Jilid 12

2.4K 43 0
                                    

Akan tetapi karena selama itu musuh2nya tiada satupun yang sanggup melawan ilmu silat Ong Tiong-yang yang tinggi, maka kedua batu raksasa ini selamanya belum pernah terpakai. Dan sewaktu Ong Tiong-yang harus menyerahkan kuburan kuno ini kepada Cosu-popoh, ia telah memberitahukan juga semua alat rahasia yang dia"atut di dalam kuburan hingga akhirnya turun temurun sampai pada diriku."

"Tetapi Kokoh, mati atau hidup aku tetap akan berada di dampingmu." dengan air mata ber-linang2 Nyo Ko berkata pula.

"Apa gunanya kau mengikuti diriku terus ?" kata Siao-liong-li. "Kau bilang di dunia luar sana indah sekali, maka pergilah kau bermain sepuasnya, nanti kalau kau sudah berhasil melatih cinkeng sampai sempurna, maka tiada satupun diantara imam2 busuk Coan-cin-kau itu yang berani cari gara2 lagi padamu, Tatkala itu kau tentu bisa malang melintang di seluruh jagat, bukankah itu sangat menyenangkan ?"

Akan tetapi Nyo Ko ternyata tidak tergoyah oleh bujukan itu, tiba2 ia menubruk maju dan merangkul tubuh Siao-liong-li sambil menangis tersedu-sedan.

"Kokoh, di jagat ini hanya kau saja seorang yang sangat baik terhadapku," demikian katanya cemas, "Jika kau tak hidup lagi, pasti seumur hidupku tak akan merasa senang."
Sebenarnya watak Siao-liong-li selalu dingin dan lenyap dari segala macam perasaan, apa yang dia ucapkan pun selalu tegas dan tidak bisa ditarik kembali pula.
Tetapi aneh, entah mengapa, sesudah mendengar kata2 Nyo Ko yang diucapkan dengan setengah meratap ini, tanpa tertahan darah dalam tubuhnya se-akan2 bergolak, dalam pilunya hampir2 ia meneteskan air mata.
Tapi segera ia terkejut, teringat olehnya apa yang pernah dipesan wanti2 oleh mendiang gurunya sewaktu hendak mangkat bahwa ilmu yang dilatihnya itu adalah semacam ilmu rohaniah yang harus menghilangkan segala cita rasa serta napsu, bila sampai mengalirkan air mata karena seseorang hingga menggoncangkan perasaan, bukan saja ilmu silatnya akan punah, bahkan membahayakan jiwa sendiri pula.
Teringat oleh pesan sang guru itu, segera Siao-liong-li mendorong pergi Nyo Ko, lalu dengan lagu suara dingin ia berkata pula: "Apa yang aku katakan kau harus menurut, kau berani adu mulut dengan aku ?"
Melihat orang kembali berubah sungguh2 dan keren, Nyo Ko tak berani buka suara lagi.
Segera Siao-liong-li ikat buntalan yang sudah disiapkan itu dan diikat pada punggung Nyo Ko, ia ambilkan sebatang pedang yang tergantung di dinding.
"lni ambil, sebentar bila aku katakan pergi, segera juga kau harus angkat kaki, begitu keluar dari kuburan ini, seketika juga kau lepaskan batu raksasa penutup pintu itu," dengan suara bengis Siao-Iiong-li memesan sambil menyerahkan pedang tadi.
"lngat, Supek-mu teramat lihay, kesempatan sedetik saja bila ayal akan segera hilang, maka kau mau turut tidak perkataanku ini ?"
"Aku menurut," sahut Nyo Ko dengan suara berat.
"Jika kau tidak melakukan apa yang aku katakan, di alam baka sekalipun aku akan benci padamu," kata Siao-liong-Ii pula. "Dan sekarang marilah berangkat !"
Habis berkata, ia tarik tangan Nyo Ko dan membuka pintu untuk keluar ke ruangan semula.
DahuIu Nyo Ko pernah menyentuh tangan Siao-liong-li yang selamanya terasa dingin bagai es, tetapi kini demi tangannya dipegang orang pula, tiba2 ia merasa tangan Siao-Iiong-li sebentar dingin dan sebentar lagi hangat, ternyata berlainan sekali dengan biasanya.
Tetapi karena perasaannya sedang bergoIak, maka urusan inipun tidak sempat dia pikirkan lagi, ia hanya ikut Siao-Iiong-li keluar kembali.
Sambil meraba satu dinding batu Siao-liong-li berpesan lagi pada Nyo Ko: "Di dalam kamar inilah mereka berada, sebentar bila aku pancing menyingkir Suci, segera kau terjang keluar melalui pintu ujung barat-laut, Bila Ang Ling-po mengejar kau, boleh kau lukai dia dengan Giok-hong-soa (pasir tawon putih)."
Nyo Ko tidak menjawab sebab perasaannya tidak kepalang kusutnya, ia hanya mengangguk saja.
Giok-hong-soa atau pasir tawon putih yang disebut Siao-liong-li itu adalah Am-gi atau senjata gelap Ko-bong-pay yang khas, Dahulu Lim Tiao-eng disegani di kalangan Bu-lim disebabkan dia memiliki dua macam Am-gi yang sangat lihay, satu diantaranya adalah Peng-pek-gin-ciam yang dipakai Li Bok-chiu itu dan yang lain adalah Giok-hong-soa ini.
Bentuk Giok-hong-soa ini segi enam dan terbikin dari pasir emas yang digembleng pula dengan racun tawon putih, meski bentuknya kecil lembut, tetapi karena terbuat dari emas yang berat, maka waktu dihamburkan dapat mencapai jarak jauh. Tetapi karena Am-gi ini terlalu keji, maka selamanya jarang digunakan Lim Tiao-eng.Guru Siao-liong-li tahu akan jiwa Li Bok-chiu yang tidak gampang dikendalikan dan tidak sudi tinggal selamanya di dalam kuburan, maka yang diturunkan kepadanya hanya Peng-pek-gin-ciam, sedang Giok-hong-soa tidak diajarkan padanya.
Begitulah, maka setelah Siao-liong-li tenangkan semangatnya, segera ia menekan suatu alat rahasia di atas dinding batu, menyusul terdengarlah suara "krak-krak" beberapa kali, ternyata dinding batu itu telah menggeser terbuka sendiri Dan begitu dinding melekah, tanpa ayal Siao-liong-li ayun selendang suteranya, sekaligus ia serang kedua lawannya, Li Bok-chiu dan Ang Ling-po, serangannya cepat dan orangnya ikut melayang maju juga dengan gesit.
Tatkala itu Li Bok-chiu sudah dapat melepaskan tutukan Hiat-to pada tubuh Ang Ling-po, ia telah damperat muridnya ini yang tak becus sampai kena diingusi satu "anak kemarin"
Habis itu guru dan murid berdua ini telah meraba keadaan dalam kuburan kuno itu hingga akhirnya tujuh atau delapan kamar sudah dapat dibobolkan dan masih hendak masuk lebih dalam lagi.
Tentu saja mereka menjadi kaget ketika mendadak nampak Siao-liong-li malah menyerbu ke-luar, Lekas2 Li Bok-chiu ayun senjata kebut untuk menangkis serangan selendang sutera orang.
Kebut dan selendang sutera semuanya adalah benda yang lemas, kini lemas lawan lemas, namun Li Bok-chiu terlebih ulet, maka begitu kedua senjata saling beradu, seketika selendeng sutera Siao-liong-li menggulung balik.
Tetapi Siao-liong-li tidak andalkan serangan tadi saja, ketika ujung selendang membalik, sebelah ujung yang lain segera menyamber maju pula, sekejap mata saja ia sudah melontarkan beberapa kali serangan, begitu lemas saja penampilan selendangnya hingga se-akan2 sedang menari.
Dalam kagetnya tadi Li Bok-chiu menjadi dongkol pula, "Nyata Suhu memang tak adil, bila kah dia pernah mengajarkan kepandaian padaku seperti Sumoay ini ?" demikian ia membatin.
Akan tetapi karena ia menaksir masih sanggup menandingi sang Sumoay, maka sementara tipu serangan mematikan belum dia lontarkan, sebaliknya ia justru mengulur tempo hendak menyaksikan ilmu silat lihay apa yang telah diajarkan kepada Siao-liong-li oleh gurunya.
Dilain pihak Ang Ling-po ternyata tidak tinggal diam.
Selama hidup ia sangat bangga atas dirinya yang pintar dan cerdik, siapa tahu hari ini bisa terjungkal dibawah tangan satu "anak kemarin", bahkan dirinya telah dipermainkan setengah harian oleh orang yang berlagak tolol dan untuk ini sedikitpun dirinya ternyata tidak mengetahui, keruan saja tidak kepalang gemasnya.
Dalam pada itu ia lihat sang Suhu dengan sengitnya sedang menempur sang Susiok, maka kesempatan ini hendak dia gunakan untuk balas dendam.
"Hayo, Sah Thio, kau keparat ini betul2 kurangajar," demikian segera ia bentak Nyo Ko dengan suara garang, Habis ini ia lolos sepasang pedangnya sambil melangkah maju, lalu ia membentak lagi : "lni lihat, akan ku iris batang hidung-mu !"
Nampak orang cukup kalap, terpaksa Nyo Ko harus angkat pedang buat menangkis.
Sebenarnya kalau dalam keadaan biasa, turuti adat Nyo Ko, tentu dia akan keluarkan kata2 sindiran untuk menggoda orang, tetapi kini kare-teringat dirinya bakal berpisah dengan Siao-liong-li, maka matanya telah basah mengembeng air hingga pandangannya menjadi remang2, karena itu atas serangan orang ia hanya menangkis asal menangkis saja, sama sekali ia tidak melakukan serangan balasan.
Di pihak sana setelah Ang Ling-po melontarkan beberapa kali serangan, meski tidak bisa melukai Nyo Ko, namun melihat gerak tangan orang seperti tak bertenaga, ia menyangka kepandaian bocah ini hanya sekian saja, keruan ia tambah gemas dan penasaran kena diingusi orang.
Sementara itu setelah saling gebrak belasan jurus antara Li Bok-chiu dan Siao-Iiong-li, mendadak yang tersebut duluan itu putar kebutnya hingga selendang sutera Siao-liong-li kena terlibat.
"Sumoay, lihatlah kepandaian Suci-mu ini," kata Li Bok-chiu.
Habis berkata, se-konyong2 ia getarkan kebutnya dengan tenaga dalam karena itu, selendang sutera lawannya segera terputus menjadi dua.
Ilmu kepandaian yang diunjukkan Li Bok-chiu ini memang lihay luar biasa, Biasanya dalam pertarungan senjata tajam melawan senjata tajam, untuk mematahkan senjata lawan saja sangat sulit, apalagi kini baik kebut maupun selendang tergoIong benda2 yang lemas, tetapi Li Bok-chiu toh sanggup membetot putus selendang sutera itu, sungguh hal ini berpuluh kali lipat lebih sukar daripada mematahkan senjata tajam yang keras.
Sungguhpun demikian, namun Siao-liong-Ii sedikitpun tidak menjadi jeri oleh kepandaian orang.
"Hm, sekalipun kepandaianmu bagus, kau mau apa lagi ?" sambutnya dingin, Berbareng itu tiba2 ia gunakan separoh selendangnya yang terputus itu untuk menyerang, sekali dia ayun, tahu2 ujung kebut Li Bok-chiu kena terlilit juga, menyusul ini ujung selendang yang lain segera menyamber dan melilit pula garan kebut yang terbikin dari kayu, ketika yang satu ditarik ke kiri dan yang lain di-betot ke kanan, maka terdengarlah suara "pletak", nyata kebut Li Bok-chiu juga telah kena dipatahkan.
Kalau mempersoalkan kekuatan, serangan balasan Siao-liong-li ini memang belum bisa melebihi tenaga betotan Li Bok-chiu yang memutuskan selendang dengan tenaga getaran tadi, tetapi tepatnya, kesebatannya mengeluarkan serangan balasan cukup membikin Li Bok-chiu tak berdaya.
Begitulah, maka Li Bok-chiu rada terperanjat juga oleh serangan kilat tadi, namun segera ia buang garan kebut yang patah itu, lalu dengan tangan kosong merangsang maju hendak merebut selendang Siao-liong-li.
Karenanya Siao-Iiong-li di desak hingga terus mundur ke belakang.
Setelah belasan jurus berlalu lagi, akhirnya Siao-liong li telah mundur sampai di dekat dinding batu sebelah timur, tampaknya untuk mundur lebih jauh sudah tidak mungkin lagi.
Dalam keadaan demikian, mendadak ia baliki sebelah tangannya terus menekan pada tembok batu sambit berteriak: "Ko-ji, lekas pergi !"
Berbareng dengan itu terdengarlah suara "krak" yang keras, ternyata di ujung barat-daya sana telah terbuka satu lobang, Sungguh terkejut sekali Li Bok-chiu, dengan cepat ia putar tubuh hendak merintangi larinya Nyo Ko. Akan terapi Siao-liong-li lidak membiarkan lawannya sempat memutar, ia buang selendang suteranya, dengan kedua tangannya, sekaligus ia menyerang dengan tipu2 yang mematikan.
Karena terpaksa, dengan sendirinya Li Bok-chiu memutar balik untuk menangkis serangan itu.
"Ayo, Ko-ji, lekas kau berangkat !" teriak Siao-Iiong-li pula.
Semula Nyo Ko agak ragu2, ia coba memandang Siao-liong-li, namun segera dia insaf bahwa urusan ini tak mungkin bisa ditarik kembali Iagi.
"Kokoh, pergilah aku !" demikian teriaknya segera. berbareng ia ayun pedang dan susul menyusul menyerang tiga kali, semuanya ia arahkan ke muka Ang Ling-po.
Oleh karena tadi Ang Ling-po melihat gerak pedang Nyo Ko tak bertenaga, maka sama sekali dia tak duga bahwa mendadak Nyo Ko bisa melontarkan serangan berbahaya ini, dalam keadaan kepepet, terpaksa ia melompat mundur ke belakang.
Karena kesempatan inilah, begitu Nyo Ko geraki tubuhnya, tahu2 ia sudah menyerobot keluar pintu gua tadi, namun demikian, ia masih coba menoleh hendak memandang lagi pada Siao-liong-li untuk penghabisan kalinya.
Sebenarnya kalau dia tidak menoleh buat memandang, tetapi terus pergi begitu saja, kelak entah betapa banyak kesulitan akan terhindar dan berkurang dengan macam2 godaan, tetapi karena Nyo Ko dilahirkan dengan watak dan perasaan yang penuh kemanusiaan, meski berada dalam keadaan yang sangat berbahaya, toh ia masih ingin memandang sekali lagi pada Siao-liong-Ii.
Justru oleh karena pandangan inilah, seumur hidup Nyo Ko lantas berubah juga nasibnya.
Siao-liong-li melawan kakak seperguruan sendiri dengan sama2 bertangan kosong, kalau hanya beberapa puluh jurus saja belum tentu dia akan dikalahkan, tapi oleh karena kepergian Nyo Ko yang bayangan tubuhnya berkelebat keluar pintu, tiba2 teringat oleh Siao-liong-li bahwa dengan perginya Nyo Ko ini mereka tak akan bersua lagi untuk se-lama2nya, maka dadanya tiba2 se-akan2 menjadi sesak, matanya pun menjadi sepat dan ingin meneteskan air mata.
Selama hidup Siao-liong-li tidak pernah terguncang perasaan murninya, siapa tahu hari ini saja sudah dua kali ia hampir menangis, keruan seketika ia tersadar dan luar biasa terkejutnya, justru pertandingan diantara jago silat sedikitpun pantang teledor, sedikit tertegunnya tadi yang sejenak saja telah digunakan Li Bok-chiu dengan baik, se-konyong2 ia berhasil mencengkeram "hwe-cong-hiat" pergelangan tangan Siao-liong-li, menyusul ini sebelah kakinya menjegal, keruan saja Siao-liong-li tak sanggup berdiri tegak, ia kena dirobohkan ke lantai.Pada saat robohnya Siao-liong-li itulah, saat itu juga Nyo Ko tepat sedang menoleh memandangnya, Dengan sendirinya luar biasa kagetnya demi dilihatnya sang guru hendak dicelakai Li Bok-chiu, darahnya seketika mendidih, dalam keadaan demikian, sekalipun langit ambruk atau bumi terbalik juga tidak dia hiraukan lagi.
"Jangan mencelakai Kokoh !" demikian ia berteriak Berbareng ini ia menubruk masuk kembali, dari belakang segera ia merangkul pinggang Li Bok-chiu dengan kencang.
Tipu serangan Nyo Ko ini betul2 "diluar kamus silat", sama sekali tidak terdapat dalam teori persilatan golongan manapun, hanya saking kuatirnya Nyo Ko tidak pikirkan apakah rangkulannya ini masuk akal atau tidak, yang dia pikir hanya menolong Siao-liong-li saja.
Sebaliknya karena Li Bok-chiu hanya memikir hendak tawan Siao-liong-li, maka se-kali2 tak diduganya bahwa Nyo Ko yang sudah kabur keluar itu bisa masuk kembali, bahkan terus menubruk punggungnya, karena tak ter-sangka2, maka pinggangnya seketika kena terangkul kencang dan tak dapat dilepaskan meski dia coba me-ronta2.
Walaupun tindak-tanduk Li Bok-chiu biasanya sangat kejam dan tidak suka terikat oleh segala adat-istiadat umum, namun tubuhnya yang suci bersih senantiasa dia jaga baik2, oleh sebab itu, meski sudah beberapa puluh tahun berkelana di dunia Kangouw toh dia masih tetap bertubuh perawan, tetapi kini mendadak dirangkul Nyo Ko se-kencang2nya, seketika terasa olehnya semacam hawa hangat kaum lelaki se-akan2 menembus punggungnya terus masuk ke lubuk hatinya, tanpa tertahan seluruh badannya menjadi lemas tak bertenaga, mukanyapun berubah merah.
Dahulu waktu di daerah Kanglam sebelah matanya sampai kena ditotol buta oleh burung merahnya Nyo Ko, soalnya juga disebabkan oleh rangkulan Nyo Ko, tatkala itu Nyo Ko masih kecil, namun toh sudah memiliki bau laki2 umumnya yang khas, siapa tahu kejadian mana kini bisa terulang lagi, apa pula kini Nyo Ko sudah berupa pemuda, maka hawa hangat yang mengalir keluar dari tubuhnya itu lebih2 menggoncangkan perasaan kaum wanita.
Oleh karena rangkulan Nyo Ko inilah, tangan Li Bok-chiu yang mencekal pergelangan Siao-liong-li lantas menjadi kendor, sudah tentu kesempatan ini tidak di-sia2kan Siao-liong-li, seketika ia baliki tangannya dan bergantian menekan urat nadi tangan orang, namun di lain pihak ujung senjata Ang Ling-po sudah menempel juga di punggung Nyo Ko.
Tatkala itu Siao-liong-li sudah terebah di lantai ketika dilihatnya Nyo Ko terancam bahaya, segera ia menggulingkan tubuhnya ke kiri, sekaligus ia tarik Li Bok-chiu serta Nyo Ko ke samping, dengan demikian tusukan Ang Ling-po menjadi mengenai tempat kosong,
"Ko-ji, lekas berangkat !" bentak Siao-liong-li sesudah melompat bangun.
Akan tetapi sekali ini Nyo Ko ternyata tidak turut perintahnya ia masih merangkul pinggang orang kencang-kencang.
"Tidak, Kokoh, kau saja yang pergi, aku menyikap dia begini, tidak nanti dia bisa lolos," teriak Nyo Ko.
Di lain pihak, dalam sekejap itu pikiran Li Bok-chiu sudah berputar belasan kali, sebentar ia insaf keadaan sangat membahayakan dirinya, terpaksa dia harus kumpulkan tenaga dalam untuk melepaskan diri dari pelukan orang, tetapi lain saat terasakan olehnya berada dalam pelukan Nyo Ko, rasanya begitu enak, begitu meresap hingga sukar dilukiskan.
Keruan saja Siao-Iiong-li ter-heran2, ia pikir ilmu silat sang Suci begitu tinggi, kenapa bisa ditaklukkan Nyo Ko hingga tak mampu berkutik ?
Dalam pada itu dilihatnya Ang Ling-po telah angkat pedangnya hendak menusuk Nyo Ko lagi. "Perempuan ini kurangajar terhadap diriku tadi, harus kuhajar adat padanya," demikian ia pikir dengan lekas.
Karena itu, tiba2 kedua jarinya menyentil ke batang pedang Ang Ling-po yang kiri, begitu hebat selentikan ini hingga pedangnya mendadak meloncat terus membentur pedang Ang Ling-po di tangan kanan dengan mengeluarkan suara nyaring Keruan Ang Ling-po terkejut, kedua tangannya pun linu oleh karena tenaga benturan tadi sehingga sepasang pedangnya terjatuh ke lantai, saking kaya sampai Ang Ling-po berkeringat dingin, pula ia melompat mundur.
Dan oleh karena saling beradunya kedua pedang tadi sehingga mencipratkan lelatu api, maka sekilas terlihat oleh Li Bok-chiu bahwa diantara sinar mata sang Sumoay seperti mengunjuk semacam perasaan aneh dan sedang memandang padanya dengan dingin.
Karena itu, tanpa terasa Li Bok-chiu jadi malu juga, "Anak busuk, apa kau minta mampus ?" damperatnya segera, Berbareng ini kedua lengannya tiba2 bekerja, yang satu meronta dan yang lain melepas, maka berhasil dia loloskan diri dari pelukan Nyo Ko yang "mesra", bahkan menyusul telapak tangannya terus memukul ke arah Siao- liong-li
Dengan sendirinya Siao-liong-li menangkis, tetapi segera terasa olehnya tenaga pukulan sang Suci terlalu hebat, terlalu kuat, ia sendiri baru sembuh dari luka parah. dadanya kini menjadi sakit lagi oleh karena getaran pukulan orang.
Dalam pada itu, dilihatnya Nyo Ko merangkak bangun dan kembali menubruk maju hendak membantu dirinya pula, Karuan ia sangat mendongkol
"Ko-ji, apa betul2 kau tidak mau turut perkataanku ?" bentaknya.
"Apa saja yang bibi katakan akan kuturut, hanya sekali ini saja aku tak mau turut," sahut Nyo Ko tiba2, "O, Kokoh yang baik, biarlah aku mati-hidup bersama saja dengan kau."
Mendengar lagu suara orang begitu tulus dan begitu sungguh2, kembali hati murni Siao-Iiong-li" terguncang lagi.
Sementara ia lihat Li Bok-chiu kembali melontarkan sekali gablokan pula, ia insaf kepandaian sendiri kini banyak terganggu, pukulan keras ini se-kali2 tak dapat ditangkisnya, tanpa pikir segera ia melompat ke samping, berbareng ini ia samber tubuh Nyo Ko terus melarikan diri keluar dari lubang pintu tadi.
Namun Li Bok-chiu tidak tinggal diam, segera ia menyusul di belakang orang dan ulur tangan hendak menjambret punggung Nyo Ko, "Jangan lari!" demikian bentaknya pula.
Tetapi Siao-liong-li sudah siap, tiba2 ia baliki tangannya dan berhamburlah segenggam pasir tawon putih dengan cepat ke arah Li Bok-chiu.
Begitu lihay Giok-hong-soa atau pasir tawon putih itu hingga se-akan2 tak bersuara, tetapi tahu2 sudah menyamber tiba, Namun betapapun juga Li Bok-chju terhitung sesama guru dengan Siao-liong-li, dia kenal betapa lihaynya Am-gi ini, ketika mendadak hidungnya mengendus bau manis dan harum madu tawon, dalam kagetnya sekonyong-konyong ia mengayun tubuhnya sendiri ke belakang, karena perbuatannya ini sama sekali tak ter-duga2, maka Ang Ling-po yang membuntut dibelakang sang guru kena tertumbuk hingga ke-dua-duanya jatuh terjungkal.
Dalam pada itu terdengarlah suara "cring-cring" nyaring halus, kiranya belasan butir pasir tawon putih itu telah kena menyambit dinding batu, menyusul terdengar pula suara "krekat-kre-ket" dua kali, nyata Siao-liong-li sudah lari keluar kamar batu dengan menggondol Nyo Ko, alat perangkap rahasia dikerahkan, maka kembali pintu gua tersumbat rapat pula.
Sesudah meloloskan diri keluar kuburan itu bersama gurunya, Nyo Ko tidak kepalang girang-nya, ia menghisap hawa segar beberapa kali di alam terbuka itu.
"Kokoh, sekarang biar kuturunkan batu raksasa itu, agar dua wanita jahat itu mampus di dalam kuburan," katanja kemudian pada Siao-liong-li, habis ini lantas ia hendak pergi mencari alat rahasianya.
Diluar dugaan Siao-liong-li telah goyang2 kepala atas usulnya tadi.
"Nanti dulu, tunggu kalau aku sudah masuk pula ke dalam," katanya tiba2.
Keruan Nyo Ko terkejut
"He, kenapa mau masuk lagi ?" tanyanya cepat.
"Ya, Suhu sudah pesan aku menjaga baik2 kuburan ini, maka se-kali2 tidak boleh aku mem-biarkannya dikangkangi orang lain," kata Siao-liong-li.
"Jika kita tutup rapat pintu kuburan, mereka kan tidak bakal hidup lebih lama lagi," ujar Nyo Ko."Ya, tetapi akupun tidak bisa masuk kemba-li," sahut Siao-liong-li. "Apa yang dikatakan Suhu tak berani kubantah, Hm, tidak seperti kau !" -Habis berkata, dengan sengit ia pelototi Nyo Ko sekejap.
Seketika hati Nyo Ko terkesiap, darahnya segera bergolak lagi, tiba2 ia pegang lengan Siao-liong-li dan berkata: "Baiklah Kokoh, aku pasti turut segala perkataanmu."
Mendengar kata2 Nyo Ko yang diucapkan dengan mesra ini, Siao-liong-li sedapat mungkin menahan perasaan hatinya, tak berani dia terguncang lagi, maka sepatah-katapun ia tidak menyahut, ia kipatkan tangan orang terus masuk kembali ke dalam kuburan kuno itu.
"Nah, lekaslah kau turunkan batu penutupnya !" katanya kemudian sambil berdiri mungkur, ia sengaja membelakangi Nyo Ko yang masih berdiri di luar kuburan, ia kuatir kalau dirinya tak sanggup menguasai perasaan sendiri, maka dia tak mau memandang pemuda itu lagi.
Di lain pihak Nyo Ko sendiripun diam2 sudah ambil suatu keputusan, ia sedot dalam2 hawa segar alam terbuka itu, waktu ia menengadah, ia lihat cakrawala penuh bertaburan dengan bintang2 yang berkelap-kelip, "lnilah untuk penghabisan kalinya aku memandang langit dan bintang," katanya di dalam hati.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now