Jilid 14

3.6K 42 0
                                    

BegituIah seluruh kamar menjadi geger dan kacau-balau, kedua imam ini sibuk mencari uang perak mereka, Sudah tentu mereka tidak bakal menemukannya.

Diam2 Nyo Ko sangat senang dan merasa geli, sementara itu ia dengar Bi Jing-hian sedang ber-teriak2 lagi. "He, pelayan, pelayan ! Apakah hotelmu ini hotel perampok, mengapa tengah malam buta mencuri uang tamu ?"

Karena suara ribut2 ini, pelayan hotel datang menanyakan sambil masih kucek2 matanya yang sepat.

Tak terduga segera Bi Jing-hian pegang baju dada si pelayan dan menuduh hotel ini adalah hotel perampok, kenapa malam2 gasak uang tetamu.

Tentu saja si pelayan tak mau terima tuduhan itu, terdengar dia berteriak penasaran, dengan sendirinya pegawai hotel lainnya dimulai dari tukang api sampai pada kuasa hotel lantas terjaga semua dari tidur mereka dan merubung datang, menyusul pula para tetamu lainpun be-runtun2 ikut terbangun dan be-ramai2 datang menonton keributan itu. Dan diantara mereka terdapat pula si nakal, Nyo Ko.
Begitulah dengan menahan perasaan geli Nyo Ko melihat pelayan hotel itu sedang "main pidato", dasar pelayan ini memang ceriwis pula pandai bicara, maka Bi Jing-hian dan Ki Jing-si berdua telah terdesak oleh debatannya hingga tak sanggup berkata lagi.
Dari malu Bi Jing-hian menjadi gusar, begitu ayun tangannya, kontan ia persen si pelayan dengan sekali tamparan. Keruan pelayan itu menjadi kalap tanpa pikir lagi ia menubruk maju hendak adu jiwa. Namun sebelum dia datang dekat, menyusul kaki Bi Jing-hian sudah melayang, ia tambahi si pelayan dengan sekali tendangan hingga pelayan itu terjungkal.
Melihat imam ini tanpa sebab memukul orang, keruan pegawai2 hotel lainnya sama solider, mereka berteriak dan be-ramai2 merangsang maju hendak mengeroyok.
Sudah tentu beberapa orang yang tak masuk hitungan ini se-kali2 bukan tandingan kedua imam itu, hanya sekejap saja, baik kuasa hotel, tukang api dan Iain2nya telah mendapat hajaran malah.
Senang sekali Nyo Ko menyaksikan peristiwa hasil perbuatannya itu, dengan geli ia kembali ke kamarnya sendiri untuk tidur lagi, ia tidak pusingkan apa yang terjadi lebih lanjut dari lelakon di luar itu.
Besoknya, selagi Nyo Ko sarapan pagi, dilihatnya si pelayan yang ceriwis itu sedang mendatangi dan menyapa padanya, mukanya tampak babak-belur dan hidung bengkak, meski demikian toh pelayan ini masih tiada hentinya mencaci maki tentang kejadian semalam.
"Mana kedua imam bangsat itu ?" dengan tertawa Nyo Ko coba bertanya.
"Hm, memang imam bangsat keparat, sudah pukul orang, masih gegares percuma dan tinggal gratis, habis itu lantas angkat kaki," demikian kata si pelayan dengan marah2. "Hm, hari ini pasti akan kulaporkan ke Tiong-yang-kiong, biasanya imam2 di Cong-lam-san ini semuanya sopan-santun, entah darimana mendadak bisa muncul imam bangsat liar seperti mereka ini."
Nyo Ko tidak ketarik lagi oleh obrolan orang, segera ia bereskan rekening hotel dan menanya jalan yang menuju ke Cay-long-kok atau lembah srigala, kesanalah dia lantas pergi.
Tidak antara lama Nyo Ko sudah menempuh perjalanan sejauh dua puluhan li, Cay-long-kok atau "lembah srigala" itu sudah tidak jauh lagi di depan, cuaca waktu itu agaknya masih pagi, maka keadaan sepi-sepi saja.
"Biarlah aku sembunyi dahulu dan menyaksikan cara bagaimana Kokoh bereskan kawanan pengganas itu, paling baik kalau Kokoh seketika tak bisa mengenali aku," demikian diam2 Nyo Ko berpikir.

Segera pula teringat olehnya tempo hari pernah menyamar sebagai anak gunung dan telah berhasil mengingusi Ang Ling-po, teringat akan ini hati Nyo Ko menjadi geli, ia ambil keputusan hendak meniru cara itu sekali lagi, segera dia mendatangi satu rumah petani, ia longak-longok ke sana ke sini, tiada seorang pun yang dia lihat, di kandang hewan di belakang rumah itu ia lihat ada seekor sapi jantan yang besar yang rupanya sedang mengamuk, binatang ini sedang tunduk kepala dan gunakan tanduknya untuk menyongkel dan menumbuk pagar kayu yang melingkarinya, begitu keras tumbukannya hingga terdengar suara gedubrakan yang tiada henti2nya.

Nampak adanya sapi jantan besar ini, tiba2 Nyo Ko mendapatkan satu pikiran. "He, kenapa aku tidak menyamar sebagai penggembala sapi saja, biar Kokoh melihat diriku juga pasti tak kenal aku lagi." demikian keputusannya.
Begitulah diam2 Nyo Ko lantas melompat masuk ke dalam rumah, ia cari barang lain yang sekiranya cocok baginya, akhirnya dapatlah dia ambil sepasang baju petani yang sudah robek, ia ganti pakai sepatu rumput pula dan poles mukanya dengan lumpur agar kelihatan kotor dan lebih mirip bocah angon, habis ini ia mendekati kandang sapi tadi.
Di dinding kandang dapat dilihatnya pula tergantung sebuah caping dan sebatang suling, kedua ini memang barang yang biasa suka dipakai oleh anak gembala. Keruan Nyo Ko sangat girang, ia pikir penyamarannya sekali ini pasti akan menjadi mirip sangat Karena itu tanpa pikir lagi ia pakai caping yang diketemukannya itu, ia ambil seutas tali rumput pula dan dipakai sebagai ikat pinggang, lalu suling bambu itu ia selipkan di pinggangnya dan kemudian dia membuka pintu kandang sapi.
Sementara itu sapi jantan raksasa itu sedang mengamuk, binatang ini jadi lebih beringas lagi ketika melihat ada orang membuka pintu kandang, tanpa ayal lagi segera ia pentang kaki terus menerjang keluar hendak menyeruduk Nyo Ko.
Namun Nyo Ko sudah siap sedia, dengan telapak tangan kiri ia tahan kepala sapi jantan (atau banteng) itu, di lain saat ia sudah meloncat ke atas punggung binatang itu.
Sapi ini ternyata sangat tinggi dan besar, bulunya panjang dan tanduknya lancip tajam, tampaknya sangat perkasa sekali, maka dengan sekali terjang sekejap saja sudah menyelonong sampai di jalan besar dengan Nyo Ko masih menunggang di atas punggungnya.
Rupanya sapi jantan ini sedang birahi, maka wataknya menjadi beringas luar biasa, tiada hentinya ia me-loncat2 dan ber-jingkrak2 dengan maksud hendak banting Nyo Ko ke bawah. Akan tetapi mana begitu gampang Nyo Ko bisa dibikin terperosot dari tempatnya, bahkan ia menjadi senang oleh kelakuan si binatang.
"Ha, rupanya kau minta digebuk," dengan tertawa Nyo Ko membentak. Habis ini ia angkat telapak tangan dan dengan pinggiran telapak tangan ia hantam pundak sapi itu dengan pelahan.
Kalaupun pukulan ini hanya memakan sedikit tenaga saja, namun bagi sapi itu sudah tak tertahan rasa sakitnya, keempat kakinya seketika lemas dan hampiri mendoprok tekuk lutut, tentu saja binatang ini tak mau menyerah begitu saja, masih melompat dan hendak mengamuk lagi, tak terduga kembali Nyo Ko beri persen sekali potong lagi dengan telapak tangan.
Dan begitulah seterusnya, sesudah merasakan belasan kali gebukan seperti itu, akhirnya sapi jantan itu menjadi kapok dan tak berani ngotot lagi.
Kemudian Nyo Ko mencoba jojoh kiri leher binatang itu dengan jari tangannya, segera sapi itu membelok ke kanan dan bila menjojoh sebelah kanan lantas dia menikung ke kiri, kalau diketok pantatnya, segera ia lari ke depan, dan jika digebuk depan pundaknya, sapi ini lantas mundur ke belakang, nyata binatang yang tadinya liar itu kini sudah menjadi jinak dan dapat dikendalikan menurut keinginannya.
Bukan maki girang Nyo Ko, dengan keras ia tepuk pantat sapi itu, maka larilah binatang itu ke depan seperti kesetanan, begitu cepat larinya hingga boleh dikatakan tidak kalah dengan kuda pacuan yang paling bagus. Maka sebentar saja sesudah menyusuri sebuah rimba lebat, sampailah Nyo Ko di suatu lembah gunung yang sekitarnya dilingkungi oleh bukit2 yang menghijau permai.
Melihat keindahan alam tempat ini, diami Nyo Ko heran kenapa lembah sebagus ini diberi nama "lembah srigala" yang sama sekali tidak tepat dengan keadaannya. Kemudiari iapun giring sapi jantan tadi ke lereng bukit yang terdekat biar makan rumput sendiri Nyo Ko sengaja pura2 tidur dengan merebah di tanah rumput dengan hati ber-debar2 ia menantikan ketika sang surya sudah menggeser sampai di tengah langit, tetapi keadaan masih tenang dan sepi nyenyak, hanya kadang2 terdengar suara menguaknya sapi jantan itu.
Tengah Nyo Ko bertambah gelisah mendadak didengarnya di mulut lembah sana sayup2 berkumandang beberapa kali suara tepukan tangan, menyusul di belakang bukit sebelah selatan pun membalas beberapa kali. Maka tahulah Nyo Ko sudah tiba waktunya, ia tetap rebah di tanah rumput yang miring itu, sebelah kakinya sengaja dia tumpangkan keatas kaki yang lain, capingnya untuk tutupi kaki yang menumpang dan sebagian mukanya, maka yang kelihatan hanya kaki kanan saja yang menjulur lurus.
Selang tak lama, tertampaklah dari mulut lembah sana mendatangi tiga orang Tojin, Dua diantaranya ternyata sudah Nyo Ko kenal di hotel semalam, yakni Ki Jing-si dan Bi Jing-hian, sedang seorang lagi berumur sekira setengah abad, perawakannya pendek buntek, agaknya ialah apa yang mereka sebut sebagai "Thio-susiok" itu.
Melihat "Thio-susiok" yang dimaksudkan orang bukan Thio Ci-keng yang diduga semula, dalam hatinya timbul semacam perasaan aneh, entah rasa kecewa atau rasa syukur karena orang itu lain guru silat tua she Tan.
Habis ketiga imam ini, lalu dari lereng bukit sana muncul lagi dua orang, yang satu berperawakan kekar, agaknya dia inilah Han-cecu, Dan yang lain bersilat tua she Tan.
Meski kelima orang ini sudah datang dekat dan sudah berhadapan pula, namun mereka hanyasaling kiongchiu (merangkap kedua tangan saling memberi hormat), tiada satupun yang buka suara, hanya terus berbaris sejajar dan menghadap ke barat.Ketika selintas Thio-susiok mendongak memandang matahari hingga sinar terang menyorot mukanya, dari samping Nyo Ko dapat melihatnya lebih jelas, ternyata imam tua ini bermuka kuning, sikapnya tenang sekali dan ber-sungguh2, sedikitpun tidak punya perasaan memandang enteng bakal lawannya nanti.
Pada saat itulah, dari mulut lembah sana pula sayup2 terdengar suara menderapnya kaki binatang yang makin mendekat, ketika kemudian sesosok bayangan putih berkelebat maka tertampaklah seekor keledai hitam dengan membawa seorang gadis berbaju putih sedang mendatangi dengan cepat.
"Ah, dia bukan Kokoh !" hati Nyo Ko seketika lemas demi melihat siapa yang mendatangi ini. "Apakah dia ini juga bala bantuan mereka ?" demikian ia pikir dan berharap demikian pula.
Sementara gadis berbaju putih tadi dengan cepat sudah makin mendekat, sesudah berjarak antara 78 tombak dari kelima orang yang duluan tadi, tiba2 ia tahan keledainya, dengan sorot mata yang dingin tetapi tajam ia pandang sekejap pada mereka, dari muka si gadis nyata tertampak sikap yang memandang hina dan seperti hakikat-nya tiada harganya mengajak bicara mereka.
Rupanya Ki Jing-si sudah tak sabar, segera ia berteriak : "Orang she Liok, nyata kau cukup tabah untuk memenuhi janji ini, maka boleh sekalian kau suruh keluar saja semua pembantumu !"
Namun gadis itu tidak menjawab, ia hanya menjengek sekali dengan tertawa dingin, Berbareng itu, "sret", entah darimana datangnya, tahu2 ia telah lolos keluar sebilah golok melengkung yang kecil dan tipis laksana bulan sabit dengan memancarkan sinar putih ke-hijau2an dan menyilaukan mata.
"lni, kami seluruhnya ada lima orang, dan pembantumu ada berapa dan kapan datangnya, kami tak sabar lagi buat tunggu lebih lama," demikian kata Ki Jing-sj pula memandang.
"lnilah pembantuku yang utama !" sahut gadis itu tiba2 sambil mengayun golok tipisnya tadi.
Begitu tipis dan agaknya saking tajamnya hingga begitu golok diputar, seketika udara di atas kepala gadis itu seperti digenangi oleh lingkaran sinar putih dan mengeluarkan suara mendenging yang nyaring tajam.
Karena jawaban tadi, enam orang termasuk Nyo Ko - yang lain semuanya menjadi terperanjat.
Kelima orang di sana terkejut oleh sebab seorang gadis seperti dia ini ternyata begitu besar nyalinya, tanpa mengajak barang seorang pembantupun berani mengadakan pertandingan silat dengan lima jago tinggi. Sedang Nyo Ko sebaliknya terperanjat bercampur kecewa, mula2 dia yakin bahwa Siao-liong-Ii pasti akan diketemukannya di sini, siapa tahu apa yang disebut "si gadis cantik berbaju putih" itu ternyata adalah seorang nona lain.
Saking masgulnya, seketika dada Nyo Ko se-akan2 menjadi sesak, perasaannya yang mudah terguncang itu tak terkendalikan lagi, tiba2 ia meng-gerung2 menangis keras.
Mendengar suara tangisan Nyo Ko yang mendadak ini, keenam orang itupun terkejut, tapi sesudah mereka tahu yang menangis adalah seorang bocah gembala yang mungkin karena ketakutan melihat ada orang hendak berkelahi, maka mereka pun tidak mengambil perhatian kepadanya.
Sementara itu terdengar Ki Jing-si telah buka suara sambil menunjuk Han-cecu: "lni Wi-cin-lam-pak Han-cecu, yang ini adalah Tan-lokunsu, tertua dari Ho-siok-sam-hiong, dan ini adalah Liong-kim-kiam Tio Put-hoan, Tio-totiang !"
Demikian Ki Jing-si memperkenalkan ketiga jagonya kepada gadis itu, ia mengira sesudah orang mendengar nama ketiga kawannya itu, tentu akan menjadi jeri dan mundur teratur. Siapa tahu gadis itu anggap saja seperti tidak mendengar dan tidak menggubris, ia hanya mengerling orang dengan sorot mata yang tajam dingin, ia anggap kelima orang di hadapannya seperti barang2 sepele belaka
"Karena kau hanya datang seorang diri, kami pun tak mau bergebrak dengan kau," terdengar Tio Put-hoan angkat bicara, "Maka kami beri kau tempo sepuluh hari, sepuluh hari kemudian kau boleh ajak empat orang pembantu dan datang lagi bertemu kesini."
"Aku sudah bilang ada pembantuku," sahut gadis itu sambil ayun2 golok-sabitnya lagi. "untuk melayani kalian sebangsa gentong nasi dan guci arak ini masakah perlu pakai bantuan orang ?" . Keruan Tio Put-hoan menjadi gusar.
"Kau anak dara ini sungguh keterlaluan..."
Sebenarnya ia hendak mendamperat orang, syukur sebelum diucapkan ia masih bisa menahan api amarahnya dan menanya pula: "Kau sebenarnya orang Ko-bong-pay atau bukan ?"
"Kalau betul mau apa dan kalau bukan ada apa ?" sahut gadis itu ketus. "Hayo, imam tua hidung kerbau, katakan lekas, kau berani tidak bergebrak dengan nonamu ?"
Tio Put-hoan sudah rada berumur, maka orangnya cukup bisa kendalikan diri, ia lihat orang meski seorang diri, tetapi bukannya jeri, bahkan menantang, maka ia kuatir kalau2 sebelumnya si gadis telah atur perangkap dengan menyembunyikan bala bantuan.
Oleh sebab itulah lantas dijawabnya: "Nona, aku ingin tanya kau dahulu. Tanpa alasan kau telah lukai anak murid golongan kami, sebenarnya disebabkan urusan apakah ? jika kesalahannya terletak pada pihak kami, tanpa segan2 pasti aku akan minta maaf pada gurumu. Tetapi kalau nona tak bisa mengatakan sesuatu alasannya, hm, jangan kau sesalkan kami kurang sopan."
"Sudah tentu disebabkan kedua hidung kerbau golonganmu itu yang kurang ajar, maka kuberi sedikit hajaran pada mereka," sahut gadis itu dengan tertawa mengejek, "Kalau tidak, di jagat ini tidak sedikit terdapat sebangsa kutu busuk, kenapa harus hidung mereka yang ku-iris ?"
Mendengar jawaban yang semakin ketus dan bersifat menantang ini, Tio Put-hoan menjadi lebih ragu2 terhadap kemampuan lawannya,
Dalam pada itu meski usia Tan-lokunsu sudah lanjut, namun tabiatnya ternyata berangasan.
"Eeeh, bicara dengan kaum Cianpwe, kenana tidak turun dari keledaimu ?" demikian segera ia menyerobot maju dan cari2 persoalan. Menyusul itu tahu2 ia sudah berada di depan binatang tunggangan orang dan ulur tangannya buat menarik lengan kanan si gadis.
Karena gerak tangannya itu sangat cepat hingga gadis itu tak sempat menghindarkan diri, seketika lengannya kena dicekal, dan karena lengan kanannya dipakai untuk memegang golok-sabitnya, maka goloknya tak bisa dipakai menangkis.
Tak tersangka se-konyong2 sinar tajam berkelebat sedikit gadis itu tekuk sikutnya, golok-sabitnya tahu2 memotong dari samping, dari jurusan yang sama sekali tak terduga.
Tentu saja tidak kepalang kagetnya Tan-lokunsu, lekas2 ia lepaskan cekalannya bila ia tidak mau merasakan tajamnya golok itu. sungguhpun begitu, tidak urung dua jari tangannya sudah terluka.
Dengan cepat segera ia melompat mundur terus cabut goloknya sendiri, dalam gusarnya ia ber-teriak2 mendamperat: "Perempan bangsat, agaknya kau sudah bosen hidup !"
Melihat kawannya dilukai, mau-tak-mau yang lain2 ikut mengangkat senjata, Han-cecu pakai sepasang ganden berantaai, sedang Tio Put-hoan lolos pedangnya, begitu pula Ki Jing-si dan Bing-hiam juga lantas tarik pedang mereka.
Akan tetapi mereka menjadi kaget ketika merasa senjata yang mereka genggam itu bobotnya sangat enteng, ketika mereka tegasi, celaka tiga-belas, kiranya yang terpegang di tangan mereka melainkan garan pedang belaka, sedang bagian yang tajam ketinggalan di dalam sarungnya.
Sudah tentu mereka tidak tahu bahwa itu adalah perbuatan Nyo Ko semalam di mana pedang mereka diam2 dipatahkan dan selimut mereka dikencingi juga, sedang kini musuh tangguh sudah berhadapan senjata saja mereka tak punya.
Rupanya melihat kelakuan kedua imam yang kikuk dan serba salah itu, si gadis tadi tertawa ngikik geli.
Waktu itu Nyo Ko sendiri lagi berduka, tetapi demi mendengar suara tertawa gadis itu dan melihat kelakuan kedua imam yang lucu itu, tak tertahan iapun tertawa maski sebenarnya ia masih tersenggak-sengguk.
Sementara itu terlihat si gadis telah membuka serangan, se-konyong2 ia ayun goloknya terus memotong ke telinga Bi Jing-hian.
Dengan sendirinya lekas2 Bi Jing-hian tarik badan dan mengkerut kepala buat hindarkan elmaut, siapa tahu gaya serangan golok itu ternyata sangat hebat, ketika tangan si gadis sedikit memutar senjatanya yang aneh itu tiba2 membelok di tengah jalan terus mengiris ke bawah lagi karena tidak ter-duga2 akan perubahan serangan ini, tidak urung sebelah kuping Bi Jing-hian tetap menjadi korban.
Keruan saja keempat kawannya terkejut, sama sekali tak mereka duga bahwa To-hoat atau ilmu permainan golok orang bisa begitu bagus dan aneh. Keadaan sudah memaksa, kini mereka tak pikirkan lagi keroyokan atau tidak, segera mereka mengerubut maju terus kepung si gadis bersama keledainya di tengah2.
Cuma yang mengeroyok hanya tiga orang saja, Bi Jing-hian dan Ki Jing-si terpaksa mundur ke belakang karena mereka tak bersenjata, yang mereka pegang hanya garan pedang, hendak dibuang sayang, tidak dibuang toh tidak terpakai mereka menjadi bingung, tidak tahu apa yang harus di-buatnya.Dalam pada itu tiba2 terdengar gadis itu bersiul nyaring sekali, ia tarik tali kendali keledainya terus melompat pergi sejauh beberapa tombak dengan maksud memboboIkan garis kepungan orang. Namun dengan cepat Tan-lokusu bertiga lantas mengerubut maju lagi. Bahkan sebelum tiba orangnya, lebih dulu Han-cecu timpukkan ganden besinya yang berantai itu.
Melihat senjata orang cukup berat, pula tipu serangannya cukup ganas, diam2 gadis itu merasa heran juga, maka tak berani lagi ia memandang enteng, ketika tubuhnya mengegos, timpukkan ganden tadi telah dia hindari.
Memang senjata "Lian-cu-tui" (ganden berantai) Han-cecu itu bukan senjata ringan dan mempunyai daya tekanan yang sukar ditahan. Sebaliknya ilmu pukulan Tan-lokunsu sebenarnya lebih tinggi dari pada permainan goloknya, pula jarinya sudah terluka, maka serangan goloknya boleh dikatakan tak seberapa, hanya Kiam-hoat Tio Put-hoan sebaliknya tidak bisa dipandang rendah, serangannya jitu lagi keji, setiap tipu serangannya selalu mengincar tempat2 yang berbahaya.
Tatkala itu hati Nyo Ko rada tenang, kini baru dia amat-amati wajah gadis itu, ia lihat raut muka orang potongan daun sirih dan sanggat cantik, usianya agaknya setahun dua tahun lebih muda dari pada dirinya, pantas kalau si pelayan hotel tidak percaya bahwa itu "gadis cantik berbaju putih" adalah kakak perempuannya.
Di samping muka orang yang cantik itu, kulit badannya sebaliknya rada hitam2 manis, sama sekali berlainan dengan kulit Siao-Iiong-li yang putih bersih.
Senjata yang dipakai gadis inipun sangat aneh dan lain dari pada yang Iain, ilmu permainan goloknya sangat gesit, meski dikatakan golok, tetapi yang dipakai adalah gerak tipu permainan pedang, lebih banyak menusuk dan memotong dari pada membacok dan membabat.
Hanya menyaksikan beberapa jurus permainan golok orang, segera Nyo Ko tahu orang memang menggunakan ilmu silat dari golongan yang sama dengan dirinya, yakni Ko-bong-pay. Apakah dia ini juga muridnya Li Bok-chiu ? demikian Nyo Ko menjadi heran.
Semula sebenarnya Nyo Ko sangat penasaran karena lima orang lelaki mengeroyok seorang gadis cilik, tetapi kemudian sesudah mengetahui dari mana asal-usul ilmu silat orang, karena menduga orang pasti muridnya Li Bok-chiu, seketika timbul rasa antipatinya Nyo Ko, ia pikir biarkan saja pihak mana yang bakal menang, semuanya tidak kugubris.
Begitulah dia lantas berbaring lagi dengan sikunya sebagai bantal, hanya kadang2 saja ia melirik pertarungan yang sedang berlangsung dengan sengit itu.
Untuk belasan jurus permulaan, karena gadis itu berada lebih tinggi di atas keledainya, maka kelima lawannya dipaksa harus melompat kian ke mari untuk menghindari sabetan golok-sabit yang diayun pergi datang.
Sesudah belasan jurus lagi, karena senjata yang dipegangnya hanya gagang pedang yang sudah patah dan tak sanggup membantu kawannya, tiba2 hati Ki Jing-si tergerak "Mari Bi-sute, ikut padaku !" ia teriaki Bi Jing-hian.
Habis itu ia berlari menuju ke tempat yang banyak tumbuh pohon, di sana ia pilih satu pohon muda dan sekuat tenaganya ia patahkan bongkot-nya, ia hilangkan tangkai dan daunnya, maka ber-wujutlah kini sebatang pentung yang dapat dipakainya sebagai gaman.
Tentu saja Bi Jing-hian sangat girang, iapun tiru2 sang Suheng dan patahkan satu pohon yang lain untuk digunakan sebagai senjata.
"Hantam keledainya dan tidak orangnya!" demikian Ki Jing-si beri petunjuk lagi, Habis ini, dua pentung kayu mereka lantas menyerampang dari kanan dan kiri dengan cepat mereka arah kaki keledai tunggangan gadis tadi.
"Hm, tak punya malu !" dengan pelahan gadis itu menjengek berbareng ia ayun goloknya buat tangkis pentung orang.
Karena sedikit melengnya ini, dari samping lain ganden berantai Han-cecu sudah menyerang juga bersama dengan pedang Tio Put-hoan. Dalam keadaan terancam, lekas2 gadis itu keluarkan gerak tipu yang berbahaya, ia tunduk kepala dan luputkan ganden yang menyamber, saat lain terdengar pula suara "trang" yang nyaring, goloknya telah ditangkiskan pedang lawan yang lain.
Tetapi pada waktu itu juga keledainya telah melengking kesakitan terus menegak dengan kaki belakang, kiranya binatang ini telah kena ditoyor sekali oleh pentungnya Ki Jing-si.
Melihat ada kesempatan, segera Tan-lokunsu menjatuhkan diri terus menggelundung mendekati musuhnya, ia keluarkan ilmu golok dan berhasil menghantam sekali paha keledai hitam dengan punggung goloknya.
Dengan demikian tak mungkin lagi bagi si gadis mengandalkan keledainya, dalam pada itu senjata lawan baik pedang maupun ganden berbareng telah menyamber datang pula, terpaksa ia meloncat ke atas, sedang tangan kiri menyamber dan pentung Bi Jing-hian berhasil dicekalnya, ketika ia gunakan tenaga dalamnya, tahu2 pentung itu telah patah menjadi dua potong. Dan begitu kedua kakinya tancap kembali di atas tanah, sekalian pula goloknya dia babat ke samping untuk patahkan bacokan Tan-lokunsu yang sementara itu telah menyerang.
"He, kenapa ? Dia sudah terluka ?" tiba2 Nyo Ko kaget demi nampak gaya berjalan si nona.
Kiranya kaki kiri si gadis rada pincang, dengan sendirinya untuk berjalan, apa lagi buat melompat menjadi tidak leluasa. Dan dengan sendiri-nya, sebab inilah maka sejak tadi dia tidak mau turun dari keledainya.
Tahu akan ciri gadis ini, seketika rasa keadilan Nyo Ko tergugah, ia niat turun tangan buat membantunya, Tetapi ketika dia pikir dan ingat pengacauan Li Bok-chiu hingga dirinya yang tinggal aman tenteram bersama Siao-liong-li di dalam kuburan itu berakibat seperti keadaan sekarang ini, kembali hatinya menjadi panas Iagi, ia berpaling ke jurusan lain dan tak mau menyaksikan lebih lanjut
Namun telinga toh mendengar suara "crang-creng", suara beradunya senjata tajam yang nyaring dan tiada hentinya, rasa ingin tahunya tak bisa ditahan, kembali ia berpaling buat menonton lagi, Hanya sejenak tadi ternyata keadaan pertarungan itu sudah banyak berubah, gadis itu telah terdesak lari kian kemari, sudah lebih banyak menangkisnya daripada balas menyerang.
Dalam pada itu mendadak Han-cecu telah tim-puk sebelah gandennya, terpaksa gadis itu miringkan kepalanya, tetapi pada saat yang sama juga pedang Tio Put-hoan sudah menusuk pula, terdengarlah suara "cring" yang nyaring pelahan, ternyata gelang perak pengikal rambut gadis itu telah kena ditabas kutung hingga sebagian rambutnya yang panjang terurai.
Maka tertampaklah alis si gadis yang lentik itu menjengkit, bibirnya pun sedikit bergerak dan digigit, mukanya seketika seperti tertutup oleh selapis awan hitam, kontan goloknya membabat, ia balas sekali serangan orang.
Melihat tarikan alis dan gerakan bibir si gadis, seketika hati Nyo Ko terguncang keras, "Di waktu Kokoh marah padaku, persis mimik wajahnyapun begitu," demikian pikirnya.
Oleh karena melihat rasa gusar yang diunjuk gadis itu, tanpa pikir lagi Nyo Ko ambil keputusan pasti akan membantu padanya.
Sementara itu ia lihat keadaan gadis itu semakin terdesak, gerak-geriknya tak teratur lagi.
"Hayo, lekas katakan, sebutan apa sebenarnya antara kau dengan Jik-lian-sian-cu Li Bok-chiu ?" demikian terdengar Tio Put-hoan memperingatkan lawannya, "Jika masih tetap tidak menjelaskan jangan kau sesalkan senjata kami tak bermata."
Di luar dugaannya, bukan saja gadis itu tidak menjawab, bahkan goloknya tahu2 menabas dari belakang kepala karena senjata ini memang me-lengkung, Terkejut sekali Tio Put-hoan oleh serangan yang aneh itu, syukur dengan cepat Tan-lo-kunsu keburu wakilkan dia menangkis hingga dengan demikian jiwa Tio Put-hoan dapat diselamatkan.
Melihat tipu serangan si gadis begitu keji, ketiga lawannya kinipun tidak pakai murah hati lagi, Maka dalam sekejap saja, gadis itu sudah ber-ulang2 menghadapi serangan berbahaya, Tio Put-hoan pikir gadis ini pasti ada hubungan rapat dengan Li Bok-chiu, kalau kelak diketahui oleh Li Bok-chiu, tentu dikemudian hari akan menjadikan bibit bencana saja, oleh sebab itu serangan2nya kini selalu mengincar tempat2 yang berbahaya.
Melihat keadaan si gadis sudah dalam detik yang sangat genting, segera Nyo Ko melompat ke atas punggung sapi jantan tadi, ia jojoh sekali pantat binatang itu dengan jerijinya, karena kesakitan dengan sekali menguak sapi jantan itu pentang kaki dan menerjang ke jurusan enam orang yang sedang saling labrak itu."Haya, celaka ! Sapiku kesetanan, tolong, tolong !" demikian Nyo Ko sengaja ber-teriak2. Baru saja selesai ia berteriak, orangnya berikut sapinya sudah menyerbu sampai di kalangan pertempuran sana.
Tatkala itu keenam orang itu asyik bertempur mati-matian, ketika mendadak melihat seekor banteng menyeruduk tiba dengan kalap, niat mereka hendak melompat ke samping buat hindarkan diri, namun secepat kilat banteng itu sudah menerjang sampai di belakang Ki Jing-si dan Bi Jing-hian.
Nyo Ko sendiri tengkurap di atas sapinya, tangan dan kakinya bergerak naik turun seperti orang kebingungan dan ketakutan setengah mati, sesudah dekat dengan kedua orang tadi, dengan cepat "hong-gan-hiat" di punggung kedua orang dicengkeramnya.
"Hong-gan-hiat" adalah salah satu jalan darah penting di tubuh manusia, karena kena dicekal, seketika Ki Jing-si dan Bi Jing-hian menjadi lemas kesemutan dan tak bisa berkutik, Dengan pelahan Nyo Ko angkat tangannya, kedua orang itu dia tarik keatas terus digantung pada kedua tanduk sapi jantan itu, sedang mulutnya masih tiada hentinya berteriak "Tolong ! Tolong!"
Kemudian dengan ujung kaki ia tendang pantat sapi itu, maka berlari kesetanan lagi binatang itu ke lereng bukit dengan membawa tiga orang, satu tengkurap di punggungnya dan yang dua ter-cantol pada tanduknya.
Melihat perubahan yang mendadak dan aneh ini, baik si gadis tadi maupun Tio Put-hoan seketika berhenti dari pertempuran mereka.
Nyata ilmu silat Nyo Ko masih jauh lebih tinggi daripada keenam orang itu, apa yang dilakukannya ternyata tiada seorangpun yang mengetahuinya.
Ketika sampai di tanah rumput dimana dia angon sapi tadi, Nyo Ko buang kedua imam itu ke tanah terus giring sapi itu menerjang ke bawah puIa, sekali ini yang dia incar adalah Han-cecu dan Tan-Iokunsu.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now