Jilid 4

3K 45 0
                                    

3. TOKOH JUBAH PUTIH YANG CANTIK

Anak perempuan itu putar badan terus lari kencang pula, tiba-tiba ia menyelinap ke depan dan sembunyi di belakang pohon, Tak lama kemudian Bu Siu-bun sudah menyusul tiba, sesudah dekat, tiba2 kaki kiri anak dara itu diulur keluar menjegal kaki orang.

Bu Siu-bun tidak ber-jaga2, kontan badannya doyong ke depan, cepat ia gunakan cara mengendalikan keseimbangan badan tapi tahu2 kaki kanan anak perempuan itu mendepak sekali lagi pada pantatnya, tanpa ampun Bu Siu-bun jatuh terjungkal hidungnya menerjang sepotong batu runcing, darah segera membasahi pakaiannya.

Melihat darah bercucuran, anak perempuan itu menjadi gugup juga, tiba-tiba didengarnya orang membentak di belakangnya: "Hu-ji, kau nakal lagi dan menganiaya orang ya ?"

Anak perempuan itu tidak berpaling, sahutnya: "Siapa bilang ? Dia jatuh sendiri, perduli amat dengan aku ? jangan kau sembarangan lapor kepada ayah lho!"

Bu Siu-bun meraba hidung, sebetulnya tidak sakit, namun melihat kedua tangan berlepotan darah, hatinya gugup juga. Mendengar anak perempuan itu bicara dengan orang, segera ia angkat kepala, dilihatnya seorang kakek pincang dan bertongkat rambut sudah jarang2 dan jenggot pun sudah ubanan, badannya kurus kerempeng, namun semangatnya masih menyala-nyala.

Terdengar orang tua itu mendengus: "Jangan kau sangka mataku buta tidak bisa melihat, apa yang terjadi dapat kudengar dengan jelas, Kau budak kecil ini sekarang sudah begini nakal, kelak kalau sudah besar pasti lebih nakal lagi ?"

Anak perempuan itu maju menghampiri serta menarik lengan si kakek, katanya memohon dan merengek: "Kongkong, jangan kau katakan kepada ayah ya ? Hidungnya keluar darah, lekas kau mengobatinya !"

Kakek pincang itu maju setapak, sekali raih ia tangkap lengan Bu-siau-bun, lalu memijat beberapa kali di Bun-hiang-hiat di pinggir hidungnva, hanya sekali urut dan usap, darah kontan berhenti mengalir Terasa oleh Bu Siu-bun jari2 tangan orang seperti jepitan besi mencengkeram lengannya, hatinya menjadi takut, ia meronta, tapi sedikitpun tak bergeming.

Pelahan tangannya ditarik lalu diputar, ia lancarkan Siau-kim-na-jiu-hiat yang diajarkan ibunya, telapak tangannya ikut berputar setengah lingkaran, terus melintir dari dalam untuk melepaskan pegangan si kakek, Kakek itu tidak menduga dan ber-jaga2, sungguh tak nyana bocah sekecil ini ternyata membekal ilmu silat selincah itu, karena gerakan ronta membalik itu, pegangannya terlepas, sambil bersuara heran tangannya menyamber pula menangkap tangan orang, Bu Siu-bun kerahkan sepenuh tenaganya berusaha membebaskan diri, namun pegangan orang tak bergeming lagi

"Adik kecil jangan takut," kata kakek itu, "Aku tidak melukai kau, kau she apa?"
"Aku she Bu," jawab Siu-bun.

Kakek itu menengadah seperti mengingat sesuatu, lalu katanya menegas: "She Bu ? Ayahmu murid It-teng Taysu bukan ?"

Bu Siu-bun berjingkrak girang, "Ya, kau kenal Hong-ya kami ? Kau pernah melihatnya tidak ? Aku sendiri tidak pernah melihatnya,"

"Dimana ayah bundamu ? Kenapa seorang diri kau kelayapan di sini ?" kata si kakek sambil lepaskan tangannya.

Bu Siu-bun mewek2 ingin menangis teringat pada kejadian semalam dan terkenang kepada ayah ibunya.

Anak perempuan itu lantas mengolok-olok: "Cis, tidak tahu malu, sudah besar suka menangisi."

Bu Siu-bun tegak kepala dan berkata: "Hm, siapa bilang aku menangis." - lalu ia ceritakan bahwa ibunya sedang menunggu kedatangan musuh di Liok-keh-cheng. Ayah entah pergi kemana membawa kakaknya, lalu dirinya kepergok harimau buas itu. Karena gugup dan pikiran tidak tenang, ceritanya putar balik tak teratur, namun kakek itu dapat memahami sebagian besar ceritanya itu, tanyanya: "Tahukah kau siapa musuh yang di tunggu ayah bundamu ?"
"Seperti bernama Jik-lian-coa apa, pakai Chiu apa lagi," tutur Siu-bun.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now