Jilid 2

4.9K 63 2
                                    

Kakek itu mengamat-amati pula kedua anak dara itu, mendadak ia mengetok kepalanya sendiri dan berkata: "Ya, aku benar-benar goblok Kau she Liok bukan ?"

"Ya, darimana kau mendapat tahu ?" jawab Bu-siang.

Orang tua itu tidak menjawab, ia bertanya pula: "Kakekmu bernama Liok Tian-goan bukan?" 

"Benar," jawab Bu-siang sambil mengangguk

Untuk sejenak kakek itu termenung, sekonyong-konyong ia pegang bahu Thia Eng terus diangkat tinggi-tinggi ke atas, katanya dengan suara halus: "Anak dara yang baik, kau she apa ? 

Cara bagaimana kau memanggil Liok Tian-goan ?"

Kini Thia Eng tidak punya rasa takut lagi, jawabnya: "Aku she Thia, Gwakong (kakek luar) she Liok, ibuku juga she Liok."

"Ya, ya, tahulah aku, Liok Tian-goan dan Ho Wan-kun melahirkan seorang putera dan seorang puteri," kata orang aneh itu. Lalu ia tuding Bu-siang dan melanjutkan: "Puteranya ialah ayah-mu."  

Kemudian ia menurunkan Thia Eng dan berkata sambil menudingnya: "Dan puterinya ialah ibumu, Pantas kalian berdua menyerupai Ho Wan-kun separo-separo, yang satu pendiam, yang lain nakal, yang satu welas asih, yang lain kejam." Thia Eng tidak tahu bahwa nenek-luarnya bernama Ho Wan-kun, juga Bu-siang tidak kenal nama neneknya, hanya dalam hati samar-samar ia merasakan si kakek aneh ini pasti mempunyai

Untuk sejenak kakek itu termenung, se-konyong2 "Thia Eng diangkatnya tinggi di atas kepala, katanya dengan suara halus: "Anak dara baik, kau she apa ? Pernah apa kau dengan Liok Tian-goan ?"

Hubungan yang erat dengan leluhurnya sendiri, dengan melenggong mereka memandangi kakek aneh itu.

"Mana Gwakongmu ? Maukah kau membawa aku menemuinya ?" kata si kakek pula.

"Gwakong sudah tidak ada lagi," jawab Thia Eng.

"Tidak ada lagi ? Mengapa tidak ada, kami sudah berjanji akan bertemu besok lusa," tukas kakek itu dengan melengak.

"Sudah beberapa bulan Gwakong telah meninggal dunia," jawab Thia Eng. "Lihatlah, bukankah kami berkabung semua ?"

Benar juga si kakek melihat pada kuncir rambut kedua anak dara itu sama terikat oleh pita putih sebagai tanda berkabung, seketika hati si kakek menjadi limbung, ia menggumam sendiri: "Dia telah paksa aku memakai celana wanita selama 40 tahun dan kini dia tinggal pergi begitu saja ? Hm, hm, ketekunan belajarku selama 40 tahun ini jadi cuma sia-sia belaka." 

Habis berkata mendadak ia menengadah dan tertawa terbahak-bahak, suara tertawanya berkumandang jauh dan penuh mengandung perasaan sesal dan penasaran yang tak terhingga,

Sementara itu hari sudah dekat magrib, suasana sudah remang-remang. Liok Bu-siang menjadi rada takut, ia tarik lengan baju sang Piauci dan berkata: "Piauci, marilah kita pulang saja !"

Mendadak si kakek berkata pula: "Jika begitu tentu Wan-kun juga sangat berduka dan kesepian, "Eh, anak dara yang baik, bawalah aku menemui nenek-luarmu."

"Tidak ada, nenek-luar juga sudah tidak ada," jawab Thia Eng.

"Apa katamu ?" mendadak kakek itu melonjak tinggi sekali sambil berteriak menggeledek: "Di mana nenek-luarmu ?"

Muka Thia Eng menjadi pucat, jawabnya dengan gemetar: "Nenek juga tidak ... tidak ada, nenek dan kakek meninggal ber... bersama, Kongkong, janganlah kau menakuti aku, ak...aku takut !"

"Dia sudah mati ? jadi dia sudah mati!" mendadak kakek aneh itu memukul-mukul dada sendiri "Tidak, tidak ! Dia belum bertemu dengan aku dan mohon diri padaku, dia pasti tak boleh mati dia telah berjanji padaku pasti akan bertemu: sekali lagi dengan aku."

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now