Jilid 7

2.9K 45 1
                                    

Selagi ia mengunyah daging kodoknya dengan penuh cita rasa, tiba2 ia dengar ada suara kresekan di luar gua dan disusul dengan suara yang mendesis, ia kenali itu adalah suara merayap dan menyemburnya sebangsa ular.

Sambil masih menggerogoti paha kodoknya, segera Nyo Ko jalan ke mulut gua, betul saja di sana ia lihat ada seekor katak sedang menghadapi seekor ular kembang yang panjangnya hampir tiga kaki, kedua binatang ini sedang saling pandang tanpa bergerak, Selang tak lama, mendadak ular kembang itu melonjak terus terjang katak itu.

Namun katak itu sudah siap sedia, tiba2 terdengar suara "kok-kok" dua kali, katak ini mengap mulutnya dan menyemburkan uap yang tipis, berbareng ini tubuhnya berkelit sedikit untuk hindarkan tubrukan ular tadi.

Karena kena uap berbisa yang disemburkan katak tadi, ular kembang itu lantas berjumpalitan terus jatuh terjungkal ke tanah, habis ini segera ular itu melingkar dan tegak kepala menghadapi lawannya pula.

Nyo Ko jadi ketarik oleh pertarungan katak lawan ular ini, ia pikir tubuh katak kasar dan berat, pula tidak punya gigi, akan tetapi ternyata berani bertarung melawan seekor ular yang tidak terbilang kecil itu, sungguh harus dibuat heran.
Ia lihat kedua binatang itu masih saling gebrak dengan ramainya, tiap2 kali ular kembang itu menyerang dan menubruk, pasti si katak ada jalan buat batas menyerang, Kalau yang menyerang aneka macam gaya perubahannya, maka yang bertahan pun banyak sekali tipu akalnya untuk menjaga diri. Meski gigi ular kembang itu sangat tajam, namun tetap tak dapat mengalahkan si katak.

Tak lama lagi, karena ber-ulang2 kena disembur uap berbisa si katak, gerak-gerik ular kembang itu mulai lamban dan kaku, makin lama malah makin terdesak di bawah angin, sampai akhirnya rupanya insaf bukan tandingan lawannya lagi, mendadak ular itu putar tubuh terus menyelinap masuk ke dalam semak.

Katak itu ternyata tidak membiarkan musuhnya lari begitu saja, sambil mengeluarkan suara "kok-kok-kok", segera ia menguber.

Melihat gerak-gerik katak itu dan mendengar suaranya, hati Nyo Ko tergerak, ia merasa gerak-gerik katak ini meski sangat aneh, tetapi tanpa terasa dirinya seperti lebih suka padanya, apa sebabnya, inilah ia sendiri tidak mengerti.

Waktu duduk di dalam gua, iapun mendengar suara panggilan Kwe Ceng, "Hm, kau panggil aku keluar untuk kemudian menghajarku, kalau aku mau keluar kan tolol!" demikian ia membatin.
Begitulah malamnya ia tidur dalam gua itu sambil terduduk, dalam keadaan layap2 tiba2 ia lihat Auwyang Hong masuk ke dalam gua dan berkata padanya: "Marilah anakku, biar aku ajar kau berlatih ilmu!"
Nyo Ko menjadi girang, ia ikut keluar gua, di sana ia lihat Auwyang Hong lantas berjongkok sambil bersuara "kok-kok" beberapa kali, lalu kedua telapak tangannya mendorong ke depan.
Entah mengapa, Nyo Ko merasakan seluruh tubuhnya luar biasa gesitnya, ia tiru cara2 orang dan berlatih, terasa olehnya tiap pukulan dan tendangannya tiada satupun yang keIiru.
Hingga suatu saat tiba2 Auwyang Hong memukulnya, karena tak keburu berkelit "plak", ubun2 kepalang kena diketok hingga terasa sakit tidak kepalang, saking tak tahannya sampai ia menjerit dan melonjak.
Akan tetapi kembali terdengar suara "plok", lagi kepalanya kena diketok, dalam kagetnya Nyo Ko menjadi sadar dan... busyet, hanya mimpi belaka.
Waktu ia raba2 kepalanya, ternyata sudah benjol benjut karena benturan pada dinding gua tadi. ia menghela napas panjang dan keluar gua, ia lihat keadaan sunyi senyap, cakrawala yang membentang lebat di atas itu se-akan2 berlapiskan layar hitam, hanya beberapa bintik bintang yang berkelap-kelip sekedar penghias alam.
Nyo Ko coba merenungkan apa yang diajarkan Auwyang Hong dalam mimpi tadi, namun sedikitpun dia tidak ingat lagi, tatkala ia coba berjongkok sambil mulutnya menirukan suara "kok-kok" beberapa kali, ia bermaksud menggunakan Ha-mo-kang yang diperolehnya dari Auwyang Hong didekat kota Ling-oh-tin tempo hari untuk dipraktekkan sekarang, tapi bagaimanapun ia meng-ingat2nya tetap tidak dapat disalurkan melalui tangan atau kakinya.
Seorang diri ia berdiri dipuncak bukit sambil memandangi lautan yang begitu luas, terasa kekosongan hatinya semakin menjadi hampa.
Tiba2 dari arah lautan sana sayup2 terdengar suara teriakan orang yang keras panjang sedang memanggil-manggilnya: "Ko-ji, Ko-ji!"
Mendengar suara panggilan yang penuh daya tarik ini, tanpa kuasa lagi Nyo Ko ber-lari2 turun ke bawah gunung, "Aku berada disini, aku berada disini." demikian ia berseru menjawab.
Walaupun suara anak ini tidak begitu keras, tetapi Kwe Ceng sudah dapat mendengarnya, maka lekas2 perahunya didayung menuju ke tempat Nyo Ko berada, sesudah berjarak beberapa tombak dari pesisir, dengan sekali lompat segera Kwe Ceng meninggalkan perahunya, maka tertampaklah di bawah cahaya bintang yang remang2 dua sosok bayangan orang pe-lahan2 makin mendekat, dengan kencang kemudian Kwe Ceng telah berangkul Nyo Ko ke dalam pangkuannya.
"Marilah lekas pulang bersantap," demikianlah kata2 yang tercetus dari mulut Kwe Ceng, Saking terharunya sampai suaranya rada serak dan gemetar.
Begitulah, setelah kedua orang berada kembali dalam rumah, segera Ui Yong siapkan nasi hangat dan lauk-pauk untuk Nyo Ko, terhadap kejadian yang telah lalu, sepatah-katapun tidak di-ungkat2nya.Besok paginya, keempat anak: Nyo Ko, Kwe Hu dan kedua saudara Bu, Tun-si dan Siu-bun, oleh Kwe Ceng telah dikumpulkan diruangan besar, lalu Kwa Tin-ok diundang hadir pula, kemudian keempat anak itu disuruh menjura di hadapan abu pemujaan Kanglam-lak-koay (enam orang kosen dari Kanglam) yang sudah dialam baka itu.
"Toa-suhu," demikian Kwe Ceng berkata kepada Kwa Tin-ok, "hari ini Tecu (anak murid) mohon idzin Suhu agar diperbolehkan menerima empat cucu muridmu ini."
"Bagus, bagus sekali," sahut Kwa Tin-ok bergirang. "Nah, terimalah ucapan selamatku ini!"
Nyo Ko bersama Tun-si dan Siu-bun lantas menjura pada Kwa Tin-ok. habis ini baru memberi hormat pada Kwe Ceng dan Ui Yong sebagai upacara pengangkatan guru.
"Apa akupun harus menjura, ibu?" dengan tertawa Kwe Hu bertanya.
"Sudah tentu," sahut Ui Yong.
Karena itu, dengan tertawa haha-hihi anak nakal inipun menyembah pada ketiga orang tua itu.
Mulai hari ini kalian berempat adalah saudara seperguruan demikian Kwe Ceng memberi petuah dengan sungguh2 dan keren, oIeh karena itu juga seterusnya kalian harus hormat-menghormati daa cinta-mencintai, ada kesulitan sama2 dipikul. Kalau kalian berempat berani berkelahi lagi, pasti tidak akan kuampuni."
Habis berkata ia pandang pula sekejap pada Nyo Ko.
"Tentu saja kau mengeloni anakmu sendiri," demikian Nyo Ko membatin dalam hati, "Biarlah selanjutnya aku tidak akan sentuh dia lagi."
MenyusuI sebagai kakek gurunya, Kwa Tin-ok ikut menjelaskan juga peraturan perguruan yang sudah umum, yakni tak boleh menganiaya orang yang lebih lemah, tak boleh membantu yang jahat sehingga semakin jahat, tak boleh mencelakai orang yang tak berdosa dan lain sebagainya.
"llmu silat yang kupelajari terlalu banyak macamnya," demikian Kwe Ceng berkata lagi, "kecuali dasar yang kudapat dari Kanglam-chit-koay (tujuh orang aneh dari Kanglam, Lak-koay tersebut di atas sudah wafat, ditambah Kwa Tin-ok), ilmu Lwekang dari Coan-cin-pay dan ilmu silat ketiga aliran persilatan terbesar dari Tang-Lam-Pak (Timur-Selatan-Utara, maksudnya, dari Tang-sia, Lam-te dan Pak-kay), tentang ini akan diceritakan tersendiri, kesemua meski hanya sedikit, tetapi kacang jangan lupa akan kulitnya, sebagai orang jangan lupa akan asalnya, biarlah hari ini aku ajarkan kalian kepandaian asal dari Kwa-suco (kakek guru she Kwa, maksudnya Kwa Tin-ok)."
Dan selagi ia hendak uraikan titik2 pokok ajarannya, tiba2 Ui Yong melihat Nyo Ko sedang menunduk dengan terkesima, pada wajah anak ini ada semacam tanda aneh yang sukar diucapkan, tanpa terasa ia jadi ingat pada berbagai kejadian yang mencurigakan tempo hari itu.
"Meski ayahnya bukan aku sendiri yang membunuhnya, tapi boleh dikatakan juga mati di tangan-ku, jangan2 piara macan mendatangkan bencana hingga menjadi bibit malabetaka yang besar," demikian pikir Ui Yong.
Setelah putar otak sejenak, segera ia mendapatkan suatu jalan.
"Seorang diri kau terlalu berat mengajar empat anak, biarlah aku yang mengajar Ko-ji," katanya kemudian.
"Bagus, bagus sekali usulmu !" seru Kwa Tin-ok dengan ketawa sebelum Kwe Ceng menjawab, "Dan kalian suami isteri boleh berlomba, lihat saja murid siapa kelak yang terpandai."
Mendengar usul isterinya ini, dalam hati Kwe Ceng bergirang juga, ia tahu kepintaran Ui Yong beratus kali di atas dirinya, cara mengajarnya pasti jauh lebih baik daripadanya, maka ber-ulang-2 ia pun menyatakan bagus dan akur.
"Tetapi kita harus menetapkan satu syarat," demikian Ui Yong kemukakan pendapatnya lagi, "Sekali-kali tak boleh kau mengajarkan Ko-ji, sebaliknya akupun tidak boleh mengajar mereka bertiga. Pula diantara keempat anak inipun tak boleh saling belajar, sebab kalau ilmu yang dilatihnya bercampur aduk, hanya ada jeleknya dan tiada paedahnya."
"Ya, sudah tentu." sahut Kwe Ceng setuju lagi.
"Nah, Ko-ji, ikutlah padaku," kata Ui Yong.
Memang-nya Nyo Ko sedang benci pada Kwe Hu serta kedua saudara Bu itu, kini mendengar keinginan Ui Yong bahwa dirinya tidak akan berlatih setempat dengan mereka, ini justru cocok dengan pikirannya, maka ia lantas ikut Ui Yong masuk ke ruangan dalam.
Di luar dugaannya, bukannya Ui Yong membawanya ke lapangan berlatih silat melainkan ia dibawa ke kamar baea, disini Ui Yong- mengambil sebuah kitab dari rak buku dan berkata padanya:
"Gurumu mempunyai tujuh orang Suhu yang dijuluki Kanglam-chit-koay, Toasuhu ialah Kwa-kong-kong itu, Jisuhu (guru kedua) bernama Cu Jong dan berjuluk Biau-jiu-su-seng si sastrawan bertangan sakti), maka kini lebih dulu aku ingin ajarkan kepandaian Cu-suco saja."
Sembari berkata ia lantas buka kitab yang dia ambil dari rak tadi, dengan suara lantang segera ia membacanya.
Dalam hati Nya Ko menjadi heran, namun ia tak berani banyak bertanya, terpaksa ia ikut membaca dan belajar menulis,
Begitulah be-runtun2 beberapa hari ia hanya di-ajar membaca oleh Ui Yong dan selamanya tidak pernah menyinggung tentang ilmu silat.
Suatu hari, sehabis berseko!ah, seorang diri Nyo Ko ber-jalan2 iseng ke atas gunung, tiba2 ia teringat pada nyali angkatnya yaitu Auyang Hong yang tidak diketahuinya berada dimana kini, Teringat pada sang ayah angkat tak tahan lagi ia lantas berjumpalitan dan menjungkir tubuh, ia menirukan cara yang pernah dipelajarinya itu, tubuhnya yang menjungkir itu segera berputar cepat
Setelah ber-putar2 dengan menjungkir, kemudian ia ikuti petunjuk yang pernah diterimanya dari Auw-yang Hong untuk menjalankan jalan darah secara terbalik, terasa olehnya semakin berputar semakin lancar. Kemudian waktu ia melompat bangun, mendadak ia berseru "kok" sekali berbareng kedua telapak tangannya dipukulkan ke depan, habis ini ia merasa seluruh badan menjadi segar dan enak sekali, segera pula mengeluarkan keringat hingga membasahi sekujur badan. Nyata ia tidak tahu bahwa dengan latihannya ini tenaga dalamnya sudah maju jauh sekali.
Hendaklah diketahui bahwa ilmu yang diciptakan Auwyan Hong yang khas itu meski bukan tergolong ilmu yang baik, tetapi justru merupakan semacam ilmu kepandaian yang luar biasa lihaynya, pula pembawaan Nyo Ko memang berotak encer dan mudah menerima, apa yang dia pelajari dalam tempo yang singkat meski cuma sedikit, namun tanpa terasa dan diluar tahu ia sudah menuju ke aliran ilmu silat Pak to-san (gunung Onta putih).
Sejak itulah, maka tiap2 hari Nyo Ko lantas belajar sekolah dengan Ui Yong, kalau pagi atau petang-nya ada kesempatan segera ia pergi ke tempat sunyi di kaki bukit untuk melatih diri, sebenarnya bukan maksudnya ingin melatih diri agar bisa menjadikan seorang kosen yang disegani, tetapi entah mengapa, tiap2 kali sehabis ia berlatih, selalu dirasakannya luar biasa enak dan segar badannya.
Demikianlah secara diam2 Nyo Ko melatih ilmu sendiri, Kwe Ceng dan Ui Yong sedikitpun ternyata tidak tahu.
Maka tiada sebulan, kitab 'Lun-gi' (salah satu kitab ajaran Nabi Khongcu) yang Ui Yong jadikan mata pelajaran untuk Nyo Ko sudah selesai semua, Begitu apal isi kitab tsb, sampai Nyo Ko sanggup membaca-di luar kepala, cuma isi dan arti kitab yang diajarkan itu, sama sekali ia anti, tidak setuju, maka seringkali ia sengaja kemukakan bantahan2.
Padahal Ui Yong sendiripun seribu kali tidak sepaham dengan segala isi kitab yang diajarkan Khong-hucu itu, ia sendiri sesungguhnya juga jemu, hanya lapat2 perasaannya se-akan2 punya firasat: "Kalau anak ini diberi pelajaran ilmu silat, kelak pasti akan menjadi bibit bencana saja, lebih baik kalau ajarkan dia ilmu sastra, biar dia kenyang dengan teori2 isi kitab saja, buat dia dan buat orang lain mungkin malah ada baiknya."
Dengan ketetapan itulah, dengan maksud baik ia mengajar Nyo Ko bersekolah, Maka sehabis kitab "Lun-gi" lantas disusul dengan kitab "Beng-cu".
Karenanya, beberapa bulan sudah lewat, selama itu tidak pernah Ui Yong berbicara sepatah-katapun tentang ilmu silat.
Nyo Ko cukup tahu diri juga, melihat orang tidak omong, iapun tidak mau tanya, hanya hidup di pulau ini dirasakan semakin hampa, ia tahu pula meski Kwe Ceng menerima dirinya sebagai murid, tetapi ilmu silat pasti tidak akan diajarkan padanya, Sedang kini saja ia bukan tandingan Bu Tun-si dan Bu Siu-bun, apalagi setahun atau dua tahun lagi jika mereka mendapat pelajaran silat dari Kwe Ceng, bila mereka berkelahi lagi pasti ia akan mampus ditangan mereka. Karena pikiran inilah, ia ambil keputusan, apabila ada kesempatan segera ia akan berdaya-upaya buat meninggalkan pulau,
Pada satu sore hari, sehabis Nyo Ko belajar membaca pada Ui Yong, seorang diri ia ber-jalan2 iseng di tepi laut, dengan memandangi ombak laut yang men-dampar2 berdeburan, dalam hati ia pikir entah kapan baru bisa melepaskan diri dari kurungan ini, bila terlihat olehnya burung laut yang terbang kian kemari, ia menjadi terharu dan kagum akan kebebasan burung2 yang tak terbatas itu.
Tengah ia ter-menung2, tiba2 ia dengar di balik hutan pohon Tho sana ada suara berkesiurnya angin, ia jadi tertarik, diam2 ia memutar ke sebelah sana dan mengintip, maka tertampaklah olehnya, Kwe Ceng sedang memberi pelajaran silat pada kedua saudara Bu disuatu tanah lapang.
Ia lihat Kwe Ceng sedang memberi petunjuk3 sambil kaki-tangannya memberi contoh dan menyuruh ketiga saudara Bu itu menirukannya.
Bagi Nyo Ko yang cerdas, hanya sekali lihat saja ia sudah tahu di mana letak intisari jurus tipu ini, tapi bagi Bu Tun-si dan Bu Siu-bun, walau sudah belajar pergi datang, masih belum juga mereka pahami.Kwe Ceng sendiri memangnya juga berotak puntuI, pada waktu kecilnya ia sendiri sudah merasakan pahit-getirnya belajar, maka kini sedikitpun ia tidak merasa jemu dan masih terus memberi dengan petunjuk dengan penuh sabar.
"Hm, jika Kwe-pepek mau ajarkan padaku, tidak nanti aku begitu goblok seperti mereka," kata Nyo Ko di dalam hati sambil menghela napas diam2. Oleh karena kesal hati, dia lantas kembali ke kamarnya untuk tidur.
Petangnya sehabis bersantap dan setelah mengulangi pelajaran kitabnya terasa olehnya luar biasa isengnya, maka ia pergi ke tepi laut lagi, di sana ia menirukan gerak-gerik ilmu silat yang dimainkan Kwe Ceng siang tadi. Namun tipu silat yang cuma dua tiga gerakan ini, sesudah dimainkan pergi datang, akhirnya ia merasa bosen juga.
Tiba2 hatinya tergerak, "Mulai besok, diam2 akan mengintip dan mencuri belajar ilmu silatnya, siapa yang melarang aku?" demikian ia pikir.
Oleh karenanya rasa mendongkolnya yang tertahan sekian lamanya segera menjadi lapang, dengan berpeluk dengkul ia duduk bersandar batu karang tepi laut, akhirnya iapun tertidur.
Entah sudah berapa lama ia tenggelam dalam alam impiannya ketika tiba2 ia dikagetkan bunyi suara rantai besi yang gemerincing hingga ia terjaga dari tidurnya, waktu ia mengintai dari belakang batu karang itu, kiranya di tepi laut sana telah bertambah dengan sebuah perahu layar, suara gemerincing rantai tadi kiranya disebabkan perahu layar itu membuang sauh buat berlabuh.
Tak antara lama, dari perahu itu muncul dua orang terus melompat ke daratan, gerak tubuh mereka ternyata cepat dan sebat luar biasa.
Setelah berada di daratan, mula2 kedua orang itu mendekam dan melongak-longok dahulu ke sekeliling habis ini pe-lahan2 mereka merayap maju ke tengah pulau.
Melihat kelakuan kedua orang ini terang tidak mengandung maksud baik, Nyo Ko berpikir: "Jalanan di pulau ini belak-belok dan lika-liku, kalian ini hanya antar kematian belaka."
Oleh karena itu, ia mengkeret tubuhnya supaya tidak dilihat kedua orang itu, ia tidak berani bergerak, dalam pada itu kedua orang tadi sudah merayap semakin jauh.
Ketika pandangannya mengikuti bayangan kedua orang itu, mendadak ia lihat sesuatu di tempat jauh, tanpa tertahan ia terkejut.
Kiranya dibawah satu pohon Liu ada sesosok bayangan orang yang kecil berbaju putih dengan berjungkir sedang memutar dengan cepat dengan cara sebagaimana biasanya kalau dirinya berlatih ilmu ajaran Auwyang Hong itu, melihat bentuk tubuh orang berjungkiran itu jelas bukan lain lagi dari pada Kwe Hu adanya.
Tentu saja Nyo Ko ter-heran2 melihat kelakuan dara cilik itu, "Apa Kwe-pepek juga ajarkan ilmu kepandaian semacam ini ?" demikian ia ber-tanya2 dalam hati. Tetapi segera pula ia mengerti : "Aha, tentu pada waktu aku sedang berlatih telah dapat dilihat dia dan sekarang dia menirukan caraku itu untuk main-main."
Dalam pada itu, kedua sosok bayangan tadi sudah makin dekat dengan Kwe Hu, Mungkin saking asyiknya berputar kayun dengan tubuhnya itu, sama sekali Kwe Hu tidak berasa kalau ada orang lain mendekatinya, sesaat kemudian, mendadak kedua orang itu melompat maju, tubuh anak perempuan ini terus dirangkul, seorang lagi dekap mulut yang mungil itu dengan tangannya, sedang yang satu lagi, keluarkan seutas tali terus meringkus seluruh badan Kwe Hu, bahkan mulutnya disumbat dengan sepotong saputangan.
Perbuatan kedua orang itu ternyata cepat dan berhasil dengan baik, hanya sekejap saja mereka sudah meletakkan Kwe Hu yang tak bisa berkutiik itu ke dalam semak2, habis ini mereka melanjutkan merayap ke depan.
Menyakksikan kejadian aneh ini, mulut Nyo Ko sampai ternganga, hatinya pun berdebar-debar dan kuatir pula, ia tidak tahu apa maunya kedua pendatang itu.
Mata Nyo Ko cukup tajam, meski dalam keadaan gelap ia masih bisa melihat jelas gerak-gerik kedua orang tadi, ia lihat sesudah merangikak-rangkak maju lagi, setelah hampir sampai di jalan masuk ke perkampungan, rupanya mereka mengerti juga lihaynya Tho-hoa-to yang sudah diatur oleh Ui Yok-sau, maka mereka tak berani maju lagi, mereka lantas keluarkan sehelai kertas putih, seorang lantas meng-gambar2 di atas kertas itu dengan menggunakan alat tulis, melihat kelakuan mereka, rupanya mereka sedang mencuri melukis peta keadaan pulau ini untuk digunakan kemudian kalau melakukan penyerbuan ke sini.
"Jika sekarang juga aku bertariak, sebelum Kwe- pepek sempat keluar tentu aku sudah dibunuh mereka lebih dulu," demikian diam2 Nyo Ko membikin perhitungan dalam hati. .
Mendadak pikirannya tergerak, tiba2 ia ambil suatu keputusan yang luar biasa beraninya, "Ya, biar diam2 aku masuk ke dalam perahu mereka, jika beruntung tidak konangan mereka, tentu aku akan berhasil melarikan diri dari pulau ini," demikian ia berpikir.
Sesudah ambil keputusan ini, iapun tidak pusing apa perbuatannya ini berbahaya tidak, segera ia me-rayap2 mendekati perahu yang berlabuh itu.
Setelah dekat, selagi ia hendak merayap ke atas perahu, tiba2 terdengar suara "krak" dari dalam perahu, menyusul ini papan geladak perahu itu terbuka, dari dalamnya menongol satu orang untuk kemudian melompat ke pesisir.
Tidak kepalang kaget Nyo Ko oleh munculnya orang yang se-konyong2 ini, lekas2 ia mendekam ke bawah lagi.
Sementara kedua orang yang duluan tadi rupanya telah mendengar juga, yang seorang memondong Kwe Hu, satunya lagi lantas kembali ke perahu hendak memeriksa apa yang terjadi.
Akan tetapi orang yang muncul belakangan ini telah sembunyi di belakang gundukan pasir tepi laut, ia tidak memapaki kedua orang yang duluan, nyata mereka bukan kawan sendiri.
Waktu itu Nyo Ko berada di belakang orang yang muncul belakangan itu, maka ia bisa menyakitkan semua dengan terang, makin lihat ia semakin heran, ia lihat yang pondong Kwe Hu itu telah kembali ke dalam perahu, sedang kawannya menengok sekelilingnya dan mendekati gundukan pasir tadi, namun orang yang sembunyi itu masih belum ber-gerak, ia menunggu ketika orang sudah dekat, se-konyong2 ia melompat keluar, diantara berkelebatnya sinar putih, sekali serang saja ia telah tancapkan belatinya di atas dada orang.
Tidak ampun lagi tanpa bersuara sedikitpun, orang yang diserang itu roboh terguling.
Mendengar suara gedebukan karena jatuhnya tubuh itu, orang yang berada di atas perahu tadi rupanya menjadi curiga. "Lo-toa, ada apa ?" ia coba tanya sang kawan.
Lekas2 penyerang tadi mencabut belatinya, ia sembunyi pula ke belakang gundukan pasir dan menjawab dengan suara yang ditahan dan di-bikin2:
""Aneh, aneh !"

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang