Jilid 10

3.5K 50 0
                                    

Sun-popoh terpepet dipojok tembok, ia bermaksud tarik Nyo Ko buat menerjang keluar, tetapi barisan telah dipasang kuat oleh para imam itu tetap menahan dia ditempatnya, sudah beberapa kali Sun-popoh berusaha menerjang lagi, tetapi selalu didesak mundur kembali.

Sebenarnya kalau Sun-popoh seorang diri saja, maka kepandaian para imam ini sekaH2 tidak nanti bisa merintanginya, cuma sekarang ia harus membagi perhatiannya untuk melindungi Nyo Ko, maka ilmu kepandaiannya menjadi tak bisa dikeluarkan seluruhnya.

Sesudah belasan jurus lagi, Thio Ci-kong, adik, seperguruan Thio Ci-keng, yang ditugaskan mengepalai penjagaan pendopo depan, ketika mengetahui lawan sudah tak berdaya lagi, segera ia memberi perintah menyalakan api lilin.

Sejenak kemudian tertampaklah belasan lilin raksasa telah menyala terang diseluruh ruangan pendopo itu, muka Sun-popoh yang tersorot api lilin itu ter-tampak pucat seram, mukanya yang memang jelek kini kelihatannya lebih menakutkan lagi.

"Jaga rapat dan berhenti dulu menyerang," tiba2 Thio Ci-kong berseru.

Karena itu, ketujuh imam yang mengerubuti Sun-popoh tadi segera melompat mundur ke belakang, tetapi mereka masih bersiap dan menjaga di tempat masing2 dengan kuat.

Sun-popoh menarik napas lega sesudah kepungan musuh menjadi kendur.

"Hm, nama Coan-cin-kau yang disegani di seluruh jagat nyata bukan omong kosong belaka," demikian ia masih mengejek "Coba, belasan orang muda kuat bersama mengerubuti seorang nenek yang loyo dan seorang anak kecil, hm, hm, sungguh lihay, sungguh hebat !"

Muka Thio Ci-kong menjadi merah oleh ejekan orang.

"Kami tidak pandang apa kau orang tua atau dia anak kecil," demikian ia coba menjawab, "kami hanya ingin menangkap penyatron yang berani terobosan di Tiong-yang-kiong kami, baik kau nenek2 ataupun laki2 sejati, kalau sudah berani masuk ke sini dengan tubuh tegak, maka sedikitnya harus keluar dengan tubuh membungkuk

"Hm, apa artinya tubuh membungkuk ?" sahut Sun-popoh dengan tertawa dingin, "Apa kau maksudkan nenekmu yang tua ini harus merangkak keluar dari sini, ya bukan ?"

Ci-kong tadi telah merasakan tempelengan orang tua ini dan sampai sekarang masih terasa sakit, sudah tentu dia tidak mau selesai dengan begitu saja.

"Jika kau ingin pergi bebas, itupun tidak sukar, asal kau mau turut tiga syarat kami," demikian katanya kemudian, "Pertama, kau telah melepaskan tawon dan mencelakai Thio-suheng, maka obat penawarnya tadi harus kau tinggalkan. Kedua, anak ini adalah murid Coan-cin-kau, kalau tidak mendapat idzin Cosuya, mana boleh dia melepaskan diri dari ikatan perguruan secara gampang, maka dia harus kau tinggalkan juga di sini. Dan ketiga, kau telah berani menerobos masuk ke Tiong-yang-kiong, kau harus menjura di depan "pemujaan Tiong-yang Cosu untuk minta maaf.""Hahahaaa," tiba2 Sun-popoh menjawab dengan gelak-ketawanya, "Memang sudah sejak dulu aku katakan pada Siao-liong-li kami bahwa para imam Coan-cin-kau tiada satupun yang berguna, nah, buktinya apa sekarang, kapan perkataan nenekmu pernah salah? - Baiklah, segera aku berlutut dan menjura minta maaf padamu."

Sambil berkata, betul juga ia lantas membungkuk hendak berlutut

Tindakan orang tua ini justru sama sekali tak diduga Thio Ci-kong sebelumnya, karena itu ia menjadi tertegun, sementara ia lihat Sun-popoh betul2 telah bertekuk lutut dan pada saat itu juga, se-konyong2 berkelebatlah sinar mengkilap, tahu2 sebuah Am-gi atau senjata rahasia menyambar ke arahnya.

"Haya !" teriak Ci-kong saking kaget. Lekas juga ia hendak berkelit, akan tetapi menyamber-nya Am-gi itu ternyata secepat kilat, tidak ampun lagi tepat menancap di pundak kirinya.

Kiranya itu adalah sebuah anak panah kecil yang terpasang di punggung di dalam baju, asal orangnya menundukan kepalanya, maka anak panah itu lantas menjeplak dan menyamber keluar dengan cepat hingga sukar untuk menghindarinya.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now