Part 22 [Sesak]

Mulai dari awal
                                    

Jam istirahat berbunyi dan Mira hendak keluar kelas untuk mengganjal perutnya dengan berbagai makanan, padahal tadi ia sudah sarapan, apa mungkin melihat mantan dengan sahabat sendiri, membuat lapar ya?

"Kantin bareng yuk?" kata seseorang sambil bersender pada tembok depan kelas Mira dan memandangi wanita itu dengan tatapan teduh. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

Mira hanya menoleh untuk memastikan dan memutuskan untuk terus berjalan. Tak memperdulikan jauh lebih sakit dari pada memperdulikan tetapi tidak di anggap.

Aji masih membuntuti Mira sampai kantin. "Saya di cuekkin ya? Padahal cuman mau ngajak makan bareng?"

Dengan headset di telinganya, Mira duduk di kursi kantin sambil bergeming mengikuti irama lagu. Hanya tinggal menunggu makanan datang. Dan sampai saat ini, Mira masih menjadi bahan bulanan teman sekelasnya.

"Aji! Aduh kamu ngapain sih di sini? Dan? Mira?" kata Zizi sambil menghampiri Aji dan Mira, lalu Mira mendongak dan mendapati sahabatnya yang kini berubah dan tidak seperti dulu lagi.

Mira melepas headset-nya lalu menatap Zizi dengan tatapan rindu dan ingin tau mengapa ini semua terjadi.

"Kenapa Mir? Lo kaget kalau gue sama Aji udah semakin deket? Lagian ya, lo tuh ngga pantes buat dapetin Aji. Lo ngga seimbang sama Aji, lo tuh harusnya ngaca, seberapa rendah diri lo di depan semua orang!" teriak Zizi di depan Mira, dan Aji yang melihatnya hanya mengepalkan tangan rasa dendam.

"Maksud lo apa Zi? Gue ngga ngerti," Jawab Mira sembari menenangkan dirinya sendiri. Mira menatap semua siswa di kantin yang memperhatikan dirinya dengan tatapan mengejek.

Benda putih yang tadi dipasangnya pun sudah menggantung di tangan Mira, ia mencoba memikirkan perkataan Zizi dua kali. Merasa bingung akhirnya Mira bersuara. "Kenapa?"

"Ewh... ngga tau diri banget, udah nyuri, di hukum. Dan sekarang? Rela nikung sahabatnya? Ngaca dong, mana ada orang yang mau temenan sama lo!" ujar seorang cewek kakak kelasnya.

"Nikung? Gue sama Aji ngga ada hubungan apa - apa, dan gue ngga pernah sama sekali ada niatan seburuk itu!" ujarnya sambil beranjak dari duduk dan menahan air matanya agar tidak jatuh ke pipi.

Aji yang melihat aksi tadi langsung menatap Zizi geram dan kesal, bisa bisanya ia berbicara seperti itu kepada Mira? Apa di dunia ini sahabat sudah berbanding terbalik dengan kenyataan yang tidak sebenarnya?

"Untung lo cewek! Dan prinsip gue ngga akan ngelukain fisik cewek!" ketus Aji sambil berlari menyusul Mira.

Zizi tersenyum tipis sambil berteriak. "Dengan cara lo kayak gitu! Sama aja lo ngelukain fisik dan batin cewek!"

Di tempat ini Mira menutup wajahnya dengan tangan, menahan agar air matanya tak terus menetes. Di area taman belakang sekolah ia berdiri dengan bahu yang bergetar hebat. Tak perduli berapa banyak pasang mata yang melihat dirinya, dia tak perduli dan tak mau diperdulikan. Kita hidup, tetapi tidak dengan batin masing masing.

Hosh......hosh......

Aji menatap gadis itu dengan tatapan iba, dan lebih tepatnya ingin membenamkan kepala gadis itu di dada bidangnya. Tetapi ia masih sadar, bahwa dirinya bukan siapa siapa lagi untuk Mira.

"Nam?" kata Aji perlahan agar tidak melukai perasaan gadis itu, sambil berjalan ke arah Mira dan berhenti tepat di sampingnya.

"Jangan dengerin apa kata Zizi, sebenarnya lo kenapa sih? Ceritain semua ke gue, banyak yang belum gue ketahui dari lo" lanjutnya.

Mira membuka tangannya perlahan dari wajahnya, lalu menghadap tepat di hadapan Aji.

"Lo itu ya elo Ji! Lo itu jadi pujaan semua orang, beda kayak guee, hiksss... Kita itu ngga akan pernah bisa bersatu! Lo tetep lo, hikss.... dan gue tetep gue! Jangan pernah usik hidup gue kalau nantinya menyakiti diri lo sendiri, hiksss.... jangan ganggu gue lagi kalau pada akhirnya lo yang sakit, hiksss..."

Entah mengapa hati Aji terasa nyeri dengan perkataan Mira, secara tidak langsung kini Mira ingin meminta untuk tidak lagi diperjuangkan. Dengan sekuat tenaga, Aji tersenyum.

"Oke maaf selama ini gue cuman bisa ngejar dan maksa lo, gue terlalu bodoh untuk menyakiti diri gue sendiri. Maaf, dan sekarang gue ngga bakal ganggu lo lagi. Tapi biar satu hal yang lo ngga boleh larang dari gue, yaitu berhenti mencintai lo, biar rasa ini terus ada dan sampai suatu saat nanti lo tersadar akan sakitnya kehilangan. Gue pergi...." pamitnya pada Mira yang masih mengeluarkan air matanya itu.

Mira menatap Aji sambil menangis sesenggukan, ini cara terbaik untuk melukai hati seseorang dan mengambil keputusan yang tepat demi orang lain.

Mira menatap dirinya di cermin, ia merasa bahwa kini jiwa dan raga Mira bukan seperti dirinya yang dulu. Semuanya berubah, satu persatu hilang. Mira meneteskan air mata, menyesali perbuatan yang ada, tetapi untuk apa menyesal? Jika akhirnya menyenangkan?.

Terkadang hidup memang begini, ada saja yang dikeluhkan tetapi ia tak sadar bahwa akhirnya akan berakhir menyenangkan, tetapi siapa yang bisa memastikan bahwa akan berakhir menyenangkan?. Hidup itu seperti roda yang berputar, kadang kita akan merasakan sakitnya ditindas dan merasakan senangnya diterbangkan. Hidup itu terus berputar menuju ke yang lebih baik untuk sampai pada tujuan sebenanrnya, tak ada lelahnya untuk terus berputar demi sampai tujuan dan puas dengan apa yang diraihnya.

Terkadang cinta memang begini, menimbulkan rasa senang dan meninggalkan rasa lara. Kita semua mengetahui bahwa cinta itu akan berakhir menyakitkan, tetapi siapa yang akan menolak ketika cinta itu datang? Yang pasti hidup dan cinta saling beriringan untuk saling menguatkan, disaat hidup kita paling terbawah tiba, pasti ada saja yang datang dengan rasa cinta. Percayalah bahwa sekarang bukan lagi ilusi, tetapi realita yang harus di hadapi. Tak ada sakitnya untuk bermimpi sebelum kita bangun untuk melakoni.

***

"Apa gue harus mundur dan nyerah?" katanya pada teman laki laki yang sedang menemaninya itu.

Laki laki yang mendengarkannya pun tersenyum. "Apa dengan dia yang minta kita untuk pergi, lantas lo menuruti?"

"Gue ngga minta pertanyaan, tapi minta jawaban" kata Aji sambil mengusap wajahnya dengan kasar.

"Lo ngga selalu bisa mendapatkan jawaban dari orang lain, jika diri lo sendiri punya jawabannya.." ujar Genta pada Aji.

Temannya itu sedang dilanda rasa gulana, bisa tau arti cinta dan lara. Tetapi siapa yang tau bahwa sesosok Aji akan bisa menjadi rapuh disaat seperti ini. Mereka berada di apartemen Aji, berkumpul biasa jika ada selingan waktu kosong. David masih saja enggan untuk memperdulikan Aji, karena rasa cemburunya yang masih terasa nyeri jika ia melihat Zizi dengan Aji menghabiskan waktu bersama.

"Gue sempat cemburu dan marah ketika liat lo sama Zizi, Ji. Tapi gue masih milih sahabat dari pada cewek, dan ini saatnya lo harus milih, Zizi atau Mira. Lebih baik lo nolak dia terang-terangan Ji, dari pada terus memberi harapan palsu" kata David yang mulai me-respons teman temannya.

Aji dibuat semakin bingung. "Lo tau sendiri kan Vid? Kalau gue ngga ada perasaan sedikitpun ke Zizi? Dan udah berapa kali gue bilang kalau Zizi itu emang mempertaruhin persahabatannya demi perasaannya.."

"Dan ya.. gue bakal coba nolak dia supaya dia berhenti berharap sama gue. Tapi lo harus maju!" lalu di balas senyuman oleh David.

Kali ini Hendri bersuara "Lo pasti bisa nemu jawabannya sendiri Ji! Kita tau kalau lo itu bisa nge-bedain mana yang harus dipertaruhkan dan mana yang harus ditinggalkan"

Aji tersenyum dan kini ia tau apa yang harus di lakukan.









***










*TBC

Vote & comment ya.

Life or Love? [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang