Jilid 11

3.1K 50 1
                                    

Selang setahun, semua ilmu kepandaian itu sudah diperoleh Nyo Ko, walaupun latihannya masih belum cukup masak, namun berkat bantuan ranjang batu pualam dingin, kemajuannya ternyata sangat pesat sekali.

Ilmu silat Ko-bong-pay atau aliran kuburan kuno ini asalnya diciptakan seorang wanita, yakni kakek guru Siao-liong-Ii yang menjadi kekasih Ong Tiong-yang, sedang guru dan murid mereka tiga turunan juga wanita semua, dengan sendirinya ilmu silat yang diciptakan itu gerak-geriknya rada2 halus dan lincah sebagai kaum wanita.

Karena sifat Nyo Ko memang suka bergerak, maka semua tipu silat Ko-bong-pay ini menjadi sangat cocok dengan tabiatnya malah.
Sementara usia Siao-liong-Ii makin bertambah, makin lama wajahnya ternyata semakin cantik, Tahun ini umur Nyo Ko pun menginjak enam belas, anak ini ternyata mempunyai perawakan tinggi, kalau berdiri sudah setinggi gurunya, walaupun demikian, Siao-liong-Ii masih tetap anggap Nyo Ko sebagai bocah saja, sama sekali mereka tidak pusingkan soal perbedaan laki-perempuan.
Di lain pihak, semakin lama Nyo Ko tinggal bersama Suhunya semakin menaruh hormat juga kepadanya, selama dua tahun itu, ternyata belum pernah dia membantah sesuatu perintah sang guru, Bocah ini ternyata pandai menuruti kemauan orang, baru saja Siao-liong-li inginkan Nyo Ko melakukan sesuatu, belum sampai diutarakan atau Nyo Ko sudah mendahului mengerjakannya dengan baik.
Hanya saja sifat Siao-liong-li yang dingin laksana es masih tetap seperti sediakala, terhadap apa saja yang dikatakan Nyo Ko masih selalu ia sambut dengan dingin dan kadang2 menyindir sedikitpun ia tidak mengunjuk rasa kasih sayang. Tetapi karena sudah biasa, lambat laun Nyo Ko tidak memikirkan pula sikap sang guru ini.
Pada suatu hari, berkatalah Siao-liong-li kepada Nyo Ko: "Ko-ji, kini ilmu lo-bong-pay kita sendiri sudah kau pelajari semua, maka mulai besok bolehlah kita mulai berlatih ilmu silat Coan-cin-kau."
Karena itu, besoknya mereka lantas mendatangi kamar batu yang berbentuk aneh dengan ukiran2 aneka macam di atas langit2-an, dengan menurutkan tanda2 yang terukir ini mereka mulai berlatih.
Kiranya tanda2 ukiran itu dahulu digores oleh Ong Tiong-yang dengan meloncat ke atas dengan ujung pedang, Dan karena Lim Tiao-eng adalah bekas kekasih Ong Tiong-yang, maka ia cukup paham intisari ilmu silat orang, sesudah diselaminya mendalam, kemudian ia turunkan kepada dayang kepercayaannya dan dayang ini akhirnya mengajar kepada Siao-liong-li, dan kini Siao-Iiong-Ii mengajarkan pula rahasia silat itu kepada Nyo Ko.
Sesudah Nyo Ko berlatih beberapa hari, oleh karena dia memang sudah punya landasan yang tidak jelek, maka banyak bagian penting begitu diberi petunjuk segera dapat dia terima, maka kemajuannya mula2 sangat cepat.Akan tetapi sesudah belasan hari, keadaan mendadak berubah lain, -be-runtun2 beberapa hari Nyo Ko ternyata tidak memperoleh kemajuan kalau tidak mau dikatakan malah mundur, semakin ia latih, semakin keliru dan nyasar.
Waktu Siao-liong-li membantu muridnya ini memecahkan kesulitan itu, namun dia juga tak tahu di mana letak gangguan itu. Dasar Nyo Ko ingin lekas pandai, keruan ia menjadi gopoh hingga sering uring2-an sendiri.
"Tidak perlu kau uring2-an," demikian kata Siao-liong-li padanya, "soal ini sebenarnya tidak sulit, asal kita pergi tangkap seorang imam Coan-cin-kau dan paksa dia mengajarkan kunci rahasia penuntun ilmu silat mereka, bukankah lantas beres urusannya ? Nah, marilah kita pergi ke sana !"
Kata2 Siao-liong-ll telah menyadarkan Nyo Ko, tiba2 teringat olehnya dahulu Thio Ci-keng pernah ajarkan istilah2 penuntun dasar ilmu silat Coan-cin-kau itu. Maka dengan segera ia apalkan-nya pada Siao-liong-li.
Siao-liong-li sangat memperhatikan istilah2 yang diucapkan Nyo Ko jni, dengan cermat ia menyelami intisari istilah2 itu.
"Ya, memang tepat itulah yang kita inginkan," katanya kemudian setelah berpikir "Dahulu waktu kubelajar ilmu silat Coan-cin-kau ini dengan mendiang guruku, sesampainya setengah jalan tiba2 sukar untuk maju setindak lagi, saat mana Cosu-popoh sudah meninggal maka tiada orang yang bisa kami mintai petunjuk2, walaupun kami tahu juga soalnya karena belum mengetahui rahasia penuntun dasarnya, tetapi kami tak berdaya pula, justru mendiang guruku orangnya sangat alim, pernah kukatakan hendak pergi mencuri dengar rahasia ilmu Coan-cin-kau itu, tetapi aku telah didamperat habis2-an olehnya, Syukurlah kini kau sendiri malah sudah mengetahuinya, sudah tentu hal ini sangat baik sekali"
Kemudian satu persatu Nyo Ko memberitahukan pula yang lebih jelas dari apa yang pernah dia pelajari dari Thio Ci-keng.
Tempo hari apa yang diajarkan Thio Ci-keng kepada Nyo Ko itu memang betul2 adalah istilah2 pelajaran dasar Lwekang Coan cin kau yang paling tinggi, soalnya karena sengaja Nyo Ko tidak diberi pelajaran cara bagaimana mempraktekkannya, Kini setelah diselami mendalam oleh Siao-Iiong-li, tentu saja segera menjadi terang dan semua kesulitan dapat ditembus, ditambah lagi Lwekang yang dahulu Tjin Lam-khim ajarkan pada Nyo Ko memang juga Lwekang asli ajaran Ma Giok dari Coan-cin-kau, dengan digabungnya dua dasar ini, keruan tidak antara beberapa bulan Siao-liong-li dan Nyo Ko sudah dapat mempelajari seluruh intisari ilmu silat yang ditinggalkan Ong Tiong-yang di atas langit2 kamar batu itu.
Pada suatu hari, setelah kedua orang selesai berlatih ilmu pedang di dalam kamar batu itu, dengan menghela napas Siao-liong-li berkata: "SemuIa aku pandang rendah ilmu silat Coan-cin-kau, kuanggap apa yang disebut sebagai ilmu silat asli dunia persilatan toh tidak lebih hanya sekian saja, tapi hari ini barulah aku mengerti bahwa ilmu silat mereka sesungguhnya terlalu dalam untuk dimengerti dan tidak ada habis2nya untuk dipelajari Ko-ji, meski sekarang kau sudah paham semua rahasia ilmu ini, tetapi untuk bisa mencapai tingkatan yang sempurna hingga dapat dipergunakan sesuka hati, untuk ini entah harus sampai tahun kapan ?"
Akan tetapi Nyo Ko se-akan2 anak banteng yang baru lahir dan tidak kenal apa artinya takut, segera dia menjawab: "Ya, sungguhpun ilmu silat Coan-cin-kau sangat bagus, tetapi ilmu yang ditinggalkan Cosu-popoh itu dengan sendirinya ada jalannya untuk menangkan dia."
"Ya, maka mulai besok kita harus latih Giok-li-sim-keng," ujar Siao-liong-li.
Hari berikutnya, lalu Siao-liong-li ajak Nyo Ko ke dalam kamar batu yang kedua, mereka melatih diri pula dengan menuruti petunjuk2 ukiran yang terdapat di atas kamar itu, sekali ini mereka sudah lebih gampang melatihnya daripada yang pertama, sebab ilmu silat yang diciptakan Lim Tiao-eng untuk mematahkan ilmu silat Ong Tiong-yang ini berinti ilmu silatnya sendiri, hanya di mana dipandang perlu telah ditambah hingga lebih bagus dan lebih sempurna.
Maka dalam beberapa bulan saja, mereka berdua sudah berhasil melatih Gwa-kang (bagian luar) dari "Giok-li-sim-keng" dengan baik, waktu latihan, kalau Nyo Ko menggunakan Kiam-hoat dari "Coan-cin-kau, maka Siao-liong-li lantas pakai Giok-li-kiam-hoat untuk mematahkannya, sebaliknya, kalau Siao-liong-li memainkan Coan-cin-kiam-hoat, maka Nyo Ko yang mengeluarkan kepandaian Giok-li-kiam-hoat untuk mengatasinya.
Nyata, Giok-li-kiam-hoat (ilmu pedang gadis ayu) itu sengaja diciptakan untuk mengalahkan Coan-cin-kiam-hoat, setiap gerakan dan setiap tipu serangan Coan-cin-kiam-hoat selalu dapat dipatahkan dengan tepat sekali hingga tak mampu berkutik, walaupun bagaimana Coan-cin-kiam-hoat bisa berubah dan berganti gerakan, namun selalu tak dapat melepaskan diri dari kurungan lingkaran Giok-li-kiam-hoat.
Karena Gwakang yang dilatih mereka sudah jadi, langkah selanjutnya lantas berlatih Lwekang (ilmu bagian dalam).
Sebenarnya Lwekang Coan-cin-kau sangat luas dan bagus sekali kalau ingin menangkannya dengan menciptakan Lwekang baru sesungguhnya bukan suatu soal gampang. Akan tetapi Lim Tiao-eng ternyata pintar luar biasa, nyata ia bisa mencari jalan lain untuk menembus kesukaran itu, ia telah kumpulkan ilmu silat berbagai aliran lainnya untuk mengungkulinya, Meski ilmu silat yang dia ciptakan ini sulit sekali untuk dilatih, tapi bila sampai berhasil mempelajari, maka dengan mudah menangkan lwekang Coan-cin-kau.
Untuk mempelajarinya, Siao-Iiong-li mendongak memahami lukisan dan tulisan penjelasan yang terukir di atas langit2 kamar batu itu, lama sekali ia berdiam diri tanpa buka suara, dengan tekun ia membacanya sampai beberapa hari, tetapi akhirnya.
"Apa ilmu kepandaian ini sangat sukar dilatih, Kokoh ?" tanya Nyo Ko demi nampak sikap sang guru.
"Ya," sahut Siao-liong-li, "dahulu pernah kudengar dari Suhu bahwa Giok-li-sim-keng ini harus dilatih dua orang bersama, semula kukira bisa melatihnya bersama kau, siapa tahu ternyata tak dapat."
Tentu saja Nyo Ko menjadi cemas oleh keterangan ini.
"Sebab apa, Kokoh ?" tanyanya cepat.
"Jika kau wanita, itulah soal lain lagi," sahut Siao-liong-li.
"Apa bedanya untuk itu ?" kata Nyo Ko. "Laki2 atau perempuan yang melatihnya, bukankah sama saja ?"
"Tidak, Iain", sahut Siao-liong-li sambil menggeleng kepala, "Tidakkah kau lihat, bagaimana corak gambar yang terukir di atas itu ?"
Waktu Nyo Ko angkat kepalanya dan memandang dengan penuh perhatian menurut arah yang ditunjuk Siao-liong-li, maka tertampaklah olehnya dipojok langit2 kamar itu ada ukiran gambar bentuk manusia, rupanya seperti potongan kaum wanita, tetapi gambar itu semuanya telanjang bulat tanpa terukir memakai baju selembar-pun, Gambar2 wanita itu seluruhnya ada beberapa puluh, gerak-gerik dan gayanya berlainan semua, semuanya juga dalam keadaan telanjang.
Melihat gambar2 itu, segera pikiran Nyo Ko tergerak, iapun segera mengerti akan maksudnya.
"O, jadi waktu berlatih Lwekang Giok-li-sim-keng ini orang tidak boleh berpakaian, begitukah, Kokoh ?" katanya kemudian.
"Ya, betul," sahut Siao-liong-li. "Di dalam kitab pelajaran ini telah dikatakan dengan jelas bahwa waktu berlatih Lwekang seluruh badan orang yang berlatih menjadi panas dan beruap, maka harus dipilih suatu tempat terbuka yang luas dan sepi tanpa orang lain, dengan begitu baru bisa berlatih dengan melepas baju supaya hawa panas badan bisa buyar keluar tanpa tertahan di dalam.
Kalau tidak, tentu hawa panas itu akan tertimbun di dalam badan dan sedikitnya akan bikin orang sakit berat atau mungkin jiwanya akan melayang pula."
"Jika begitu, marilah kita melatihnya tanpa pakai baju," sahut Nyo Ko tanpa pikir.
Muka Siao-liong-li menjadi merah oleh kata2 ini.
"Tetapi akhirnya kedua orang yang latihan harus membantu satu sama lain dengan hawa murni badannya masing2, kau dan aku berlainan jenis, jika harus berhadapan tanpa pakaian, lalu apa jadinya ?" sahut Siao-liong-li.
Tatkala itu umur Nyo Ko sudah menginjak enambelas, walaupun perawakannya tinggi besar, urusan 1aki2 dan perempuan dan soal cinta segala sama sekali ia tidak paham, sedikit belum tahu. Hanya lapat2 ia merasa sang guru ini cantik luar biasa, setiap kali melihat dia dengan sendirinya timbul semacam rasa suka dalam batinnya, ia pikir kalau berhadapan dengan melepas pakaian, agaknya memang tidak baik, tetapi sebab apa tidak baik, inilah dia sendiri tidak dapat menjawab.
Sebaliknya Siao-liong-li sejak kecil sudah hidup di dalam kuburan kuno ini, terhadap segala urusan keduniawian boleh dikatakan lebih tak mengerti daripada Nyo Ko. Tahun ini ia sudah berusia 22 tahun, tetapi karena giat berlatih dan tekun belajar, maka segala cita rasa manusia umumnya ternyata sudah terlatih hingga lenyap sama sekali Meski guru dan murid berdua, mereka boleh dikatakan merupakan pasangan gadis cantik dan pemuda tampan, namun siang malam berhadapan, yang satu dingin dan yang lain jujur polos, sedikitpun mereka tak pernah berbuat sesuatu yang melanggar susila.
Kini meski berbicara tentang telanjang bulat untuk melatih silat, merekapun merasakan itu hanya suatu soal sulit saja dan sama sekali tiada pikiran lain yang menyimpang.
"Sudahlah, asal kita berlatih lebih masak lwekang ini, kiranya sudah cukup juga untuk mengalahkan para imam kolot Coan-cin-kau itu. Tentang Lwekang yang sulit ini tak perlu kita mempelajarinya," ujar Siao-liong-li.
Karena pendapat gurunya ini, Nyo Ko mengiakan juga, urusan inipun tidak dia pikirkan lagi.
Hari itu, setelah Nyo Ko latihan, ia keluar untuk berburu sebangsa kijang dan kelinci buat rangsum, setelah dapat seekor menjangan kecil kemudian ia meng-uber2 lagi seekor kelinci, siapa tahu kelinci ini ternyata licin luar biasa, binatang ini lari ke sini dan loncat ke sana, meski Ginkang atau ilmu entengkan tubuh Nyo Ko kini sudah hebat, namun seketika ternyata tak mampu menyandaknya.
Karena uber2an ini, hati kanak2 Nyo Ko menjadi timbul, ia tak ingin melukai kelinci itu dengan Am-gi atau senjata rahasia, pula ia tak mau menangkapnya dengan paksa pakai Kim-na-jiu-hoat (ilmu menawan dan menangkap), tapi ia malah berlomba Ginkang dengan binatang kecil itu, ia ingin bikin kelinci itu kehabisan tenaga dan akhirnya berhenti tak sanggup lari lagi.
BegituIah, maka satu manusia dan satu kelinci terus udak2an dan makin lama semakin jauh hingga melintasi sebuah lereng bukit, kelinci itu tiba2 memutar beberapa kali lalu menyelusup masuk semak2 bunga merah yang tumbuh sangat lebat di sana.
Semak2 bunga merah itu terbentang seluas beberapa tombak jauhnya dan tumbuh lebat dan rapat sekali, baunya pun wangi semerbak, ketika Nyo Ko kemudian memutar lewat semak2 bunga ini, nyata kelinci itu sudah menghilang tanpa bekas Iagi.
Sebaliknya Nyo Ko melihat semak2 bunga ini bagaikan sebuah pintu angin raksasa saja yang membentang Iebar, bunga2nya tumbuh merah dengan tangkai segar menghijau, sungguh indah sekali, begitu lebat tumbuhnya bunga2 itu hingga mirip sebuah panggung alam.
Sesaat itu pikiran Nyo Ko jadi tergerak, lekas2 ia kembali dan mengajak Siao-liong-li datang lagi buat melihat semak2 bunga itu.
"Aku tak suka bunga, jika kau suka, bolehlah kau memain sendiri di sini," demikian dengan dingin Siao-liong-li berkata.
"Bukan itu maksudku, Kokoh," sahut Nyo Ko menjelaskan keinginannya," tempat ini justru adalah suatu tempat bagus untuk kita gunakan, tapi siapapun tak bisa melihatnya, Di waktu kau berlatih aku menjaga engkau, kalau aku yang berlatih, engkau yang melindungi aku, bukankah itu sangat bagus ?"
Kiranya diwaktu berlatih Lwekang yang paling hebat, orang harus tekun dengan memusatkan segala pikirannya, terhadap segala kejadian di luar tidak boleh memandang dan tidak boleh melihat, jika ada serangan dari pihak luar, sekalipun tempat yang tidak berarti juga sukar menangkisnya dan pasti akan celaka dan gagal semua ilmu yang dilatihnya. Begitu lihay akibatnya, maka perlu ada orang lain yang menjaganya di samping.
Oleh karena itulah, Siao-Iiong-li merasa apa yang dikemukakan Nyo Ko tadi masuk di akal juga, Segera ia panjat ke atas satu pohon dan memandang sekeliling, ia lihat semua penjuru sunyi senyap belaka, yang terdengar hanya suara mata air yang gemercik dan berkicaunya burung, tetapi bayangan manusia satupun tidak kelihatan, nyata tempat ini memang satu tempat yang sangat bagus untuk berlatih ilmu.
"Bagus sekali tempat ini, beruntung kau bisa mendapatkannya, baiklah malam nanti kita datang ke sini mulai berlatih," demikian katanya kemudian.
Tentang penuntun dasar Giok-li-sim-keng itu memangnya Siao-liong-li sudah apal sekali, maka tanpa susah ia ajarkan kepada Nyo Ko. Malamnya antara pukul sebelas mereka lantas mendatangi semak2 bunga yang sangat lebat itu.
Di tengah malam sunyi, bau harum bunga terlebih terasa, Mereka berdua mengambil tempat sendiri2 di dalam semak2 bunga itu, mereka lepas baju dan berlatih Giok-li-sim-keng. Nyo Ko ulur tangan kanannya melalui semak2 dan saling menempel dengan telapak tangan Siao-liong-li, dengan demikian bila salah seorang mengalami kesulitan dalam latihan itu, segera pihak yang lain akan terasa dan segera kumpul tenaga buat membantunya.
Sejak itulah malam hari mereka anggap sebagai siang hari dan tekun berlatih, Malam hari latihan di semak2 bunga dan siangnya mengaso di dalam kuburan kuno.
Tatkala itu justru musim panas, tentu saja menjadi lebih segar dan nyaman menggunakan malam hari untuk berlatih, maka dengan cepat lebih dua bulan telah lewat tanpa terjadi sesuatu.
Giok-li-sim-keng itu seluruhnya terbagi dalam sembilan bagian, malam itu, Siao-liong-li sudah melatihnya sampai bagian ketujuh, Menurut kitab Giok-Ii-sim-keng itu, bagian hitungan yang ganjil waktu menjalankan tenaga adalah "lm-cin" atau perempuan yang aktip, sebaliknya bila jatuh angka genap, yang menjalankan tenaga adalah "Yang-dwe" atau laki2 yang pasip, Waktu itu Siao-liong-li sudah sampai bagian ketujuh, sedang Nyo Ko sampai bagian keenam.
Dalam pada itu, dengan di-aling2i semak bunga, mereka berdua sedang tekun menjalankan tenaga dalam hingga seluruh badan mereka panas beruap, bunga2 yang mekar itu se-akan2 ter-garang, keruan harumnya semakin semerbak.
Sementara itu rembulan kelihatan sudah berada di tengah cakrawala, lewat setengah jam lagi latihan kedua orang bagian ketujuh dan keenam itu dengan segera akan selesai, pada saat itu juga se-konyong2 dari belakang sana terdengar suara kumandang orang berjalan, terdengar pula ada dua orang sedang bicara.
Apa yang dilatih Nyo Ko waktu itu adalah "Yang-dwe" atau bagian yang pasip, maka se-waktu2 ia boleh berhenti latihannya, sebaliknya Siao-liong-li tidak bisa demikian karena yang dilatihnya waktu itu adalah aktip, bila terdapat gangguan, maka akan timbul bahaya besar.
Karena waktu itu Siao-liong-li sedang berlatih sampai titik yang penting, maka terhadap suara tindakan dan bicara orang sama sekali ia tidak mendengarkan, sebaliknya Nyo Ko telah mendengar dengan jelas, dalam hati ia heran sekali, Iekas2 ia atur pernapasannya dan berhentikan Iatihannya.
Sementara itu ia dengar kedua orang yang bercakap itu semakin mendekat, suaranya kedengaran sudah dikenalnya, waktu Nyo Ko pasang telinga lebih cermat, kiranya kedua orang itu adalah gurunya: Thio Ci-keng dan In Ci-peng adanya.
Suara pembicaraan kedua orang itu semakin menjadi keras, nyata sekali mereka sedang bertengkar.
"ln-sute", demikian terdengar Thio Ci-keng berkata, "meski kau mungkir lagi juga percuma. Biarlah kulaporkan Khu-supek dan terserah dia untuk memeriksanya sendiri."
"Dengan sengaja kau mendesak diriku, apakah tujuanmu sebenarnya ?" terdengar In Ci-peng menjawab dengan gusar, "Apa kau kira aku tak tahu, bukankah karena kau ingin menjadi murid pertama dari angkatan ketiga? Dengan begitu ke
Mk kau "bisa menjadi ciangbunjin kita ?"
"Kau sendiri tak patuh pada peraturan suci ini, telah melanggar larangan besar agama kita, mana bisa kau menjadi murid pertama lagi dari angkatan ketiga kita ?" sahut Thio Ci-keng dengan tertawa dingin.
"Larangan besar apa yang kulanggar ?" terdengar In Ci-peng mendebat.
"Larangan ke-4 Coan-cin-kau kita, yaitu: "berjinah !" bentak Ci-keng dengan suara keras.
Nyo Ko coba mengintip dari tempat sembunyinya, ia lihat kedua iniam itu berdiri berhadapan muka In Ci-peng tertampak pucat.
"Berjinah apa ?" demikian terdengar Ci-peng menjawab dengan suara berat sambil mengucapkan kata2 ini tangannya meraba pedangnya.
"Sejak kau melihat itu Siao-liong-li dari Hoat-su-jin-bong, bukankah setiap hari kau selalu tak bersemangat siang-malam kau selalu mengenangkan wajahnya, dalam hatimu entah sudah beratus kali atau mungkin ribuan kali ingin sekali memeluk Siao-liong-li untuk dicumbu dan dirayu," demikian sahut Ci-keng.
"Justru agama kita mengutamakan latihan batin, kini hatimu menyeleweng berpikirnya, apa itu bukan melanggar pantangan berjinah ?"Terhadap Siao-liong-li yang menjadi gurunya boleh dikatakan Nyo Ko menghormat tiada taranya, ia pandang orang se-akan2 dewi kayangan saja, kini mendengar percakapan kedua imam Coan-cin-kau ini, keruan luar biasa gusar dan dendam, walaupun tidak begitu dipahami apa artinya "dicumbu dan dirayu" seperti apa yang dikatakan Thio Ci-keng tadi, tapi ia yakin tentu perbuatan yang busuk,
Sementara ia dengar In Ci-peng telah mendebat lagi dengan suara rada2 gemetar.
"Ngaco-belo, sampai apa yang kupikirkan dalam hati kaupun mengetahuinya ?" demikian sahutnya.
"Hm, apa yang kau pikirkan sudah tentu aku tak tahu, tetapi waktu kau mengigau dalam tidur, apakah tidak mungkin didengar orang lain?" kata Ci-keng dengan mengejek "Dan bolak-balik kau menuliskan nama Siao-liong-li di atas kertas, kau robek kertasnya lalu tulis lagi, apakah perbuatan inipun tidak bisa diketahui orang lain ?"
Karena isi hatinya kena betul dikatai, seketika muka In Ci-peng menjadi lebih pucat lagi, ia bungkam dan tak bisa mendebat pula.
Dilain pihak rupanya Thio Ci-keng jadi mendapat angin, dengan ber-seri2 ia keluarkan selembar kertas putih dan dibeberkan kehadapan Ci-peng.
"lni, apa ini bukan tulisanmu ?" katanya, "Nah, biarlah kita serahkan pada Ma-supek dan gurumu sendiri Khu-supek untuk mengenalinya."
Karena kata2 yang lebih mirip ancaman ini, Ci-peng tak tahan lagi, dengan cepat pedangnya dilolos terus menusuk ke ulu hati orang.
Namun dengan sedikit mengegos Ci-keng bisa hindarkan serangan itu, ia masukkan kembali kertas tadi ke dalam bajunya.
"Hm, kau ingin bunuh aku untuk menghilangkan saksi bukan ?" ejeknya lagi dengan tertawa dingin. "Tetapi rasanya tidak begitu gampang."
Ci-peng tidak buka suara puIa, be-runtun2 ia menusuk tiga kali lagi secepat kilat, tapi tiap2 serangannya selalu dapat dihindarkan Ci-keng. Sampai jurus ke-empat, mendadak terdengar suara "trang" yang nyaring, Ci-keng telah lolos senjata juga, maka bertempurlah kedua saudara seperguruan itu dengan serunya disamping semak2 bunga dan di bawah sinar bulan yang terang.
Ci-keng dan Ci-peng sama2 tergolong murid pandai Coan-cin-kau angkatan ketiga, yang satu murid utama Ong Ju-it dan yang lain murid pertama Khu Ju-ki, ilmu silat mereka sebenarnya sama kuatnya.
Tapi In Ci-peng terus-menerus merangsak dengan mati-matian, sebaliknya Thio Ci-keng kadang2 menyelingi pula kata-kata ejekan ditengah pertarungan sengit itu dengan maksud membikin marah lawannya agar terjadi kesalahan2.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now