Jilid 21

3.1K 42 3
                                    

Gadis itu duduk mungkur hingga tak kelihatan mukanya, tapi melihat potongan tubuhnya yang langsing, pinggangnya ramping, tentu orangnya juga amat cantiknya.
Tempat beradanya sekarang ternyata ruangan dari sebuah rumah gubuk beratap aIang2, tapi cara mengaturnya ternyata sangat rajin dan necis, di dinding sebelah timur tergantung sebuah lukisan wanita cantik sedang bersolek dan beberapa lukisan pemandangan sedang dinding barat dihiasi se-perangkap lukisan tulisan.

Dalam herannya Nyo Ko tak sempat menikmati benda2 seni itu, ia lihat asap dupa mengepul dari sebuah anglo di suatu meja kecil, ia tak tahu kamar orang kosen siapa atau pujangga yang mana?

Teringat olehnya pertarungan di barisan batu di hutan lebat dengan Kim-lun Hoat-ong dan terluka, kenapa sekarang bisa berada disini, seketika ia menjadi bingung tak mengarti, ia coba meng-ingat2, lapat2 dapat diiingat dirinya waktu itu ber-tiarap di atas kuda dan ada orang menuntun kuda itu, orang itupun seorang perempuan ia lihat gadis di depannya ini lagi menulis penuh perhatian, ia merebah di atas ranjang, dengan sendirinya tak tahu apa yang sedang ditulisnya, tapi melihat gaya tangannya yang ber-gerak2 dengan manisnya dan bagus luar biasa. Keadaan kamar itu sunyi senyap, dibanding pertarungan sengit di barisan batu itu kini se-akan2 berada di suatu dunia lain.

Meski Nyo Ko sudah mendusin, tapi tak berani bersuara mengganggu si gadis itu, maka ia terus rebah diam-diam.

Sekonyong-konyong pikiran Nyo Ko tergerak lagi, ia kenali si gadis baju hijau di hadapannya ini bukan lain adalah gadis yang beberapa kali mengirim berita peringatan padanya dalam perjalanan tempo hari dan belakangan ber-sama2 menolong Liok Bu-siang itu, ia menjadi heran, bukan sanak bukan kadang, kenapa gadis ini begitu baik terhadapku ?

Terpikir akan itu, tak tahan lagi tiba2 ia berseru: "Eh, cici, kiranya kau lagi2 yang menolong jiwaku."

Gadis itu berhenti menulis, tapi tak menoleh, hanya dengan suara halus ia menjawab: "Tak dapat dikatakan menolong jiwamu, aku hanya kebetulan lewat di situ dan melihat Hwesio Tibet itu berbuat se-wenang2, pula kau terluka..." - sampai disini kepalanya me-nunduk2 malu.

"Cici," kata Nyo Ko lagi, aku... aku..." - tapi karena tergoncangnya perasaan, seketika tenggorokannya serasa tersumbat hingga tak sanggup meneruskan lagi.

"Hatimu baik, tak pikirkan jiwa sendiri dan menolong orang lain, aku hanya kebetulan saja bisa membantu sedikit padamu, ini terhitung apa?" demikian kata gadis itu.

"Kwe-pekbo berbudi karena pernah membesarkan aku, dia ada kesulitan, sudah semestinya aku membantu, tapi aku dan cici..."

"Aku bukan maksudkan Kwe-pekbomu, tapi aku maksudkan Liok Bu-siang, adik dari keluarga Liok itu," potong si gadis.

Sudah lama nama Liok Bu-siang tak pernah terpikir lagi oleh Nyo Ko, kini mendengar orang menyebutnya, cepat iapun menanya: "Eh, ya, apakah nona Liok baik2 saja? Lukanya sudah sembuh bukan?"

"Terima kasih atas perhatianmu," sahut gadis itu, "lukanya sudah lama sembuh, nyata kau masih belum lupa padanya."

Mendengar lagu suara orang seperti sangat rapat hubungannya dengan Liok Bu-siang, maka Nyo Ko bertanya lagi: "Entah hubungan apakah antara cici dan nona Liok ?"

Tapi gadis itu tak penjawab, ia tersenyum dan berkata: "Tak perlu kau panggil aku cici terus, umurku belum setua kau." ia merandek sejenak, lalu dengan tertawa disambungnya: "Ha, entah sudah berapa kali memanggil "Kokoh", kini hendak merubahnya mungkin agak terlambat."
Muka Nyo Ko menjadi merah, ia menduga waktu dirinya terluka dan dalam keadaan tak sadar tentu telah salah anggap orang sebagai Siao-liong-Ii dan terus2an memanggil "Kokoh" padanya, boleh jadi ada pula perkataan2 diluar batas, makin pikir makin tak enak perasaannya.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungМесто, где живут истории. Откройте их для себя