Jilid 24

2.4K 39 0
                                    

Dengan tersenyum Siao-liong-li memotong. "Sebenarnya aku tidak she Liu, yang benar she Liong, Soalnya dia she Nyo, maka aku sengaja dusta padamu bahwa aku she Liu."
Rasa cemburu Kongsun Kokcu bertambah membakar, ia anggap tidak mendengar ucapan Siao liong-li itu dan berkata: "Nona Liu...."

Tapi belum lanjut ucapannya, mendadak Be Kong-co menimbrung: "He, sudah jelas nona itu she Liong, mengapa kau tetap menyebut dia nona Liu?"

Cepat Siao-liong-li menanggapi: "Ya, mungkin Kongsun-siansing sudah biasa memanggil begitu padaku, Memang salahku karena aku telah berdusta padanya. Maka biarlah, apa yang dia suka boleh..."
Kongsun Kokcu tetap tidak urus perkataan mereka dan menyambung: "Nona, Liu, asalkan bocah she Nyo itu mampu mengalahkan Im-yang-siang-to di tanganku ini, segera kubiarkan dia pergi, Urusan ini harus kita selesaikan sendiri dan tiada sangkut pautnya dengan orang lain."
Siao-liong-li menghela napas dan berkata "Kongsun-siansing, sebenarnya aku tidak ingin bertempur dengan kau, tapi dia sendirian bukan tandinganmu, terpaksa aku membantu dia,"
Kontan alis Kongsun Kokcu terkerut rapat, katanya "jika kau tidak kuatir karena kau tadi telah muntah darah, maka boleh juga kau maju sekalian."
Dalam hati Siao-liong-li rada gegetun, terhadap masalah ini, segera ia berkata pula: "Kami bertarung tidak bersenjata lagi, kami pasti kalah jika melayani kau dengan tangan kosong, Engkau adalah orang baik, harap lepaskan saja kepergian kami"
Tiba2 Kim-lun Hoat-ong menyela: "Kongsun-heng, di tempatmu ini serba ada, masakah kekurangan dua senjata? Cuma perlu kuperingatkan kau lebih dulu, jika mereka bermain ganda, sepasang pedang mereka menjadi maha lihay, mungkin jiwamu bisa melayang."Kongsun Kokcu tidak menanggapi, ia kemudian ke sebelah kiri dan berkata kepada Nyo Ko. "Kamar di sebelah sana itu adalah kamar senjata, kalian boleh pilih sendiri senjata apa yang kalian kehendaki"
Nyo Ko saling pandang sekejap dengan Siao-liong-li dan sama berpikir: "Alangkah baiknya jika dapat berada berduaan di tempat yang sepi dari orang lain."
Segera mereka bergandengan tangan dan memasuki kamar yang di tunjuk, pandangan Siao-liong-li selama itu tidak pernah meninggalkan wajah Nyo Ko, ketika tiba di depan kamar itu dan nampak pintu kamar tertutup, tanpa pikir ia terus mendorong pintu dan baru saja hendak melangkah masuk ke dalam, mendadak Nyo Ko ingat sesuatu dan cepat mencegahnya: "Nanti dulu!"
"Ada apa?" tanya Siao-liong-li merandek. "Apa kau kuatir Kokcu itu menjebak kita? Dia sangat baik, tampaknya takkan berbuat begitu."
Nyo Ko tidak menjawab, ia menggunakan kakinya untuk mencoba lantai di bagian dalam pintu dan mendadak terdengar suara mencicit nyaring disertai gemerdepnya cahaya, delapan pedang tajam tahu2 menusuk keluar dari kanan kiri pintu, dalam keadaan begitu apabila orang sedang melangkah ke dalam kamar itu tentu seluruh tubuh akan tertancap oleh pedang2 tajam itu
Siao-liong-li menghela napas dan berkata.
"Ah Ko-ji, kiranya begitu keji hati Kokcu itu, sungguh aku telah salah menilainya, sudahlah kitapun tidak perlu bertanding lagi dengan dia dan pergi saja sekarang.."
Mendadak seorang bersuara di belakang mereka: "Kokcu menyilahkan kalian memilih senjata ke dalam kamar."
Waktu mereka menoleh, tertampak delapan anak murid berseragam hijau dengan membentang jaring ikan sudah menghadang dibeIakang. Tampaknya Kongsun Kokcu itu sudah memperhitungkan kemungkinan kaburnya mereka, maka sengaja mengirimkan anak muridnya untuk mencegat di belakang mereka.
Terpaksa Slao-liong li berkata kepada Nyo Ko. "Menurut pendapatmu, apakah di kamar senjata ini ada lagi sesuatu yang aneh?"
Nyo Ko genggam kencang tangan Siao-liong-li, katanya: "Kokoh, kita telah berkumpul lagi, apa yang perlu kita sesalkan pula? Biarpun ditembus oleh beribu senjata, paling tidak kita toh mati bersama."
Perasaan Siao-liong-li pun penuh kasih mesra, tanpa pikir mereka lantas melangkah ke dalam kamar, lalu Nyo Ko merapatkan pintu.
Terlihat baik di dinding, di atas meja, dan di rak senjata penuh berjajar macam2 senjata, tapi hampir sembilan dari sepuluh adalah pedang kuno, ada yang panjang dan ada yang pendek sekali, ada yang sudah karatan, banyak pula yaag mengkilat menyilaukan mata.
Siao-liong-li berdiri berhadapan dengan Nyo Ko dan saling pandang sejenak, mendadak ia bersuara tertahan terus menubruk ke dalam pelukan anak muda itu.
Tanpa ayal Nyo Ko mendekap kencang tubuh si nona dan menciumnya, seketika jiwa raga Siao-liong-Ii serasa dimabuk oleh ciuman itu, kedua tangannya terus merangkut leher Nyo Ko dan balas mencium dengan mesranya.
"Blang", mendadak pintu kamar didobrak orang, seorang murid seragam hijau berseru dengan bengis: "Perintah Kokcu, setelah memilih pedang segera kalian harus keluar lagi!"
Muka Nyo Ko menjadi merah, cepat ia melepaskan Siao-liong-li.
Tapi Siao-liong-li adalah nona yang berpikiran polos dan suci, ia pikir kalau kumenyukai Nyo Ko, apa salahnya kalau kami berdua saling peluk dan berciuman, cuma sekarang diganggu orang luar sehingga sukar mencapai kepuasan Dengan gegetun ia berkata pelahan: "Ko-ji, setelah kita kalahkan Kokcu itu, bolehlah kau mencium aku lagi seperti barusan ini."
Nyo Ko mengangguk dengan tersenyum, katanya: "Marilah kita pilih senjata."
"Tampaknya senjata yang tersimpan di sini memang betul benda mestika seluruhnya," ujar Siao-liong-li, lalu ia mengelilingi kamar itu untuk mengamati dengan teliti.
Maksud Siao-liong-li hendak memilih sepasang pedang yang sama panjang dan bobotnya agar nanti digunakan bersama Nyo Ko akan dapat mendatangkan hasil sebanyaknya. Tapi setelah diperiksa kian kemari ternyata pedang yang berada disitu tiada yang serupa, Sembari mengamati senjata iapun bertanya kepada Nyo Ko: "Waktu masuk kamar ini tadi, darimana kan mengetahui di ambang pintu terpasang jebakan?"
"Aku dapat menerkanya dari air muka Kokcu itu," tutur Nyo Ko, "Dia ingin memperisterikan dirimu, tapi sorot matanya ternyata penuh rasa benci dan dendam. Melihat kepribadiannya, itu aku tidak percaya dia mau membiarkan kita memilih senjata kita secara rela,"
Kcmbali Siao-liong-li menghela napas pelahan dan berkata pula: "Menurut kau, apakah kita dapat mengalahkan dia, dengan Giok-li-kiam-hoat?"
"Meski tinggi ilmu silatnya, tampaknya juga tidak lebih hebat daripada Kim-lun Hoat-ong." ujar Nyo Ko. "Jika kita bergabung dapat mengalahkan Hoat-ong, tentu saja kita dapat mengalahkan dia."
"Ya, sebabnya Hoat-ong terus menerus membakar agar dia bertarung dengan kita, jelas iapun bermaksud jahat!" kata Siao-liong-Ii.
"Hati manusia pada umumnya memang jahat tampaknya kaupun mulai paham," kata Nyo-Ko dengan tersenyum. Tapi ia lantas menyambung pula dengan rasa kuatir: "Tapi bagaimana dengan kesehatanmu, tadi kau tumpah darah lagi."
Siao-liong-li tertawa manis, jawabnya: "Kau tahu, di waktu berduka barulah aku muntah darah, Sekarang aku sangat gembira, apa artinya sedikit sakit bagiku? Oya, Ko-ji, tampaknya kepandaianmu sudah jauh lebih maju, jauh berbeda daripada waktu kita bertempur dengan Hoat-ong dahulu. Kalau waktu itu saja kita dapat mengalahkan dia, apalagi sekarang ?"
Nyo Ko juga yakin pasti akan menang dalam pertarungan ini, ia genggam kencang tangan si nona dan berkata: "Kokoh, kuharap engkau berjanji sesuatu padaku"
"Mengapa kau bertanya secara begini?" kata Siao-liong-li dengan suara lembut "Aku kan bukan lagi gurumu, tapi adalah isterimu. Apa yang kau kehendaki tentu akan kuturuti."
"Ah... baik sekali, baru... baru sekarang aku tahu," kata Nyo Ko."Sejak malam itu di Cong-lam-san kau berbuat begitu mesra padaku, sejak itu pula aku sudah bukan lagi gurumu." ucap Siao-liong-li, "Meski kau tidak mau memperisterikan diriku, dalam hatiku sudah lama kuakui sebagai isterimu,"
Sesungguhnya pada waktu itu Nyo Ko memang tidak tahu sebab apakah tiba2 Siau liong-li mengajukan pertanyaan begitu padanya, ia pikir mungkin hati si nona mendadak terguncang atau bisa jadi dirinya yang lama tertahan itu mendadak tak bisa dikendalikan lagi, sama sekali tak pernah terpikir olehnya bahwa In Ci-peng yang telah menggagahi Siao-liong li secara diam2. Nyo Ko sendiri merasa tidak pernah berbuat apa2 yang melampaui batas terhadap nona itu.
Tapi kini mendengar suaranya yang halus dan manis itu, hatinya terguncang juga dan seketika tak dapat menjawab.
Siao-liong-li merapatkan tubuhnya ke dada Nyo Ko, lalu bertanya: "Kau ingin aku berjanji apa?"
Nyo Ko membelai rambut Siao liong li yg indah itu, katanya: "Setelah kita mengalahkan Kokcu ini, segera kita pulang ke kuburan kuno itu untuk selanjutnya engkau tak boleh berpisah lagi dariku biar apapun yang bakal terjadi..."
Sambil menengadah dan menatap anak muda itu, Siao-liong-li menjawab: "Memangnya kau kira aku suka berpisah dengan kau? jika berpisah dengan kau, apa kau kira dukaku tidak melebihi kau ? Sudah tentu kuterima permintaanmu ini, biarpun langit bakal ambruk atau bumi ambles dan dunia kiamat juga aku tetap bersamamu."
Girang Nyo Ko sukar dilukiskan selagi dia hendak bicara pula, tiba2 salah seorang seragam hijau di luar kamar itu berseru: "Senjata sudah terpilih belum?"
Dengan tersenyum Siao-Iiong-li berkata kepada Nyo Ko: "Marilah kita lekas pergi saja."-Baru saja ia hendak mengambil dua pedang seadanya, tiba2 dilihatnya dinding di sebelah kiri sana sebagian besar terdapat bekas hangus terbakar beberapa buah meja kursi juga rusak bekas terbakar, ia menjadi rada heran.
Segera Nyo Ko menutur lo-wan-tong itu pernah menerobos ke dalam kamar senjata ini dan membakarnya serta mengambil sesuatu benda di sini, bekas hangus terbakar ini jelas hasil perbuatannya itu."
Tiba2 dilihatnya di bawah lukisan di pojok dinding sana yang tersisa dari bekas hangus itu menonjol keluar dua sarung pedang, tergerak pikiran Nyo Ko: "Kedua pedang ini semula teraling oleh lukisan itu, tapi lantaran sebagian lukisan itu terbakar sehingga kelihatanlah bagian pedang itu, jika pemilik pedang sengaja mengatur begini, jelas sepasang pedang ini pasti benda mestika."
Ia coba mendekati dan menanggalkan kedua pedang itu, sebuah ia berikan kepada Siao-liong-li, ia pegang gagang pedang satunya terus dilolos.
Begitu pedang itu terlolos dari sarungnya, seketika kedua orang merasakan hawa dingin, batang pedang itu hitam mulus tanpa mengkilat sedikitpun sehingga mirip sepotong kayu belaka.
Waktu Siao-Iiong li juga melolos pedang yang diterimanya itu, ternyata serupa benar dengan pedang Nyo Ko, baik besar maupun panjangnya. Ke-dua pedang itu dijajarkan, seketika menambah hawa segar di dalam ruangan kamar, cuma kedua pedang itu tak terdapat ujung yang runcing melainkan puntuI, begitu pula mata pedangnya tidak tajam.
Nyo Ko membalik pedang itu dan terlihat pada batang pedang terukir dua huruf "Kun-cu" (lelaki), waktu memeriksa pedang Siao-liong-Ii, di atasnya juga terukir dua huruf "Siok-li" (perempuan). sebenarnya Nyo Ko tidak menyukai bentuk kedua pedang ini, ia pandang Siao-liong-li dan ingin tahu bagaimana pikirannya.
Dengan girang Siao-liong-li berkata: "Pedang ini tidak tajam, kebetulan dapat digunakan melawan Kokcu itu, dia pernah menolong jiwaku, aku tidak ingin mencelakai dia,"
"Pedang adalah senjata pembunuh, tapi diberi nama Kun-cu dan Siok-li, aneh" ujar Nyo Ko dengan tertawa, ia coba angkat pedangnya dan bergaya menusuk dua kali, rasanya sangat cocok dengan bobotnya dan enak dipakai. Segera ia menambahkan: "Baiklah, biar kita gunakan sepasang pedang ini."
Siao-liong-li memasukkan kembali pedang ke sarungnya dan baru akan keluar, tiba2 dilihatnya di atas meja ada sebuah pot bunga dengyi serangkaian bunga yang cantik sekali, hanya sayang merangkainya awut2an tak keruan, tanpa pikir lantas dibenahinya rangkaian bunga itu lebih teratur.
"Hai, jangan!" mendadak Nyo No berseru, namun sudah terlambat, jari Siao-hong-li sudah tertusuk beberapa kali oleh duri bunga.
Dengan bingung Siao-liong-li menoleh dan bertanya "Ada apa?"
"ltu adalah bunga cinta, kau sudah tinggal sekian lama di lembah ini, masakah tidak tahu?" ujar Nyo Ko.
Siao-liong-li mengisap jarinya yang kesakitan itu dan menjawab sambil menggeleng : "Aku tidak tahu."
Selagi Kyo Ko hendak memberi keterangan, sementara itu orang berseragam hijau telah mendesak puIa, Terpaksa mereka ikut kembali ke ruangan besar tadi.
Tampakhya Kongsun Kokcu sudah tidak sabar menunggu, dia melotot gusar kepada anak muridnya itu, jelas ia marah karena anggap mereka kurang tegas dan membiarkan Nyo Ko berdiam sekian lama di kamar senjata itu. Anak muridnya tampak sangat ketakutan sehingga airmuka sama pucat.
Setelah Nyo Ko berdua sudah dekat, lalu Kongsun Kokcu berkata: "Nona Liu, sudah kau dapatkan senjata pilihanmu?"
Siao-liong-li mengeluarkan Siok-li-kiam (pedang perempuan) pilihannya itu dan mengangguk: "Kami akan menggunakan sepasang pedang puntul ini, kamipun tidak berani bertarung sungguhan dengan Kokcu, cukup asalkan saling menyentuh tubuh saja,"
Kokcu itu terkesiap melihat yang dipilih ternyata Siok-li-kiam itu, dengan suara bengis ia bertanya: "Siapa yang suruh kau ambil pedang ini?"
Sembari bertanya sinar matanya terus mengerling ke arah Kongsun Lik-oh, tapi segera ia menatap tajam lagi terhadap Siao-liong-li.
Dengan rada heran Siao-liong-li menjawab. "Tiada yang menyuruh aku. Memangnya pedang ini tidak boleh dipakai? jika begitu biarlah kami menukar yang lain saja."
Kongsun Kokcu melirik gusar sekejap ke arah Nyo Ko dan berkata: "Untuk menukar pedang kan kalian akan berdiam setengah hari lagi disana? Tidak perlu tukar, hayolah mulai!""Konsun-siansing," kata Siao-liong-li, "sebaiknya kita bicara di muka dulu, bahwa dia atau aku sekali2 bukan tandinganmu jika satu lawan satu, sekarang kami berdua melawan kau seorang, jelas keuntungan di pihak kami, sekalipun kami menang juga tak dapat dianggap sebagai kemampuan kamu."
"Boleh kau katakan begitu jika nanti kalian sudah terbukti menang," jengek sang Kokcu, "Kalau kalian dapat mengalahkan golok dan pedangku ini, tentu kupasrah untuk kalian perbuat sesukamu sebaliknya kalau kalian yang kalah, maka janji nikah tak boleh lagi kau ingkari"
Siao-liong-ii tersenyum tawar, katanya: "Jika kami kalah, biar dia dan aku terkubur saja di lembah ini."
Tanpa bicara lagi Kongsun Kokcu lantas angkat senjata, golok emas menyamber, segera ia membacok ke arah Nyo Ko.
Cepat Nyo Ko angkat pedangnya, dengan jurus "Pek-ho-hiang-ih" (bunga putih pentang sayap) ia balas menyerang, itulah jurus asli ilmu pedang Coan-cin-pay.
Walaupun kuat dan tenang sekali jurus pedang Nyo Ko itu, tapi juga cuma jurus yang jamak saja, diam2 Kongsun Kokcu mendongkol terhadap Kim-lun Hoat-ong yang telah membual akan kelihayan anak muda itu, Segera pedang hitam ia tusukkan ke depan, ternyata Siao-liong-li dikesampingkan olehnya, hanya Nyo Ko yang terus menerus diserangnya.
Dengan penuh perhatian Nyo Ko melayani serangan musuh, yang digunakannya adalah melulu Coan-sin-kiam-hoat (ilmu pedang Coan-sin-pay) yang pernah dipelajarinya di kuburan kuno dahulu itu, tapi sejak dia menemukan intisari ilmu silat dalam renungannya tempo hari itu, cara memainkan ilmu pedangnya sekarang sudah jauh berbeda daripada waktu menempur Kim-lun Hoat-ong dahulu.
Menunggu setelah Kongsun Kokcu menyerang tiga kali barulah Siao-liong-li ikut maju dan menyerangnya. Ternyata Kongsun Kokcu tidak menangkis serangannya dengan golok emasnya itu, hanya pada waktu serangan Siao-liong-li tampak gencar dan berbahaya barulah dia menggunakan pedang hitam untuk menangkis, tampaknya Kongsun Kokcu sengaja mengalah.
Setelah mengikuti beberapa gebrakan, dengan tersenyum Kim-Iun Hoat-ong berkata: "Kongsun-heng, jika kau masih sayangi si cantik, akhirnya mungkin kau sendiri yang harus menelan pil pahit."
Dengan mendongkol Kongsun Kokcu menjawab: "Hwesio gede, kau jangan banyak bacot, bila perlu sebentar boleh kita coba2, sekarang tidak perlu kau memberi nasihat."
Beberapa jurus lagi, kerja sama kedua pedang,, Nyo Ko dan Siao-liong-Ii semakin baik, suatu ketika pedang Siao~liong-li menabas dari kanan dan mendadak pula pedang Nyo Ko juga menabas dari kiri, dalam keadaan terjepit tanpa pikir Kongsun Kokcu menggunakan golok untuk menangkis serangan Nyo Ko, berbareng itu ia menggeser mundur sedikit dan pedang hitam digunakan menangkis serangan Siao-Iiong-li.
"Trang", di luar dugaan, ujung golok emas terbatas kutung sebagian oleh pedang lawan, Keruan semua orang terkejut, sama sekali tak tersangka bahwa pedang puntul yang digunakan Siao-liong li itu bisa begitu tajam.
Nyo Ko dan Siao-liong-li juga merasa heran, padahal semula mereka memilih sepasang pedang pantul itu hanya oleh karena tertarik pada namanya saja serta bentuknya yang serupa, tak tahunya secara tidak sengaja malahan dapat memilih sepasang pedang mestika.
Keruan semangat mereka terbangkit seketika, mereka menyerang dengan lebih gencar.
Betapapun ilmu silat Kongsun Kokcu memang sangat tinggi dan dalang sepasang senjatanya yang lemas dan keras itu juga lain daripada yang lain, makin lama daya tekanannya juga makin kuat, Tapi diam2 iapun heran bahwa ilmu silat kedua anak muda yang jelas selisih jauh dengan dirinya itu ternyata bisa begitu lihay dalam permainan ganda itu, ia pikir apa yang dikatakan Hwesio gede tadi agaknya memang tidak salah, kalau saja aku dikalahkan mereka, wah, bisa jadi.... sampai di sini ia tak berani membayangkan lebih lanjut.
Se-konyong2 golok di tangan kirinya menyerang ke kanan dan pedang di tangan kanan menyerang ke kiri, ia keluarkan permainan Im-yang-to-hoat.
Dengan pedang hitam di tangan kanan Kongsun Kokcu menyerang Nyo Ko di sebelah kiri dan golok bergigi di tangan kiri menyerang Siao-liong-li di sebelah kanan yang lihay, pedang hitam yang tadinya lemas itu kini mendadak berubah lurus keras dan digunakan membacok segala mirip golok, sebaliknya goloknya yang besar bergigi itu justeru menabas dan menusuk seperti pedang, Dalam pertarungan sengit itu kelihatan golok se-akan2 berubah pedang dan pedang seperti berobah menjadi golok, sungguh aneh dan sukar diraba.
Biasanya In Kik-si suka bangga karena mengetahui ilmu silat apapun di dunia ini, tapi Im-yang-to-hoat yang dimainkan Kongsun Kokcu ini sungguh belum pernah dilihatnya selama hidup, bahkan mendengarpun belum pernah.
Segera Be Kong-co berteriak lagi: "He, kakek sialan, permainanmu yang kacau tak teratur itu ilmu silat apaan?"
Sebenarnya usia Kongsun-Kokcu belum ada 50 tahun, jadi baru - terhitung setengah umur, malahan dia ingin kawin lagi dengan Siao-liong-li, tapi berulang kali si dogol Be Kong-co telah berkaok memanggilnya si "kakek", tentu saja dalam hati ia sangat gemas.
Cuma sekarang iapun tidak sempat urus Be Kong-co, ia mainkan Im-yang-to-hoat yang telah dilatihnya selama berpuluh tahun ini dengan tekad mengalahkan dulu Nyo Ko dan Siao-liong-li.
Tadinya permainan ganda sepasang pedang Nyo Ko dan Siao-liong-li sebenarnya sudah mulai unggul, tapi mendadak pihak lawan berganti cara bertempur, golok dan pedangnya menyerang secara kacau dengan tipu serangan yang aneh, seketika mereka menjadi kelabakan terdesak dan berulang menghadapi bahaya.
Kepandaian Nyo Ko sekarang sudah melebihi Siao-liong-li, ia lihat daya tekanan pedang lawan lebih kuat daripada golok bergigi, karena itu ia sengaja menyambuti semua serangan pedang lawan dan membiarkan Siao-liong-li melayani serangan golok bergigi, ia pikir golok itu jelas tidak berani lagi diadu dengan pedangnya dan pula takkan besar resikonya.
Cuma permainan golok musuh sangat aneh, ilmu pedang Coan-cin-kau asli juga sukar menandinginya, terpaksa harus bertindak menurut keadaan dan melihat gelagat, ia layani musuh dgn ilmu pedang ciptaannya sendiri.padahal dahulu Lim Tiau-eng, yaitu kakek guru Siao-liong-li ketika menciptakan Giok-li-kiam-hoat berdasarkan khayalnya ketika malang melintang di dunia Kangoow berduaan bersama Ong Tiong-yang, itu cakal-bakai Coan-cin-kau, sebab itulah yang laki memainkan Coan-cin-kiam-hoat dan yang perempuan memainkan Giok-Ii-kiam-hoat, dengan demikian keampuhannya sukar ditandingi oleh jago silat manapun juga.
Tapi sekarang Nyo Ko menyampingkan Coan-cin-kiam-hoat dan menggunakan ilmu pedang ciptaan sendiri untuk melayani musuh, meski Kiam-hoat ciptaannya ini juga tidak kurang lihaynya, namun setiap jurus serangannya hanya cocok dengan cita-rasa pribadinya saja dan tidak cocok main ganda dengan Giok-li-kiam-hoat yang dimainkan Siao-liong-li, dengan demikian jadinya mereka se-akan2 bertempur sendiri2 dan dengan sendirinya daya tempurnya menjadi jauh berkurang.
Kongsun Kokcu- menjadi girang, "trang-trang-trang", beruntun ia membacok tiga kali dengan pe-dangnya, berbareng itu golok di tangan lain berturut menyerang juga empat kali dengan gaya tusukan pedang, serangan aneh ini masih dapat dilayani oleh Nyo Ko, namun Siao-liong-li menjadi bingung karena tiada kerja sama yang baik dari Nyo Ko, pikirnya juga ingin menabas lagi ujung golok musuh tapi gerakan golok Kongsun Kokcu sekarang teramat cepat dan Iincah, betapapun sukar dibentur lagi.
Nyo Ko menyadari gelagat jelek, tanpa pikirkan keadaan sendiri yang terluka itu, mendadak ia melancarkan suatu jurus serangan Coan-cin-kiam-hoat yang disebut "Ma-ciu-lok-hoa" (Kuda meloncat merontokkan bunga), dengan tekanan yang kuat ia paksa Kongsun Kokcu melayani serangannya dengan kedua senjatanya, dengan demikian Siao-Iiong-li menjadi ringan.
Siao-liong-li sangat berterima kasih melihat anak muda itu membantunya tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, segera iapun melancarkan serangan untuk membantu, dengan demikian mereka telah kembali ke posisi tadi dengan cara menyerang dan bertahan bersama, daya tempur mereka mendadak tambah kuat pula.
Setelah beberapa jurus berlangsung lagi, dahi Kongsun Kokcu mulai berkeringat, sebaliknya daya tempur Siao-liong-li dan Nyo Ko semakin lancar dan kerja sama lebih rapat Ketika Nyo Ko melontarkan suatu serangan dengan menusuk pinggang lawan, cepat Siao-liong-li membarengi dengan serangan menusuk muka musuh, jurus ini dilakukan dengan penuh perasaan manis sambil melirik anak muda itu.
Tapi mendadak dada Siao-liong-li serasa dipukul oleh palu besar, jari tangan kanan kesakitan dan hampir tidak kuat memegangi pedangnya, air mukanya seketika berubah dan cepat melompat mundur.
"Hm, rasakan bunga cinta!" jengek Kongsun Kokcu.
Siao-liong-li tidak paham ucapannya itu. tapi Kyo Ko mengetahuinya bahwa kesakitan Siao-liong-Ii itu adalah akibat bekerjanya racun bunga cinta yang dirrinya telah melukai jari tadi, Waktu melancarkan jurus serangan yang romantis dan perasaan terangsang, maka jarinya lantas kesakitan sekali.
Karena Nyo Ko sendiri sudah pernah merasakan sakitnya tertusuk duri bunga cinta itu, ia menjadi kasihan kepada Siao-liong-li, cepat ia bertanya. "Apakah sangat sakit?"
Kesempatan itu segera digunakan Kongsun Kokcu uutuk melancarkan serangan gencar dengan golok dan pedang, sementara itu rasa sakit jari Siao-liong-li sudah berkurang, cepat ia menubruk maju lagi untuk membantu.
"Biarlah kau mengaso lagi sebentar," ujar Nyo Ko dengan penuh kasih sayang, Diluar dugaan, karena rangsangan perasaannya ini, jarinya sendiri menjadi kesakitan juga.
Bctapa cerdik dan lihaynya Kongsun Kokcu begitu melihat ada pduang, segera pedangnya mem-bacok, "cring", Kun-cu-kiam (pedang lelaki) yang dipegang Nyo Ko terbentur jatuh, menyusul pedang hitamnya terus menyamber tiba dan mengancam di depan dada anak muda itu.
Siao-liong-Ii terkejut dan hendak menolongnya, tapi dia teralang oleh golok musuh dan takdapat mendekat
"Tangkap dia !" seru Kongsun Kokcu. serentak empat murid seragam hijau menubruk maju dengan membentang jaring, sekali tebar, seketika Nyo Ko tertawan di dalam jaring mereka.
"Bagaimana kau, Liu-ji?" Kongsun Kokcu berpaling dan bertanya kepada Siao-liong-li
Siao-liong-li menyadari sendirian pasti bukan tandingan sang Kokcu, ia buang Siok-li-kiam (pe-dang perempuan) ke lantai, terdengar suara "cring" nyaring, tahu2 Kun-cu-kiam dan Siok-lt-kiam saling menyerot terus lengket menjadi satu. Rupanya pada kedua pedang itu terdapat daya semberani yang sangat kuat
Dengan tegas Siao-liong-li lalu berkata: "Pedang" saja begitu, masakah manusia tidak? Bolehlah kau bunuh saja kami berdua!"
Kongsun Kokcu mendengus sekali, katanya:
"lkut padaku, sini!" Lalu ia memberi salam kepada Kim-lun Hoat-ong dan lainnya dan berkata : "Maaf kutinggalkan sebentar,"
Segera ia mendahului melangkah ke ruangai belakang, dengan menyeret jaringnya keempat anak muridnya lantas: ikut ke sana". Karena Nyo Ko sudah tertawan, dengan sendirinya Siao-liong-li juga ikut masuk.
"Hayo, Hwesio Gede dan Mayat Hidup, Kita harus berdaya menolong kawan kita," seru Be Kong-co kepada Kim-lun Hoat-ong dan Siau-siang ~cu
Hoat-ong hanya tersenyum saja tanpa menjawab, sedang Siau-siang-cu lantas menjengek "Hm, kau sendiri berbadan segede gajah, apakah kau pikir mampu menandingi tuan rumahnya?"
Be Kong-co menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan merasa tidak berdaya, terpaksa hanya menjawab: "Tidak mampu menandingi juga harus labrak dia, harus!"
Kongsun Kokcu terus melangkah ke sana dengan bersitegang leher dan masuk sebuah kamar batu kecil, lalu berkata kepada Siao-Iiong-li: "Liu-ji, bukan maksudku hendak bikin susah kau, aku cuma berusaha mencegah kalau2 kau bunuh diri,"
Segera ia memberi tanda, empat muridnya berseragam hijau terus menutupi tubuh Siao-liong-li dengan sebuah jaring dan diringkus, kemudian sang Kokcu berkata puIa: "Bawakan sini beberapa ikat bunga cinta,"
Nyo Ko dan Siao-liong-Ii sudah bertekad ingin mati bersama, keduanya hanya saling pandang dengan tersenyum saja dan tidak ambil pusing terhadap segala tindak perbuatan Kongsun Kokcu.Selang tidak lama, se-konyong2 dari luar kamar teruar bau harum semerbak yang memabokkan, Waktu Nyo Ko berdua menoleh, terlihatlah belasan anak murid seragam hijau membawa masuk ber-ikat2 rangkuman bunga cinta, Tangan mereka memakai sarung kulit untuk menjaga tusukan duri bunga itu.
Ketika Kongsun Kokcu memberi tanda perintah agar rangkuman bunga cinta itu diuruk semuanya di atas badan Nyo Ko, seketika Nyo Ko merasa sekujur badan se-akan2 digigit oleh be-ribu2 lebah sekaligus, kaki tangan dan segenap ruas tulang terasa sakit tak tertahan, sampai akhirnya ia mengerang kesakitan.
Siao-liong-li merasa pedih dan kasihan serta gusar pula, ia membentak Kongsun Kokcu: "Kau-berbuat apaan ini?"
Dengan tegas Kongsun Kokcu berkata: "Liu-ji, sekarang adalah waktu upacara pernikahan kita harus berlangsung, tapi bocah ini telah mengacau ke sini sehingga saat bahagia kita telah dibikin berantakan olehnya, Sebenarnya aku tidak pernah kenal dia dan tiada permusuhan apapun, apalagi dia adalah kenalanmu yang lama, asalkan dia mau taat kepada sopan santun sebagai seorang tamu, dengan sendirinya akupun akan melayani dia dengan hormat, tapi sekarang urusan sudah begini terpaksa...". sampai di sini ia memberi tanda agar anak muridnya keluar semua, ia menutup pintu kamar, lalu menyambung pula: "sekarang aku minta kau memilih sendiri, ingin dia mati atau hidup, semuanya bergantung kepada keputusanmu."
Di bawah tusukan duri bunga cinta yang tak terhitung banyaknya itu, sungguh rasa derita Nyo Ko tak tertahankan, cuma dia tidak ingin si nona menyusahkannya, maka sebisanya dia mengertak gigi dan tutup mulut menahan rasa sakit.
Siao-liong li memandangi muka anak muda itu dengan penuh rasa kasih mesra, pada saat itu juga racun duri bunga cinta yang melukai jarinya itu kumat lagi sehingga kesakitan, diam2 ia pikir: "Aku cuma tertusuk sedikit saja sudah begini sakit, apalagi dia sekarang sekujur badan ditusuki duri itu, mana dia tahan!"
Rupanya Kongsun Kokcu tahu isi hati si nona, katanya: "Liu-ji, dengan setulus hati aku ingin mengikat perjodohan denganmu, semua itu timbul dari cintaku padamu secara murni dan sama sekali tiada maksud buruk, dalam hal ini kau sendiri tentu paham."
Siao liong-li-mengangguk dan menjawab dengan pilu "Kau memang sangat baik padaku, sebelum dia datang ke sini senantiasa kau menuruti segala keinginanku." - ia menunduk sejenak dan menghela napas panjang, lalu berkata pula:" Kongsun siansing, kalau saja engkau tidak menemukan diriku tempo hari dan tidak menyelamatkan jiwaku sehingga aku sudah mati tanpa persoalan, maka segalanya tentu akan lebih baik bagi kita bertiga-Tapi sekarang kalau engkau memaksa aku menikah denganmu, tentu aku tidak akan gembira selama hidup ini dan apa manfaatnya pula hal ini bagimu?"
Kembali kedua alis Kongsun Kokcu mengerut rapat, dengan berat ia berkata: "Selamanya aku bicara satu tetap satu, bilang dua tetap dua, se-kali2 tidak sudi ditipu dan dihina orang, Kau sendiri sudah berjanji akan menikah dengan aku, maka janji itu harus ditepati Mengenai suka duka atau sedih bahagia memang dapat berubah dan sukar diduga, biarlah kita ikuti saja kelanjutannya nanti"
Kemudian dia menyambung pula: "Sekujur badan orang ini telah terluka oleh duri bunga cinta, selang setiap satu jam rasa, sakitnya akan bertambah satu bagian puIa, sesudah 6 x 6 - 36 hari nanti dia akan mati karena rasa sakit tak tertahankan. Tapi dalam waktu 12 jam aku akan dapat menyembuhkan dia dengan obat mujizat buatanku sendiri, selewatnya 12 jam biarpun malaikat dewata juga tidak sanggup menolongnya. Maka dia harus mati atau hidup semuanya bergantung padamu" sembari bicara ia melangkah pelahan ke pintu , kamar dan membuka pintu, lalu menoleh dan berkata lagi: "Jikalau lebih suka dia mati kesakitan secara tersiksa, ya, terserah juga kepadamu, bolehlah kau menunggunya 36 hari di sini dan menyaksikan kematiannya. Li-ji, sama sekali aku tiada bermaksud membikin celaka dirimu, untuk ini kau tidak perlu kuatir." - Habis berkata segera ia hendak melangkah keluar
Siao-liong-li percaya apa yang dikatakan itu bukan omong kosong belaka, ia pikir kalau saja dirinya dapat mati bersama Nyo Ko, maka segala urusan akan menjadi beres seluruhnya, Tapi Kongsun Kokcu justeru memakai cara keji ini, tampaknya Nyo Ko sedang menahan rasa sakit, hal ini jelas kelihatan dari tubuh anak muda itu yang gemetaran, bibirnya tergigit hingga berdarah, kedua matanya yang jeli dan bersinar tajam itu kini tampak guram.
Terbayang olehnya betapa menderitanya anak muda itu, apabila rasa sakit itu semakin bertambah pada setiap jam dan terus menerus tersiksa hingga 36 hari lamanya, mungkin di akhirat sekalipun tiada siksa derita sehebat itu.
Mengingat begitu, ia menjadi nekat dia berkata: "Baiklah, Kongsun-siansing, kujanji akan menikah dengan kau, lekas kau membebaskan dia dan ambilkan obat untuk menolongnya,"
Sejak tadi Kongsun Kokcu mendesak Siao-liong li, tujuannya justeru ingin si nona mengucapkan demikian, apa yang didengarnya sekarang membuatnya bergirang tapi juga iri dan gemas, ia tahu sejak kini perempuan ini hanya akan merasa benci dan dendam padanya dan se-kali2 takkan ada rasa cinta.
Namun begitu iapun mengangguk dan menjawab: "Baik, pikiranmu sudah berubah, betapapun ada baiknya bagi kita! Malam nanti setelah resmi kita menjadi suami-isteri, besok pagi segera kuberikan obat penawar padanya."
"Silahkan kau mengobati dia lebih dahulu," ujar Siao-liong-li
"Liu-ji, tampaknya kau terlalu memandang rendah padaku," kata Kongsun Kokcu, "Biarpun kau sudah berjanji akan menjadi isteriku, tapi sebenarnya kau tidak sukarela, memangnya aku tidak tahu isi hatimu dan masakah aku dapat menyembuhkan dia lebih dulu?" sembari berkata ia terus melepaskan jaring ikan yang membungkus tubuh Siao-liong-li itu. lalu meninggalkan nona itu bersama Nyo Ko di dalam kamar.
Kedua muda-mudi saling pandang dengan bungkam, sampai sekian lama barulah Nyo Ko membuka suara dengan pelahan: "Kokoh, aku sangat bahagia mendapatkan cintamu yang murni, biarpun di alam baka juga aku akan terhibur, BoIehlah kau pukul mati saja dan engkau lekas kabur sejauhnya dari sini,"
Siao-liong-li pikir gagasan ini juga baik, setelah kupukul mati dia, segera akupun membunuh diri. Segera ia mengangkat tangannya dan mengerahkan tenaga dalam.Dengan tersenyum simpul dan sorot mata yang halus Nyo Ko memandangi Siao-liong-li dengan rasa bahagia, desisnya dengan lirih: "Saat ini adalah malaman pengantin kita berdua,"
Melihat wajah si Nyo Ko yang bersuka ria itu, tiba2 timbul lagi pikiran Siao-liong-li: "Anak muda yang begini cakap, apa dosanya sehingga Thian harus membuat dia mati konyol sekarang."
Tiba2 dada terasa sesak, tenggorokan terasa anyir, darah segar hampir tertumpah lagi, tenaga dalam yang sudah terhimpun di tangan Siao-liong-li itu lenyap seketika, Mendadak ia menubruk ke atas tubuh yang terbungkus jaring dan penuh bunga cinta itu, seketika beribu duri bunga itu mencocok tubuhnya, tapi dengan suara halus dia berbisik "Ko-ji biarlah kita sama-sama menderita."
"Buat apa kau berbuat begitu?" tiba2 suara seorang menjengek di belakangnya. "Apakah rasa sakit tubuhmu itu dapat mengurangi rasa deritanya?"
Jelas itulah suara Kongsun Kokcu. Siao-liong li memandang Nyo Ko sekejap dengan perasaan remuk rendam, pe-lahan2 ia memutar tubuh dan melangkah keluar kamar dengan menunduk dan tanpa berpaling lagi.
"Adik Nyo," kata Kongsun kokcu kepada -Nyo Ko, "lewat enam jam lagi nanti kubawakan obat mujarab untuk menolong kau. Selama enam jam ini kau harus berpikiran tenang dan bersih, sedikitpun tidak boleh timbul pikiran menyeleweng atau napsu birahi, dengan begitu walaupun ada rasa sakit juga tidak seberapa hebat,"
Habis berkata ia terus keluar dan merapatkan pintu kembali. Begitulah tubuh Nyo Ko tersiksa dan hatipun sakit.
"Tadi mengapa Kokoh tidak jadi memukul mati aku saja?" demikian ia pikir. "Segala macam siksa derita yang pernah kurasakan kalau dibandingkan apa yang kurasakan sekarang sungguh bukan apa2. Kokcu ini sungguh keji, mana aku boleh mati begitu saja dan meninggalkan Kokoh berada dalam cengkeramannya dan menderita selama hidup. Apalagi, sakit hati kematian ayahnya belum terbalas, mana boleh manusia munafik sebangsa Kwe Cing dan Ui Yong tidak diberi ganjaran yang setimpal.
Berpikir begitu, serentak timbul semangatnya: "Tidak, aku tidak boleh mati betapapun tidak boleh mati sekalipun Kokoh menjadi nyonya rumah di sini juga akan kubebaskan dia dari cengkeraman Kokcu yang keji itu. Selain itu aku masih harus giat berlatih untuk menuntut balas sakit hati kematian ayah-ibu."
Dengan tekad harus tetap hidup, segera ia duduk bersila, meski terjaring dan tidak dapat berduduk dengan baik, namun tenaga dalam dapat juga dikerahkan dan mulailah dia bersemedi.
Selang agak lama, sudah lewat lohor, datanglah seorang murid seragam hijau dengan membawa sebuah piring berisi empat potong roti tawar. Katanya kepada Nyo Ko: "Kokcu mengadakan pesta nikah, biar kaupun ikut makan yang kenyang,"
Segera ia ambilkan panganan seperti roti tawar itu dan menyuapi Nyo Ko melalui lubang jaring itu, Tangannya terbungkus oleh kain tebal untuk menjaga cocokan duri bunga cinta.
Tanpa ragu Nyo Ko menghabiskan empat potong kue itu, ia pikir kalau hendak perang tanding dengan Kokcu bangsat itu, maka aku tidak boleh kelaparan dan merusak tubuhku sendiri.
"Eh, tampaknya napsu makanmu cukup besar juga," ujar murid seragam nyau itu dengan tertawa, pada saat itulah tiba2 bayangan hijau berkelebat, secara diam2 telah menyelinap masuk pula seorang murid baju hijau, dengan berjinjit ia mendekati orang pertama tadi, mendadak ia hantam sekuatnya di punggung orang itu, sebelum orang pertama sempat melihat siapa pendatang itu sudah lebih dulu dipukul pingsan.
Waktu Nyo Ko mengamati, ternyata penyergap itu bukan lain daripada Kongsun Lik-oh, ia berseru kaget. "He, kau..."
"Sssst, jangan bersuara, Nyo-toako, kudatang untuk menolong kau!" desis Kongsun Lik-oh.
Ia menutup dulu pintu kamar, menyusul ia membukakan ikatan jaring dan menyingkirkan timbunan bunga cinta serta mengeluarkan Nyo Ko.
Nyo Ko menjadi ragu2 dan berkata: "Wah, jika diketahui ayahmu...."
"Biarlah kutanggung akibatnya," ujar Kongsun Lik-oh sambil memetik secomot bunga cinta dan dijejalkan ke dalam mulut murid baju hijau agar tidak dapat berteriak bila sudah siumafi nanti.. Habis itu ia bungkus pula orang itu dengan jaring ikan serta ditimbuni bunga cinta, Lalu bisiknya kepada Nyo Ko: "Nyo-toako, kalau ada orang datang, hendaklah, kau sembunyi di belakang pintu. Kau keracunan bunga cinta, akan kuambilkan obat penawarnya ke kamar obat ayah sana."
Nyo Ko sangat berterima kasih, iapun tahu si nona sengaja menghadapi bahaya besar itu untuk menolongnya padahal mereka berkenalan belum ada satu hari, tapi nona itu rela mengkhianati bahaya sendiri untuk menolongnya, dengan terharu ia berkata pula: "Nona, aku....aku....". namun ia tidak mampu meneruskan lagi.
Kongsun Iik-oh. tersenyum bahagia, ia rela dlhukum mati ayahnya melihat betapa terima kasih anak muda itu kepadanya. Segera ia berkata pula:
"Kau tunggu sebentar segera kukembali ke sini."
Habis itu ia menyelinap keluar.
"Mengapa dia begitu baik terhadapku?" demikian Nyo Ko ter-mangu2 dan merenungkan nasibnya sendiri, ia pikir meski dirinya berulang mengalami nasib buruk dan sejak kecil dihina dan dianiaya orang, namun di dunia ini ternyata juga tidak sedikit orang yang berbaik hati padanya.
Selain Kokoh, ada pula Sun-popoh. Ang Chit-kong, juga ayah angkatnya, yaitu Auyang Hong serta Ui Yok-su ditambah lagi nona cantik seperti Thia Eng, Liok Bu-siang serta Kongsun Lik-oh sekarang ini, semuanya sangat baik padanya.
Nyo Ko menjadi heran sendiri apa barangkali bintang kelahirannya yang terlalu aneh sehingga ada manusia yang begitu kejam padanya, tapi juga banyak manusia yang teramat baik padanya.
Padahal sebenarnya pengalamannya yang terlalu luar biasa, orang yang pernah dikenalnya kalau tidak teramat baik padanya tentu terlalu jahat padanya, soalnya karena wataknya yang cenderung ke sudut ekstrim, siapa yang cocok dengan wataknya akan dihadapi dengan tulus ikhlas, sebaliknya kalau tidak cocok akan dipandangnya sebagai musuh.
Cara beginilah dia menghadapi orang lain dan dengan sendirinya orang lain juga membalasnya dengan cara yang sama.Begitulah dia menunggu sampai sekian lama dengan sembunyi di belakang pintu, tapi sampai lama Kongsun Lik-oh masih belum nampak muncul lagi, sementara itu si murid baju hijau sudah siuman sejak tadi, karena terbungkus oleh jaring ikan dan ditimbuni pula bunga cinta, kelihatan dia merasa cemas dan gusar pula.
Semakin lama menunggu semakin kuatir pula Nyo Ko, semula ia pikir mungkin di kamar obat itu ada orang sehingga belum ada peluang bagi Kongsun Lik-oh untuk mencuri obat, tapi lama2 ia pikir, urusannya tentu tidak begitu sederhana, biarpun gagal mencuri obat tentu si nona akan kembali memberitahukannya, tampaknya urusan banyak buruk daripada selamatnya, Kalau si nona mati menghadapi bahaya bagiku, mengapa kudiam saja di sini dan tidak berdaya untuk menolongnya.
Ia coba membuka pintu sedikit, dari celah pintu ia mengintip keluar, syukur di luar sunyi senyap tiada seorangpun dengan pelahan ia terus menyelinap keluar. Tapi ia menjadi bingung karena tidak tahu di mana beradanya Kongsun Lik-oh.
Sedang bingung, tiba2 terdengar suara tindakan orang di tikungan sana, cepat ia sembunyi di balik tikungan sebelah sini sejenak kemudian dua anak murid seragam hijau tampak mendatangi dengan jalan berjajar, tangan masing2 memegang sebilah pentung yang biasanya dipakai sebagai alat perangkat pesakitan..."
Tergerak hati Nyo Ko: "Apakah mungkin Kongsun Lik-oh tertangkap oleh ayahnya dan sedang akan diberi hukuman?" Segera ia mengikuti kedua orang itu dengan hati-hati.
Kedua orang itu sama sekali tidak tahu, mereka berjalan terus dan membelok kesana dan menikung kesini, akhirnya sampai di depan sebuah kamar, segera mereka berseru: "Lapor Kokcu, alat rangket sudah siap" - Lalu mereka mendorong pintu dan masuk ke dalam.
Hati Nyo Ko menjadi berdebar, "Kokcu bangsat itu ternyata benar ada di sini," katanya di dalam hati.
Dilihatnya sebelah timur kamar itu ada jendela, segera ia merunduk ke bawah jendela dan melongok ke dalam, benar juga kelihatan Kongsun Lik-oh sudah tertawan di situ. Tertampak Kokcu duduk di tengah, dua muridnya dengan pedang terhunus berjaga di kanan-kiri Kongsun Lik-oh
Setelah alat rangket diterima, segera Kongsun Kokcu mendengus: "Lik-ji, kau adalah darah daging-ku sendiri, sebab apa kau tega mengkhianati ayahmu?"
Kongsun Lik-oh hanya menunduk dan tidak menjawab.
"Kau telah jatuh hati kepada bocah she Nyo itu, memangnya kau kira aku tidak tahu?" jengek pula Kongsun Kokcu, "Aku kan sudah menyatakan akan membebaskan dia, mengapa kau ter-buru2. Bagaimana kalau besok juga ayah bicara dengan dia dan menjodohkan kau padanya?"
Nyo Ko bukan pemuda dungu, dengan sendirinya iapun mengetahui Kongsun Lik-oh itu jatuh cinta padanya, sekarang mendengar orang lain mengutarakan hal itu secara terang2an, betapapun jantungnya berdetak keras dan air muka menjadi merah.
Se-konyong2 Kongsun Lik-oh angkat kepalanya dan berkata nyaring: "Ayah, saat ini engkau lagi memikirkan "perkawinanmu" sendiri, mana engkau sempat memikirkan kepentingan putrimu?"
Kongsun Kokcu hanya mendengus saja dan tidak menanggapi.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang