Part 17 [Menyesakkan]

Start from the beginning
                                    

Dengan tatapan nanar, Mira tersenyum lesu, inikah arti persahabatan?

"Eh guys, siapa ya yang dituduh nyuri kalung? Hahahaha!!" kata Velen sambil tertawa terbahak-bahak.

"Upsss... Siapa ya? Namira kali ya?" ucap Onni dengan sedikit menekankan nama Mira.

"Kasian banget yahh... Sebentar lagi udah ga jadi idola kelas lagi dong? Dan kena bullyan satu sekolah dong?" kata Zizi yang sekarang mulai berbeda.

Jadi? Selama ini mereka yang berbuat? Mereka yang menuduhku?

Mereka melanjutkan aksinya, dengan lipstik yang dicorengkan ke pipi dan bibir Mira, lalu tepung yang ditumpahkan di rambut Mira, dan juga tomat busuk yang di oleskan ke tangan dan baju Mira. Mira mengerang kesakitan, ingin rasanya ia berteriak dan menangis sejadi jadinya, tetapi tak akan bisa, mulutnya di bekap oleh Velen, dan rambutnya dijambak oleh Onni. Lalu Zizi dan Joy mulai beraksi.

Mira menatap langit pasrah, langitpun juga mendung ikut berkabung, rasanya ia sudah mati rasa, semua tak pantas ia dapatkan. Dengan langkah tak teratur, ia mulai meninggalkan mereka. Mira tak lagi memedulikan sekitar, yang harus dilakukannya saat ini adalah menangis dalam derasnya hujan, agar orang lain tak tau sebagaimana ia menangis dan membagi sakitnya pada hujan dan petir.

"Hiksss......hiksss... Mama, Lia ngga kuat gini terus, Lia harus apa ma?" ucapnya sambil berjalan di derasnya hujan yang terus mengguyur. Tak perduli penampilannya saat ini seperti apa.

Setengah jam kemudian ia sampai dirumah, tak perduli panggilan bibinya dan omanya, ia langsung masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Tak peduli basah atau rasa sakit yang diberikan oleh Joy dan yang lain, ia menyibakkan selimut dan meringkuk hangat didalamnya.

***

"Jadi lo putus sama Mira?" kata David sambil berbaring ke sofa apartemen Aji.

Aji berdehem meng'iya'kan sambil terus terfokus pada play stationnya.

"Lo gitu mulu kalo ngejawab, yang bener napa sih" lontar Hendri yang geram pada Aji.

"Ah goblok, ah kalah kan, shit lo pada, ganggu aja" Aji tak peduli lagi rasa sakit hatinya, biarkan semua mengalir apa adanya.

"Lo tuh yang goblok. Lo bener ngga, putus sama Mira?!" serobot Genta sambil memakan snacknya.

"Bacot ah lo pada"

Klikk....

"Yah anj, kenapa lo matiin sih?" kata Aji mulai geram akan tingkah teman temannya.

Mendapati pelototan serius dari teman temannya, Aji langsung membaringkan tubuhnya di ranjang dekat sofa kamarnya. "Yaya, gue putus sama Namira. Gue ngga nyangka bisa gini, bangke gue ga mau kelihatan galau di depan lo pada"

David menepuk pundak Aji yang sedang berbaring. "Wajar bro galau, namanya juga cinta, tak luput dari rasa gelisah galau merana. Jadi dia putusin lo tanpa alasan gitu?"

Aji mengangguk sambil menutup matanya.

Hendri tersenyum. "Wah Aji galau bro! Mana bisa sebelumya Aji galau? Gara gara Namira nih. Eh tapi btw, kenapa Mira ngga ada alasan ya? Buat putusin ketek angsa ini?"

Aji membuka matanya lalu melemparkan bantal pada Hendri di sofa. "Sialan lo"

Genta menyeringai. "Kudu di selidikin nih, pasti ada yang ngga beres"

"Hm, tanpa lo suruh, sebelumya gue juga udah mantau Namira" ucap Aji.

David menyengir kuda. "Wah, katanya ngga minat, tapi kenapa kecantol? Hahahaha.. Eh tapi - tapi, kayanya gue kecantol sama Zizi deh"

Genta yang mendengar langsung tersedak minumannya. "Eh serius lo dugong? Gimana bisa lo suka sama mak lampir ketek kuda?"

David menjitak Genta. "Enak aja lo, elo tuh yang dugong. Yah dia menarik aja sih, tapi akhir - akhir ini, gue ngga liat Zizi bareng sama Mira deh?"

Aji mengernyitkan dahi. "Serius lo? Yaudah yuk cabut"

"Eh kemana?" kata Hendri.

"Cafe, gue bosen di sini, kayak anak perawan mau dipingit aja"

"Yok cabut"

***

Mira tau ia tak akan pernah bisa membandingi Zizi, Zizi jauh lebih menarik secara fisik dan keadaan. Tetapi bukan itu masalahnya, kini ia harus bertahan demi dirinya sendiri dan orang lain. Berpura pura kuat dan menjadi yang terhebat, munafik dimuka umum adalah perkara yang tidak mudah, bagaimana kita akan tersenyum Indah untuk dunia, dan murung dikamar tertutup selimut dan meringkuk sambil menangis.

Ponsel Mira berdering, menandakan ada panggilan masuk. Setelah membersihkan tubuhnya, ia kembali meringkuk dibawah selimut. Dengan tatapan lemas, ia mengambil ponsel dan melihat nama yang tertera di layar.

Ah ternyata, Gea.

"Ya hallo Gea?"

Gea mulai membuka suara. "Ya hallo kak"

"Kenapa Ge?" tanya Mira sambil terduduk dipinggir kasur.

"Kak Mira, aku minta maaf ya. Gara - gara aku, kakak jadi gini?"

Mira tersenyum, walau ia tau bahwa senyumnya tak akan dilihat oleh Gea. "Selo aja sih Ge, panggilnya 'gue-lo' aja. Eh btw ga apa - apa kok, semua aman terkendali, hehe"

"Aku-kamu aja kak, ngga enak soalnya"

"Iyadeh terserah lo aja. Eh tapi Joy udah ngga ganggu lo kan Ge?"

Gea terlihat senang di seberang sana. "Enggak kok kak, semenjak ada kakak waktu itu, kak Joy udah ngga berani deketin aku lagi. Makasih banyak ya kak, bener deh, aku jadi ngga enak"

"Udahlah ngga apa - apa. Jadi cuman gini doang nih? Cuman mau bilang makasih aja ya?"

"Eh? Iya hehe. Emang kakak mau apa?"

"Ah bercanda doang Ge, yaudah gue tutup ya. Soalnya gue lagi mau ngerjain tugas, kita lanjut kapan kapan ya? See you"

"Oke kak, see you"

Mira tersenyum menatap ponselnya, setidaknya ia sudah menyelamatkan orang lain, walaupun dirinya harus tersiksa.

Bukan bodoh. Tetapi kalian tak tahu kan? Betapa bahagianya melihat seseorang terjaga hidupnya karena kita?











-TBC-

Life or Love? [Completed] Where stories live. Discover now