Jilid 31

3.1K 48 0
                                    

Padahal pedang itu berwarna gelap kotor dan tiada sesuatu tanda aneh, namun bobotnya ternyata tidak kepalang beratnya, panjangnya tiada satu meter, tapi beratnya ada 60-70 kati, beberapa kali lebih berat daripada senjata panjang yang biasa digunakan orang di medan perang, ia pikir mungkin tadi dirinya sendiri belum siap sehingga kurang kencang memegangi pedang itu.
Segera ia taruh kembali pedang pertama dan batu tipis tadi, lalu ia angkat lagi pedang yang berat itu.
Karena sudah bersiap, pedang yang beratnya 60~70 kati itu bukan soal lagi baginya, ia lihat ke dua mata pedang itu puntul semua, malahan ujung pedang berbentuk setengah bundar dan tidak runcing seperti pedang umumnya, ia menjadi heran, sudah begitu berat, ujung dan mata pedang juga puntul segala apa gunanya?
Di atas batu di bawah pedang itupun ada ukiran dua baris huruf yang artinya menjelaskan pedang puntul dan berat itu digunakan Tokko Kiu-pay untuk malang melintang di dunia persilatan pada waktu berusia sekitar 40-an, ia menjadi heran pula cara bagaimana orang menggunakan pedang seberat itu dan tidak tajam pula.
Selang sejenak, ia mengambil lagi pedang ke tiga, Sekali ini dia kecele lagi, Disangkanya pedang itu pasti lebih berat daripada pedang puntul itu maka sebelumnya ia telah kumpulkan tenaga untuk mengangkatnya.
Siapa tahu benda yang diangkatnya ternyata enteng sekali seperti tidak berbobot.
Waktu ia mengamati, kiranya pedang itu terbuat dari kayu, lantaran sudah terlalu tua, gagang dan batang pedangnya sudah lapuk, batu di bawah, pedang itu juga terukir keterangan "Setelah berusia 40 tahun, tidak mementingkan senjata lagi, segala benda dapat kugunakan sebagai pedang, sejak itu latihanku semakin sempurna, mulai mencapai tingkatan tanpa pedang melebihi memakai pedang"
Dengan khidmat Nyo Ko meletakkan kembali pedang kayu itu ke tempat semula, ia sangat gegetun akan ilmu sakti tokoh Tokko Kiu-pay yang sukar dibayangkan, ia pikir di bawah batu hijau yang besar itu bisa jadi terpendam benda2 lain lagi. Maka se-kuatnya ia eoba menggeser batu itu, namun di bawah batu bijau itupun cuma batu gunung saja tanpa sesuatu benda lain, tanpa terasa ia menjadi sangat kecewa.
Mendadak rajawali raksasa itu berbunyi sekali, pedang puntul yang berat itu tiba2 dipatuknya, lalu diangsurkan kepada Nyo Ko, habis itu ia berkaok dua kali lagi.
"O, kakak rajawali apakah kau ingin menjajal kepandaianku?" kata Nyo Ko dengan tertawa, "Baiklah, daripada iseng, bolehlah kita main2 beberapa jurus."
Akan tetapi ia merasa sukar memainkan pedang puntul yang berat itu, ia lemparkan pedang itu dan menjemput pedang tajam yang pertama tadi.
Tak terduga, mendadak rajawali sakti menarik sayapnya, lalu membalik tubuh ke sana tanpa menggubris Nyo Ko lagi, sikapnya seperti mencemoohkan.
Sebagai anak muda yang cerdik pandai, segera Nyo Ko tahu maksud rajawali itu, katanya dengan tetawa: "Apakah kau ingin kugunakan pedang berat itu? Tapi kepandaianku sangat terbatas, apalagi bergebrak di tempat yang berbahaya ini, tentu aku bukan tandinganmu, untuk ini perlu kau mengalah sedikit."
Habis berkata ia terus menukar pedang, ia coba mengerahkan segenap tenaga pada tangan kiri- lalu mulai menyerang, pedang menusuk pelahan ke depan.
Rajawali itu tidak memutar tubuh lagi, mendadak sayapnya membentang ke belakang dan tepat menyampuk pedang, untuk seketika Nyo Ko merasakan arus tenaga yang maha dahsyat mendesaknya melalui batang pedang sehingga napasnya terasa sesak.
Keruan Nyo Ko kaget, cepat ia kumpulkan tenaga untuk melawan "brak", batang pedangnya bergetar seketika pandangannya terasa gelap dan tak sadarkan diri lagi.
Entah sudah berapa lama barulah ia siuman kembali, dirasakannya ada bekas cairan dalam mulutnya yang manis2 sedap, agaknya dalam keadaan tak sadar ia telah makan sesuatu. Waktu ia membuka matanya, kiranya rajawali sakti itu menggigit satu biji buah warna merah sedang dilolohkannya, ia coba mengunyahnya, rasanya persis sisa rasa dalam mulutnya tadi, agaknya sudah beberapa biji buah semacam itu telah dimakannya tanpa sadar.Ketika ia coba mengumpulkan tenaga, rasanya pernapasan sangat lancar dan badan juga segar, cepat ia berbangkit dan coba mengulur tangan dan gerakkan kaki, rasanya malah lebih kuat daripada sebeIumnya.
Diam2 ia heran, pantasnya setelah berkelahi dan dipukul lawan hingga pingsan, walaupun tidak terluka parah sedikitnya juga akan pegal linu sekian lama, apakah barangkali buah merah yang dimakannya ini berkhasiat sebagai obat penyembuh luka serta pemulih tenaga?
Waktu ia jemput lagi pedang puntul itu, rasanya sekarang terlebih ringan daripada tadi, Pada saat itu juga kembali si rajawali sakti berkaok lagi satu kali, sayapnya terus menyabet pula, ia tidak berani menyambutnya, cepat ia mengegos, tapi burung itu terus mendesak maju dan kedua sayapnya menampar sekaligus dengan tenaga dahsyat.
Nyo Ko tahu rajawali itu tidak bermaksud jahat padanya, tapi betapapun baiknya juga tetap binatang, kalau dia takdapat menahan sabetan sayapnya, bukankah jiwanya bisa melayang secara konyol? Karena itu cepat ia mundur lagi dua tindak dan rasanya dia sudah berada di tepi panggung batu itu.
Namun rajawali itu sedikitpun tidak kenal ampun, kepalanya menjulur, paruhnya yang bengkok besar itu malah terus mematuk kepala Nyo Ko.
Karena sudah kepepet, tiada jalan lain terpaksa Nyo Ko angkat pedangnya untuk menangkis. "Prak" batang pedang itu terpatuk dengan tepat, Nyo Ko merasa tangannya tergetar dan pedang se-akan2 terlepas dari cekalan.
Dilihatnya pula burung raja wali itu pentang sayap kanan lagi terus menyabet dari samping.
Keruaa Nyo Ko terkejut, cepat ia melompat ke atas dan melayang lewat di atas kepala rajawali itu, setiba di bagian dalam panggung batu, kuatir burung itu menyusu ikan serangan lagi, segera ia memutar pedangnya ke belakang, "brek", dengan tepat pedang beradu pula dengan paruh rajawali.
Nyo Ko berkeringat dingin karena sempat lolos dari bahaya, cepat ia berseru: "He, Tiau-heng jangan kau anggap aku seperti Tokko-tayhiap!"
Rajawali sakti itu berkaok dua kali dan tidak menyerang pula, sebaliknya Nyo Ko lantas teringat kepada cara menyerang rajawali itu tadi, burung raksasa itu pernah mendampingi Tokko Kiu-pay, besar kemungkinan ketika Tokko Ktu-pay hidup terpencil di pegunungan ini, di waktu latihan rajawali inilah yang dianggap sebagai lawannya.
Kini Tokko Kiu-pay sudah meninggal, ilmu silatnya yang maha sakti itu sudah punah, tapi dari burung ini bisa jadi akan dapat ditemukan bekas2 kesaktian tokoh angkatan lalu itu.
Berpikir demikian, ia menjadi girang dan segera, berseru: "Tiau-heng, awas seranganku ini!" Begitulah ia lantas mendahului menyerang malah ke dada rajawali itu, Sudah tentu burung itu tidak tinggal diam, sayapnya terus balas menyabet.
Sehari penuh Nyo Ko terus berkutak-kutik dengan rajawali sakti itu di atas panggung batu, tenaga rajawali itu sungguh sangat kuat, sekali sayapnya menyabet, seketika berjangkit angin keras laksana tenaga pukulan beberapa tokoh terkemuka sekaligus.
Dalam keadaan demikian segala ilmu pedang yang pernah dipelajari Nyo Ko sama sekali tak dapat dikeluarkan, terpaksa ia hanya bertahan dan menghindar secara gesit, kalau balas menyerang juga menusuk secara begitu2 saja tanpa sesuatu perubahan.
Sampai hari sudah gelap, keduanya lantas pulang ke gua. sepanjang hari Nyo Ko bertempur, mestinya dia merasa lelah, tapi aneh, sedikitpun dia tidak merasakannya, sebaliknya terasa lebih segar daripada biasanya, ia pikir mungkin berkat khasiat buah merah itu.
Esok paginya waktu dia bangun, rajawali sakti itu sudah membawakan pula beberapa biji buah merah, segera Nyo Ko memakannya, habis itu ia duduk semadi mengatur pernapasan, terasa semuanya lancar dan tenaga penuh.
Girang sekali anak muda itu, cepat ia melompat bangun dan membawa pedang berat itu ke panggung batu itu untuk berlatih pula dengan si rajawali.
Kalau kemarin terasa sukar memanjat ke atas panggung itu, sekarang dia membawa pedang seberat berpuluh kati malah dengan enteng saja dapat naik kesitu, tahulah dia seharian kemarin tenaganya telah banyak lebih kuat, maka dalam latihannya dengan rajawali itu sekarang menjadi lebih tangkas.
Begitulah dia terus berlatih beberapa hari ber turut2, pedang yang tadinya terasa berat itu sekarang sudah mirip senjata biasa saja, setiap gerak serangannya dapat dilakukan sesuka hatinya. Dasarnya memang pintar, beberapa bulan yang lalu iapun sudah menciptakan aliran ilmu silatnya sendiri, sekarang tenaganya berlipat ganda, setiap hari dia berlatih dengan rajawali itu dengan menggunakan pedang yang berat, maka semakin dirasakan ilmu pedang yang dipelajarinya dahulu terlalu banyak variasinya, terlalu banyak perubahannya, sekarang dirasakannya setiap jurus serangannya yang tampaknya begitu2 saja tanpa kembangan justeru lebih sukar ditangkis oleh pihak lawan.
Misalnya pedangnya menusuk lurus ke depan, asalkan tenaganya maha kuat, maka daya tekanannya menjadi jauh lebih besar daripada ilmu pedang Coan-cin-pay atau Ko-bong-pay yang banyak variasinya itu. Meski sekarang dia cuma menggunakan tangan kiri saja, tapi setiap hari dia makan buah merah yang dibawa si rajawali, maka tanpa terasa tenaga dalamnya bertambah lipat ganda, hanya beberapa hari saja dia sudah sanggup melawan tenaga sakti si rajawali yang luar biasa dahsyatnya itu.
Setelah ilmu silatnya mencapai tingkatan ini, maka dia seperti berada tinggi di puncak gunung memandang bukit2 kecil di bawahnya, kini dia merasakan ilmu silat yang pernah dipelajarinya dahulu seakan2 sama sekali tiada artinya lagi.
"Pagi hari ini cuaca mendung, air hujan seperti dituang dan langit Nyo Ko coba bertanya si rajawali: "Tiau-heng, hujan sehebat ini, apa kita masih harus berlatih?"
Rajawah itu menggigit ujung bajunya dan diseretnya berjalan ke arah timur laut, sesudah itu terus mendahului melangkah ke sana dengan cepat.
Nyo Ko menjadi heran apakah di arah sana ada sesuatu benda aneh lagi? Dengan membawa pedang berat itu ia lantas mengikutinya di bawah hujan deras.
Beberapa li sudah mereka tempuh, terdengar suara gemuruh yang keras, jelas itu suara gemuruhnya air bah.
Setelah membelok ke suatu selat gunung, suara gemuruh air semakin memekak telinga, Terhhat diantara dua puncak gunung mengalir air terjun laksana naga putih raksasa, air terjun itu menggerujuk masuk ke sebuah sungai kecil di bawahnya, di antara air itu terselip pula tangkai kayu dan batu yang ikut terjun ke sungai dan lenyap terbawa arus dalam waktu sekejap saja.
Sementara itu hujan semakin lebat pakaian Nyo Ko sudah basah kuyup, melihat air bah yang semakin gemuruh itu, diam2 anak muda itu rada jeri.Rajawali itu menarik baju Nyo Ko lagi dan mengajaknya ke tepi sungai kecil itu, melihat gelagatnya, burung itu seperti menyuruhnya turun ke sungai.
"Untuk apa turun ke situ?" ujar Nyo Ko dengan heran. "Air bah begini dahsyat, bisa terhanyut."
Tiba2 rajawali itu berbunyi satu kali dengan menegakkan lehernya, lalu dia terjun ke tengah sungai, kedua kakinya tepat berdiri di atas sepotong batu karang yang berada di tengah sungai, ketika sayap kirinya menyampuk ke depan, kontan sebuah batu besar yang terhanyut air bah dari hulu itu ter-tolak ke atas. Waktu batu itu menerjang tiba lagi terbawa arus, kembali rajawali menyabet dengan sayapnya dan batu itu tertolak balik pula.
Begitulah terjadi beberapa kali, batu itu tetap tidak dapat lewat di samping si rajawali. Ketika untuk sekali lagi batu itu terhanyut tiba, mendadak rajawali itu menghantam sekuatnya dengan sayap, batu itu terus mencelat dan jatuh di tepi sungai. Habis itu si rajawali lantas melompat kembali ke samping Nyo Ko.
Sekarang Nyo Ko dapat menangkap maksud si rajawali, ia tahu mendiang Tokko Kiu pay pasti sering berlatih pedang di tengah air bah ini setiap hari hujan. Akan tetapi ia sendiri tidak mempunyai kemampuan sehebat ini, maka tidak berani mencobanya.
Selagi sangsi, mendadak si rajawali mengebas pantat Nyo Ko dengan sayapnya, karena keduanya berdiri sangat dekat, pula tidak terduga, tanpa ampun tubuh Nyo Ko terus mencelat ke tengah sungai, Karena sudah telanjur, terpaksa Nyo Ko mengincar baik2 dan tancapkan kakinya di atas batu karang tempat berdiri si rajawali tadi, Begitu kedua kakinya tergenang air, segera ia diterjang air bah hingga sempoyongan dan serasa mau terhanyut.
Tiba2 terpikir oleh Nyo Ko: "Tokko-locianpwe itu adalah manusia, akupun manusia, kalau dia sanggup berdiri di sini, mengapa aku tidak?"
Karena dorongan semangat ini, sekuatnya ia melawan terjangan air bah, tapi untuk menggunakan pedang buat menyingkirkan batu yang terbawa arus benar2 ia tidak mampu.
Cukup lama Nyo Ko bertahan di tengah damparan air bah yang kuat hingga tenaganya terasa mulai lemas, segera ia gunakan pedangnya untuk menahan di batu karang itu terus melompat ke tepi sungai.
Belum sempat ia mengaso, tahu2 sayap si rajawali telah menyabet pantatnya lagi. Sekali ini Nyo Ko sudah waspada, maka sabetan itu tidak kena, namun terpaksa ia harus melompat sendiri ke dalam sungai.
Diam2 ia mengakui rajawali itu benar2 merupakan "guru yang keras dan sahabat yang baik", ia pikir kalau dia mau mendesak aku giat berlatih tanpa kendur sedikitpun, masakah aku malah tidak mempunyai hasrat ingin maju dan mengabaikan maksud baiknya?
Segera ia perkuat tenaga kakinya dan berdiri tegak, makin lama semakin disadarinya cara menggunakan tenaganya, meski air bah juga semakin deras hingga batas pinggangnya mulai tergenang, tapi dia malah tambah kuat dan tidak goyah lagi.
Selang tak lama, air bah semakin membanjir dan mulai menggenang sampai di dadanya, lalu naik lagi dekat muIutnya, Bisa2 mati tenggelam kalau berdirinya tidak kukuh, Karena pikiran itu, segera Nyo Ko melompat ke tepi sungai.
Tak terduga si rajawali yang berjaga di tepi sungai sudah bersiap juga, begitu melihat Nyo Ko melompat naik, sebelum kakinya menyentuh tanah, cepat sayapnya menyabet, terpaksa Nyo Ko menahannya dengan pedang dan dengan sendirinya pula ia terdorong lagi ke dalam sungai, "plung", ia kecebur pula ke dalam amukan air bah.
Baru saja kakinya menginjak batu karang di dalam sungai tadi, terasa air sudah menggenangi kepalanya dan airpun masuk mulutnya, Kalau dia menyemburkan air dan mengerahkan tenaga, tentu tenaga kakinya akan berkurang dan bisa terhanyut oleh arus yang deras itu. Cepat ia berdiri sekuatnya dengan menahan napas, selang sejenak, ia menutulkan kedua kakinya dan meloncat ke atas, ia semburkan air yang sudah ditahannya sekian lama itu, kemudian dia turun lagi ke bawah, sekali ini ia dapat berdiri dengan kukuh di dalam air dan membiarkan dirinya diamuk oleh air bah yang dahsyat itu.
Sesudah pikirannya tenang, ia pikir kalau pedang tidak kugunakan mencungkil batu, tentu akan dipandang hina oleh si rajawali, Dasar watak Nyo Ko memang suka unggul, biarpun terhadap seekor burung juga dia tidak mau kehilangan muka, segera ia bersiap, begitu melihat di antara air bah itu ada batang kayu atau batu gunung, segera ia menjungkitnya atau menyampuknya dengan pedang ke bagian hulu.
Di dalam air dengan sendirinya batupun berubah enteng, pedang pantul itupun jauh lebih enteng karena tersanggah oleh tekanan air sehingga Nyo Ko dapat memainkannya dengan leluasa. Begitulah ia terus menyampuk dan menghantam, ia terus berlatih hingga otot lemas, dan tenaga habis, kakipun terasa lunglai, dengan begitulah baru ia melompat ke atas tepi sungai.
Ia kuatir si rajawali akan mendorongnya ke dalam air lagi, padahal dia sudah lemas betuI2, kalau tidak mengaso dulu tentu tidak sanggup menahan damparen air bah yang dahsyat itu. Benar saja, rajawali itu tidak membolehkan dia naik, begitu melihat dia melompat keluar dari air, seketika sayapnya menyabetnya.
"Tiau heng, caramu ini bisa bikin mati aku!" seru Nyo Ko dan terpaksa menceburkan diri ke dalam sungai lagi, ia berdiri lagi sejenak dan sungguh2 terasa tidak tahan, tiada jalan lain kecuali melompat lagi ke atas.
Di lihatnya si rajawali menyabetkan sayapnya lagi, karena kepepet, terpaksa Nyo Ko balas menusuk dengan pedangnya, setelah tiga gebrakan rajawali itu ternyata dapat didesaknya mundur setindak.
"Maaf, Tiau-heng!" seru Nyo Ko sambil menusukkan pedangnya pula. Terdengar suara mendesing ujung pedangnya, ternyata daya serangannya sudah jauh berbeda daripada biasanya, Malahan rajawali itupun tidak berani menangkis lagi, begitu mendekat tusukan Nyo Ko itu, cepat burung itu melompat mundur.
Tahulah Nyo Ko bahwa selama setengah harian berlatih di tengah damparan air bah itu, kini tenaga tangan kirinya sudah tambah kuat, keruan ia kejut2 girang, ia merasa untuk menumbuhkan tenaganya itu seharusnya diperlukan waktu sepuluh atau dua puluh hari, ternyata cuma digembleng setengah hari di dalam air sudah maju sepesat ini, ia pikir buah merah yang dibawakan si rajawali setiap hari itu pasti berkhasiat memupuk tenaga dan mengikatkan otot sehingga tanpa terasa tenaga dalamnya telah tambah sehebat ini.
Begitulah setelah duduk istirahat sejenak di tepi sungai dan terasa tenaga segera pulih, kini tanpa dipaksa si rajawali lagi segera ia melompat ke dalam sungai untuk berlatih pula. Ketika kemudian dia melompat kembali ke atas sungai rajawali itu sudah tidak nampak di situ dan entah ke mana perginya, sementara hujan sudah mulai mereda, ia pikir air bah tak lama lagi pasti juga akan menyurut, kalau datang lagi besok belum tentu tenaga air akan sekuat ini, mumpung sekarang tidak terasa telah, ada baiknya kulatih lebih lama lagi Karena pikiran ini, segera ia melompat pula ke dalam sungai untuk berlatih Iagi.
Waktu untuk keempat kalinya dia melompat kembali ke tepi sungai, dilihatnya di situ tertaruh beberapa buah merah, sungguh ia sangat berterima kasih atas kebaikan rajawali itu. sekaligus ia lantas habiskan buah2 itu, lalu berlatih pedang pula ke tengah sungai.Ia terus berlatih hingga jauh malam, aneh juga bukannya tambah capek, sebaliknya semakin bersemangat dan semakin kuat, namun air bah sudah mulai surut.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now