitu saja dan memilih untuk mundur beberapa langkah. Alvaro yang melihat tingkah aneh Anna hanya bisa mengerutkan dahi. 

"Kenapa, sih?" tanyanya bingung. "Ada setan di belakang gue?" Alvaro menoleh ke belakang dengan wajah dingin tetapi polos.

Anna yang awalnya gugup menjadi hilang. Tergantikan oleh kekehan pelan akibat wajah polos Alvaro. "Wajah lo biasa aja dong."

Alvaro yang melihat Anna hanya bisa menahan kesal. "Nggak usah ketawa."

Anehnya, kalimat tersebut mampu membuat Anna diam seketika.

"Gue mau pulang," katanya seraya memasukkan kedua tangan di saku celana. "Nggak usah nangis lagi. Gue nggak papa." Alvaro maju beberapa langkah untuk mendekat ke arah Anna. Mengacak-acak rambutnya lembut sebelum membalikkan badan. Berjalan menuju ke arah mobilnya berada. 

Anna yang masih terkejut hanya bisa diam. Dia lupa mengucapkan terima kasih kepada seniornya. Dia sedikit sadar bahwa ada yang sedang tidak beres dengan dirinya.

About Time ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora