Tapi Nyo Ko tidak membantah, katanya dengan tersenyum: "Anak ini sudah kelaparan, paling penting disusui dulu." - Berbareng ia terus hendak membopong bayi di atas dipan itu.

Namun Li Bok-chiu telah mengadangnya dengan ancaman kebut dan berseru: "Kau berani merebut anak itu?"
Terpaksa Nyo Ko melangkah mundur lagi dan berkata: "Baik, takkan kupondong dia."
Li Bok-chiu sendiri lantas pondong bayi itu dan baru saja akan disodorkan lagi kepada perempuan petani tadi, tapi perempuan itu ternyata sudah menghilang entah ke mana. Rupanya selagi mereka berdua bertengkar, perempuan itu terus kabur melalui pintu belakang dengan membawa puteranya yang terluka itu.
Dengan murka Li Bok-chiu menerjang keluar pintu, dilihatnya perempuan tadi sedang lari kesetanan ke depan sana dengan anaknya, sekali Li Bok-chiu menjengek, ia melompat ke sana, kebutnya terus menyabet, tahu2 perempuan petani brtsama anaknya sudah menggeletak tak bernyawa dengan tulang kepala pecah berantakan.
Masih belum puas dengan itu, Li Bok-chiu terus menyalakan api dan membakar rumah petani itu hingga habis menjadi abu, habis itu barulah ia melangkah pergi..
Diam2 Nyo Ko menyesali Li Bok-chiu yang teramat kejam dan keji itu, ia terus mengintil di belakangnya. Kedua orang sama2 diam dan berjalan di ladang pegunungan, sampai berpuluh li jauhnya, rupanya saking lelahnya bayi itu telah terpulas dalam pondongan Li Bok-chiu.
Tengah berjalan, tiba2 Li Bok-chiu bersuara heran dan berhenti, dilihatnya dua ekor anakan macan tutul sedang bersenda gurau di bawah sinar matahari, ia melangkah maju dan baru hendak mendepak minggir kedua ekor macan tutul kecil itu, se-konyong2 terdengar suara meraung dari semak2 di samping sana, seekor induk macan tutul yabg besar menubruk tiba.
Biarpun tinggi ilmu silat Li Bok-chiu juga kaget melihat betapa besarnya macan tutul itu, cepat ia melompat ke samping untuk menghindar.
Macan tutul itu kelihatan sangat buas, sekali tubruk tidak kena, segera ia memutar balik hendak mencakar, gerakannya sangat gesit seperti jago silat saja, Segera Li Bok-chiu angkat kebutnya dan menyabet, tapi mengenai batok kepala macan tutul itu sehingga binatang itu marah dan semakin buas, macan tutul itu mendekam di tanah dengan menyeringai hingga kelihatan kedua baris giginya yang putih tajam, kedua matanya terus mengincar mangsanya dan siap menerkam pula.
Cepat Li Bok-chiu menyambitkan kedua buah jarum untuk menyerang kedua mata harimau itu. Mendadak Nyo Ko berseru: "Nanti dulu!" -Berbareng kedua jarum itu disampuknya dengan pedangnya.
Pada saat itu juga macan tutul itu sudah melompat ke atas dan menubruk tiba pula, Namun pada saat yang sama Nyo Ko juga melompat keatas, lebih dulu ia sampok pula dua jarum yang sementara itu disambitkan lagi oleh Li Bok-chiu.
Menyusul kepalan kanan dengan cepat menghantam pada tulang punggung di dekat gitok macan itu.
Macan tutul itu mengaung kesakitan dan terjatuh, tapi segera menubruk lagi ke arah Nyo Ko. Cepat anak muda itu mengegos sambil menghantamkan sebelah tangannya, betapapun kuatnya binatang itu juga tidak tahan oleh genjotan Nyo Ko dan jatuh terjungkal.
Li Bok-chiu menjadi heran mengapa dia menolong harimau itu dari serangan jarumnya, sebaliknya sekarang anak muda itu berkelahi dengan binatang itu.Dilihatnya susul menyusul Nyo Ko memukul macan tutul yang jatuh bangufn itu, hanya tempat yang dihantamnya itu bukan tempat mematikan melainkan tempat yang membuat binatang itu jatuh dan kesakitan melulu.
Suara macan tutul itu makin Iama makin perlahan, meski tidak terluka, tapi sudah belasan kali ia dipukul oleh Nyo Ko dan tidak tahan lagi segera ia melompat ke atas lereng bukit Tapi Nyo Ko sudah menduga akan itu, segera ekor harimau itu hendak ditariknya.
Tak terduga macan tutul itu mendadak mencawat ekornya di sela2 kaki sehingga tarikan Nyo Ko tidak kena pada sasarannya.
Selagi Nyo Ko hendak mengejar, mendadak macan tutul itu berpaling dan meraung seperti memanggil kedua ekor anaknya agar ikut lari. Pikiran Nyo Ko tergerak cepat ia pegang kuduk kedua anakan macan tutul dan diangkat tinggi ke atas.
Tampaknya induk macan juga sayang kepada anaknya, tanpa hiraukan keselamatan sendiri kembali macan tutul besar itu menubruk ke arah Nyo Ko. Cepat Nyo Ko melempar kedua anak harimau itu kepada Li Bok-chiu sambil berseru "peganglah ini, jangan dimatikan!"
Berbareng itu ia terus meloncat ke atas, bahkan lebih tinggi daripada macan tutul itu, ia incar dengan tepatnya, jatuh ke bawah dengan persis dapat menunggangi punggung macan tutul, kedua tangannya terus mencengkeram kencang telinga binatang itu dan ditahan ke bawah sekuatnya.
Macan tutul itu meronta sekuatnya, namun seluruh badannya sudah diatasi lawan, mulutnya yang terpentang lebar juga ambles terbenam ke dalam tanah.
"Li-supek, lekas membuat tali dengan kulit pohon dan mengikat keempat kakinya," seru Nyo Ko.
"Hm, aku tiada tempo ikut memain dengan kau," jengek Li Bok-chiu, habis itu segera ia hendak melangkah pergi
Nyo Ko menjadi ribut, teriaknya pula: "Hei, memangnya siapa mengajak kau main2? Maksudku macan tutul ini punya susu!"
Baru sekarang Li Bok-chiu paham maksud Nyo Ko, dengan girang ia berkata: "He, betul, Hanya kau yang dapat memikirkan hal ini." - Cepat mengambil belasan lempeng kulit pohon dan dipelintir menjadi tali yang kuat, lebih dulu ia ikat moncong macan tutul itu dengan kencang, habis itulah meringkus keempat kakinya.
Dengan tersenyum barulah Nyo Ko melepaskan pegangan pada harimau itu, ia berbangkit sambil kebut debu pasir di tubuhnya.
Harimau itu tidak dapat berkutik lagi, sinar matanya memancarkan rasa takut. Nyo Ko me-raba2 kepalanya dan berkata dengan tertawa: "jangan kuatir, jiwamu takkan kami ganggu, kami cuma minta kau menjadi mak inang sementara."
Segera Li Bok-chiu mendekatkan mulut si bayi pada punting susu harimau itu. Bayi itu sudah sangat kelaparan, begitu punting susu harimau masuk mulutnya, sekuatnya ia lantas menyedot
Air susu harimau tutul itu beberapa kali lipat lebih banyak daripada air susu manusia, tidak berapa lama kenyanglah.bayi itu dan terpulas pula dengan nyenyaknya.
Selama bayi itu menyusu hingga tertidur, selama itu pula pandangan Nyo Ko dan Li Bok-chiu tak pernah meninggalkan wajah si kecil yang molek itu, setelah menyaksikan bayi itu kenyang menyusu dan terpulas, air mukanya yang lembut itu tersenyum simpuI, hati kedua orang menjadi girang dab tanpa terasa mereka saling pandang dan tertawa.
Saling tertawa ini banyak membawa kedamaian bagi mereka, rasa waswas yang tadinya meliputi perasaan mereka seketika lenyap sebagian, Dengan wajah yang penuh perasaan lembut Li Bok-chiu memondong kembali bayi itu lambil ber-nyanyi2 kecil dengan suara pelahan.
Nyo Ko lantas mencari rumput yang lunak dan membuat sebuah "kasur" kecil dibawah pohon katanya: "Rebahkan di sini biar dia tidur lebih lelap.
"Sssst!" tiba2 Li Bok-chiu mendesis sambil memberi tanda agar anak muda itu jangan berisik.
Nyo Ko melelet lidah dengan muka jenaka, Terlihat si bayi telah tertidur dengan tenteram, bara sekarang ia dapat menghela napas lega.
Sementara itu kedua ekor anakan macan tutul juga sedang sibuk menyusu pada induknya, Suasana sekeliling aman tenteram, angin meniup sepoi2 manusia dan binatang berdampingan dengan damai Setelah mengalami banyak peristiwa selama beberapa hari ini, baru sekarang Nyo Ko merasakan longgar.
Li Bok-chiu duduk menunggui anak bayi itu, kebutnya mengebas pelahan mengusir lalat dan nyamuk yang menghinggapi si kecil, Di bawah kebut ini entah sudah berapa banyak melayang jiwa manusia, untuk pertama kalinya sekarang kebut itu digunakan untuk yang baik dengan perasaan kasih.
Nyo Ko melihat Li Bok-chiu terus memandangi si kecil dengan terkesima, terkadang mengulum senyum, lain saat tampak sedih, mendadak kelihatan terangsang, tapi segera kelihatan tenteram lagi. Mungkin batin iblis perempuan ini sedang bergolak dengan hebatnya dan teringat kepada pengalamannya selama ini.
Memang Nyo Ko tidak jelas kisah hidup Li Bok-chiu, hanya sekadarnya pernah didengarnya dari Thia Eng dan Liok Bu-siang, bahwa tindak-tanduknya sangat keji dan benci kepada sesamanya, tentu pernah ia pernah mengalami kedukaan yang luar biasa. Selama ini Nyo Ko benci padanya, sekarang terasa timbul juga rasa kasihan nya.
Selang agak lama, Li Bok-chiu angkat kepalanya, beradu pandang dengan Nyo Ko, melihat air muka anak muda itu tenang ramah, hati Li Bok-chiu rada tercengang, dengan suara pelahan ia berkat "Hari hampir gelap, bagaimana baiknya malam nanti?"
Nyo Ko memandang sekeliling situ. katanya kemudian: "Kita juga tak dapat membawa "mak inang" raksasa ini dalam perjalanan, sebaiknya kita mencari sebuah gua untuk bermalam, segala persoalan kita tentukan saja besok."
Li Bok-chiu mengangguk setuju. Nyo Ko lantas memeriksa sekitar tempat itu menemukan sebuah gua yang sekadarnya cukup untuk berteduh, ia mengumpulkan sedikit rerumputan dan dijereng menjadi dua kasuran besar dan kecil di dalam gua itu lalu berkata: "Li-supek, silahkan mengaso dulu, aku pergi mencari barang makanan."
Tidak lama kemudian Nyo Ko sudah kembali dengan membawa tiga ekor kelinci dan belasan buah buahan. ia melepaskan tali yang membelenggu moncong harimau tutul itu dan memberinya makan seekor kelinci, lalu ia membuat api unggun untuk memanggang kedua ekor kelinci yang lain dan dimakan bersama dengan Li Bok-chiu."Li supek, silakan tidur saja, akan ku jaga di sini" kata Nyo Ko kemudian. ia ambil seutas tali diikat pada dua batang pohon, di atas tali itulah ia tidur secara terapung.
"Cara tidur Nyo Ko itu adalah latihan utama dari Ko~bong-pay. dengan sendirinya Li Bck-chiu tak merasa heran. Selama ini selain terkadang dalam perjalanan bersama muridnya, Ang Leng-po, biasanya Li Bok-chiu pergi datang sendirian, sekarang Nyo Ko menemani dan melayani dia dengan baik dan rapi.
lnilah berbeda rasanya daripada hidup sendirian di pergunungan sunyi di masa lalu, tanpa terasa Li Bok-chiu menghela napas gegetun.
Tertidur sampai tengah malang tiba2 Nyo Ko mendengar suara burung berkicau di jurusan tenggara sana, suaranya nyaring halus dan terasa sangat enak didengar. ."
Dia pasang telinga mendengarkan sejenak, ia tidak tahu bunyi burung jenis apakah yang sedemikian merdunya. Karena ingin tahu, pelahan ia melompat turun dari ranjang tali dan merunduk ke arah datangnya suara burung itu.
Didengarnya suara burung itu terkadang meninggi dan mendadak rendah, tempo cepat dan lain jadi lambat, mirip sekali dengan orang yang sedang memainkan alat musiknya. Mau tak mau timbul hasratnya untuk menangkap burung aneh itu.
Begitulah ia terus menyusur maju ke sana, makin lama makin menurun tempatnya, akhirnya ia sama di sebuah lembah yang dalam, terdengar suara burung itu berada tidak jauh di depannya, kuatir mengejutkan burung itu, ia berjalan dengan pelahan dan langkahnya dibuat enteng, hati2 sekali ia menyingkap semak2 dan melongok ke sana, tapi ia menjadi kecewa, heran dan geli pula.
Kiranya burung yang berkicau dengan suara yang merdu tadi, bentuknya justeru sangat jelek badannya tinggi besar, malahan lebih tinggi satu kepala kalau berdiri berjajar dengan Nyo Ko. Bulu di sekujur badannya jarang2 sehingga mirip dicabut orang, warna bulunya kuning bercampur hitam dan kelihaian kotor, tampangnya rada mirip dengan sepasang rajawali piaraan Ui Yong di Tho-hoa-to itu, cuma kedua rajawali itu sangat cakap, sebaliknya rajawali aneh ini jelek, bedanya seperti langit dan bumi.
Malahan paruhnya besar membengkok, dibatok kepalanya tumbuh sebuah gumpalan daging merah sehingga menyerupai jengger, di antara beribu-ribu jenis burung di dunia ini, rasanya tiada lagi yang lebih jelek rupanya dari pada burung raksasa yang ini.
Rajawali jelek ini sedang melangkah kian kemari, terkadang menjulurkan sayap, ternyata sayap juga ada kelainan, sebelah kanan pendek sebelah kiri panjang, entah cara bagaimana ini bisa terbang. Sikap Rajawali aneh ini sangat angkuh, dengan bersitegang leher ia berjalan mondar mandir.
Setelah berkicau sejenak, mendadak suaranya berubah, dari halus merdu berubah menjadi galang menantang, tiba2 di sela-sela sana ada suara mendesis.
Sejak kecil Nyo Ko ikut ibunya menangkap ular, maka mendengar suara itu segera ia tahu ada tujuh atau delapan ekor ular berbisa besar sedang menyusur tiba. Sudah tentu dia tidak takut pada ular berbisa, tapi jumlah ular cukup banyak, mau tak-mau ia harus ber-jaga2.
Baru timbul rasa waswasnya, di bawah cahaya rembulan kelihatanlah warna loreng2, delapan ekor ular berbisa sekaligus menyambar ke arah si rajawali jelek tadi, tapi rajawali itu telah pentang paruhnya yang bengkok itu, ber-turut2 ia mencocok delapan kali, kontan kedelapan ekor ular m tercocok mati.
Betapa cepat dan jitu caranya memaruh luar biasa, sekalipun jago silat kelas satu sebangsa Kwe Cing atau Kim-lun Hoat-ong juga tidak lebih dari itu.
Nyo Ko terkesima menyaksikan kesaktian rajawali jelek itu, sekejap itu lenyaplah perasaan meremehkan dan mentertawakan rajawali yang buruk rupa itu, sekarang timbul perasaan kagum dan heran.
Sementara itu, rajawali aneh itu sedang melalap ular2 berbisa tadi satu demi satu, dari suaranya mengunyah itu se-akan2 mulut burung itu bergigi saja.
Semakin heran Nyo Ko menyaksikan itu, ia pikir kalau kejadian ini diceritakan pada orang lain, tentu orang takkan percaya, Selagi ia terpesona oleh kesaktian rajawali yang aneh itu, tiba2 hidungnya mengedus bau amis busuk, nyata ada ular menyusur tiba pula.
Agaknya rajawali itupun tahu datangnya ular, dia berkaok tiga kali se-akan sedang menarik perhatian. Mendadak terdengar suara bergedebuk dari atas pohon di depan sana menggelatung turun seekor ular sawa (Python) yang bulat tengahnya sebesar mangkuk, kepalanya bentuk segi tiga, begitu buka mulut, seketika segumpal kabut merah bisa menyembur ke arah rajawali tadi.
Namun rajawali itu sama sekali tidak gentar, sebaliknya ia malah memapak maju, mulutnya membuka, kabut berbisa tadi dihirupnya semua ke dalam perut. Berulang tiga kali ular sawa ini menyemburkan kabut racun, tapi seluruhnya dapat diisap oleh rajawali jelek itu.
Rupanya ular sawa itu tahu gelagat jelek dan ada tanda takut dan hendak mengerat mundur, namun rajawali itu cepat sekali mematuk sehingga sebuah mata ular itu terpatuk buta.
Tampaknya leher rajawali itu cekak lagi kasar, gerak-geriknya seperti kurang leluasa, tapi mulur mengkeretnya ternyata secepat kilat sehingga Nyo Ko tidak sempat melihat jelas cara bagaimana rajawali itu membutakan mata lawannya.
Karena kehilangan sebuah matanya, ular sawa-kesakitan sekali ia pentang mulut dan -"crat" jengger merah diatas kepala rajawali itu terus dipatuknya. Kejadian yang tak terduga ini ikut menjerit kaget.
Setelah menyerang berhasil, segera ular sawa itu merambat ke bawah, tubuhnya melilit beberapa kali di badan rajawali terus mengencang sekuatnya, tampaknya jiwa rajawali itu pasti sukar dipertahankan.
Lantatan ibunya tewas oleh pagutan ular berbisa, maka selama hidup Nyo Ko sangat benci pada ular, meski dia tidak menaruh simpatik terhadap rajawali buruk rupa itu, tapi iapun tidak ingin burung itu dicelakai ular jahat, cepat ia melompat keluar, pedangnya terus membacok tubuh ular itu. Terdengarlah suara "blang" yang nyaring pedang nya ternyata terpental balik.
Sungguh tak kepalang terkejut "Nyo Ko, Kun cu-kiam yang diperolehnya dari tempat Kongsun Ci itu sangat tajam, sampai roda perak Kim-lun Hoat ong juga terkupas sebagian, betapapun buas dan ganasnya ular sawa ini juga terdiri dari daging darah, mengapa Kun cu-kiam malah terpental.
Karena heran dan kejutnya, segera ia tambahi tenaga dan berturut membacok lagi tiga kali, kemudian terdengar "trang-trang-trang" tiga kali, suara nyaring beradunya logam, jelas bukan suara penuh sisik ular.
Waktu Nyo Ko periksa pedangnya, ternyata mata pedangnya ada tiga tempat gempilan kecil, bahwa badan ular dapat membikin pedangnya mental sudah aneh, malahan mata pedangnya gumpil, hal ini sungguh sukar dipercaya, diantara mata pedangnya itu jelas ada noda darah ular, terang ular sawa itu terluka oleh bacokannya
Sementara itu pergulatan antara ular dan rajawali sudah mengalami perubahan keadaan, Ular sawa itu semakin kencang melilit lawannya, sedangkan bulu rajawali itu tampak menegak dan melakukan perlawanan sekuat tenaga.
Diam2 Nyo Ko berkuatir bagi keselamatan rajawali itu, kalau sebentar ular sawa itu membinasakan rajawali, sasarannya selanjutnya tentu adalah dirinya, sedangkan badan ular itu lebih keras dar| pedang, lalu cara bagaimana akan melawannya.
Kalau melarikan diri sekarang jelas dapat lolos dengan selamat, tapi dasar wataknya memang berbudi luhur dan berjiwa pendekar, sekali ia sudah membacok ular sawa, ini berarti dia sudah memihak pada si rajawali untuk menghadapi musuh yang sama, kalau kabur sendirian, betapapun ia merasa tindakan demikian terlalu rendah dan pengecut.
Segera ia mengerahkan segenap tenaganya, "trang", kembali pedangnya membacok tubuh ular. Tapi mendadak tangannya terasa enteng, Kun cu kiam itu tinggal setengah saja yang terpegang di tangannya, badan ular juga lantas menyemburkan darah merah segar, namun tubuhnya belum tertabas putus.
Karena lukanya cukup parah, lilitan badan ular nampak agak mengendur, kesempatan ini segera gunakan rajawali sakti itu untuk memberosot keluar, waktu turun ke bawah paruhnya yang bengkok itu secepat kilat mematuk sehingga mata ular yang satunya juga terpatuk buta.
Ular itu pentang mulutnya yang lebar dan memagut kian kemari secara ngawur, kini kedua matanya sudah buta, tentu saja tidak dapat menggigit sasarannya.
Siapa tahu rajawali itu justeru sengaja menyodorkan kepalanya dau membiarkan jengger merahnya digigit lagi oleh ular.
Kembaii Nyo Ko terkesiap, tapi setelah dipikir segera ia paham maksud tujuan si rajawali, tentunya jengger merah burung itu adalah benda berbisa atau mungkin merupakan bagian yang anti ular.
Kalau ular sawa itu tidak mempan ditabas senjata tajam, jalan paliag baik adalah membinasakannya dengan racun.
Taring ular tampak menggigit jengger, gumpalan daging kepala rajawali itu, tubuhnya lantas terus melingkar pula, tapi sekali ini rajawali itu tidak membiarkan badahnya terbelit lagi. cakarnya bekerja, ekor ular dicengkeram dan dibetot hingga putus.
Sementara itu ular sawa sudah keracunan hebat, mendadak badannya terguling dan melepaskan gumpalan daging yang digigitnya itu. Meski rajawali itu tahu si ular sudah dekat ajalnya, tapi dia tidak membiarkan lawannya main gila lagi, kepala ular terus dicengkeram dan ditekan ke dalam tanah.
Rajawali itu buruk rupa, tapi tenaga saktinya sungguh kuat luar biasa, ular sawa itu tak bisa berkutik lagi dan tidak lama kemudian matilah ular itu.
Si rajawali lantas mengangkat kepala dan berbunyi tiga kali, habis itu ia berpaling kepada Nyo Ko dan berkicau dengan suara halus. Dari suara burung itu Nyo Ko merasakan nada persahabatan pelahan ia mendekatinya dan berkata: "Tiau-heng (kakak rajawali), tenaga saktimu sungguh mengejutkan aku sangat kagum."
Entah burung itu paham ucapannya atau tidak, hanya terdengar dia "berkicau" lagi beberapa kali, mendadak ia melangkah maju dan mematuk setengah potong Kun-cu-kiam yang dipegang Nyo Ko itu, tahu2 pedang itu sudah direbutnya.
Padahal kepandaian Nyo Ko sekarang sudah tokoh kelas satu, biarpun jago silat tertinggi juga tidak dapat merampas senjatanya dalam sekali gebrak saja, akan tetapi sekarang rajawali buruk rupa ini ternyata dapat menaklukannya dengan cepat luar biasa...
Tentu saja Nyo Ko terkejut dan cepat melompat mundur, ia bersiap siaga kalau itu burung menubruk maju Iagi. Tapi dilihatnya rajawali itu telah membuang Kun-cu-kiam kutung itu dengan sikap yang menghina.
Pahamlah Nyo Ko akan maksud rajawali itu, katanya: "Aha, tahulah aku. Kau melarang aku mendekati kau dengan bersenjata. padahal kita membunuh musuh bersama, mana aku dapat membikin susah padamu."
Rajawali itu bersuara pelahan dan mendekati Nyo Ko sambil menjulurkan sayapnya dan menepuk pelahan beberapa kali di punggung anak muda itu.
Melihat burung itu sangat cerdik dan dapat memahami ucapan manusia, Nyo Ko sangat girang iapun balas me-raba2 punggungnya.
Melihat bangkai ular sawa yang masih menggeletak di situ, Nyo Ko menjadi heran apa sebabnya ular itu mampu mematahkan Kun-cu-kiam, Segera ia memotong sepotong ranting kayu, ia menusuk bangkai ular, rasanya lunak, tiada sesuatu yang aneh.
Ketika kayu itu ia tusuk ke luka bekas bacokan pedang, tiba2 terbentur pada sesuatu benda yang keras, sedangkan bagian itu adalah perut dan bukan bagian tulang ular.
Nyo Ko bertekad mencari tahu sejelasnya, sekuatnya ia tusukan kayunya, waktu ia tarik kembali ujung kayu itu ternyata sudah terbelah menjadi dua, tampaknya di dalam tubuh ular itu pasti ada sesuatu benda yang tajam.
Ia coba berjongkok dan mengamati lebih teliti, dilihatnya di antara rembesan darah yang merah itu samar2 memancarkan kabut ungu yang tipis, jarak muka Nyo Ko dengan bangkai ular cukup jauh, tapi merasakan semacam hawa dingin yang aneh, semakin mendekat kepalanya ke bangkai rasa dingin itu semakin keras.
Segera Nyo Ko menjemput kembali kutungan Kun-cu-kiam tadi, ia mengupas kulit daging ular bagian yang terluka itu, seketika hawa dingin tadi bertambah kuat. la terkejut disangkanya ada benda berbisa yang sangat lihay, cepat ia gunakan kutungan Kun-cu-kiam untuk membacok. "trang", tahu2 pedang yang sudah kutung itu patah lagi menjadi dua.Sekarang Nyo Ko sudah dapat menduga duduknya perkara, pasti di dalam tubuh ular itu terdapatsesuatu senjata tajam. Segera ia gunakan pedang kutung untuk mengupas kulit daging ular agar lebih bersih, akhirnya kelihatanlah sebatang pedang panjang satu meter yang bercahaya ungu.
Dengan girang Nyo Ko menggunakan pedang, kutung untuk mencungkil batang pedang ungu itu, mendadak "srrr,... ,cret", pedang ungu itu tercungkil mencelat dan menancap pada batang pohon di sebelah sana hingga lebih setengah batang pedang yang ambles. padahal cara mencungkil tadi tidak terlalu keras, namun pedangnya itu dapat menancap ke batang pohon seperti batang pisang saja empuknya, sungguh senjata yang maha tajam dan belum pernah dilihat Nyo Ko.
Waktu Nyo Ko menyembelih ular dan mengambil pedang ungu, selama itu si rajawali sakti juga terus mengawasi iapun tertarik melihat pedang ungu yang luar biasa itu, se-konyong2 ia menyerobot maju, gagang pedang digigitnya dan dicabut jenis dibawa lari ke tebing gunung sana.
Dalam semalam Nyo Ko telah berulang mengalami peristiwa aneh, ia merasa rajawali buruk rupa itu tak dapat diduga, segera ikut melompat turun ke bawah sana, Dilihatnya tepi tebing sana ada sebuah sungai kecil, dengan menggigit pedang ungu tadi, rajawali itu lantas rendam pedang itu dalam air sungai, agaknya untuk mencucinya.
Diam2 Nyo Ko mengangguk dan paham maksud si rajawali, pedang itu sudah lama mengeram di dalam perut ular berbisa. dengan sendirinya racun juga melekat pada batang pedang itu.
Setelah sekian lamanya si rajawali mencuci pedang, kemudian ia berpaling dan melemparkan pedang itu kepada Nyo Ko. Pedang itu se-akan2 berbentuk selarik sinar ungu menyambar ke arah Nyo Ko, tapi dengan cepat anak muda itu dapat menangkap gagang pedang, katanya dengan tertawa "Terima kasih atas kebaikan Tiau-heng." ia periksa, dilihatnya gagang pedang itu tertulis dua huruf Hindu kuno: "Ci-wi" atau mawar ui
Nyo Ko pegang pedang itu lurus ke depan menyendalnya perlahan, seketika batang pedang bergetar dan mengeluarkan suara mendengung, nyata batang pedang itu sangat lemas. Barulah mengerti akan persoalannya. "Ah lantaran pedang sangat lemas sehingga dapat mengikuti lenggak-lenggok tubuh ular, makanya tidak sampai mencelakai dan menembus perut ular meski mengeram sekian lamanya di dalam perut ular itu.
la coba mengayun pedang ungu itu ke samping, sebatang pohon yang cukup besar kontan tertabas putus, sedikitpun tidak memerlukan tenaga.
Rajawali tadi bersuara pelahan beberapa kali pula dan mendekati Nyo Ko, dengan paruhnya yang bengkok itu ia tarik2 ujung baju Nyo Ko, lalu mendahului melangkah ke sana.
Nyo Ko menduga perbuatan rajawali itu pasti mengandung arti yang daiara, ia segera mengikuti dibelakangnya. Langkah rajawali itu sangat cepat seperti kuda lari saja meski berjalan di antara batu pegunungan dan semak belukar, Nyo Ko keluarkan kemahiran Ginkangnya, tapi rasanya sukar menyusulnya, syukur rajawali itu lantas menunggunya kalau Nyo Ko ketinggalan jauh.
Makin lama tempat yang mereka tuju itu makin rendah dan akhirnya sampai di suatu lembah gunung yang dalam, Tidak lama kemudian sampailah mereka di sebuah gua besar, Rajawali itumengangguk kepala tiga kali di depan gua dan bersuara tiga kali, lalu menoleh, memandangi Nyo Ko.
Dari sikap rajawali itu Nyo Ko menduga, binatang itu seperti sedang menjalankan penghormatan ke dalam gua, ia pikir gua ini pasti didiami oleh orang kosen angkatan tua dan rajawali ini tentunya adalah piaraannya, jika demikian aku harus menurut adat istiadat.
Maka Nyo Ko lantas berlutut dan menyembah beberapa kali di depan gua dan berkata: "Tecu Nyo Ko menyampaikan salam hormat kepada cianpwe, agar sudi memaafkan kedatanganku yang sembrono ini."
Selang sejenak, tiada terdengar sesuatu jawaban apapun, Rajawali itu menarik lagi ujung bajunya terus melangkah ke depan gua.
Keadaan dalam gua gelap gulita, entah betul dihuni oleh orang kosen tokoh persilatan atau didiami oleh setan gendruwo, meski hatinya kebat-kebit, tapi mati-hidup tidak dipikirkan lagi, dengan menjinjing pedang pusaka "Ci-wi-kiam yang ditemunya itu, ia terus mengintil di belakang si rajawali sakti.
Sebenarnya gua itu sangat cetek, hanya beberapa langkah sudah buntu. di dalam gua, selain sebuah meja dan sebuah bangku batu tiada sesuatu benda lain Iagi.
Rajawali tadi berkaok tiga kali ke pojok gua sana, waktu Nyo Ko memandangnya tertampak di sudut sana ada segundukan batu yang menyerupai kuburan, ia pikir: "Tampaknya ini adalah makam seorang kosen, cuma sayang burung ini takdapat bicara sehingga sukar diketahui asal-usul tokoh ini"
Ketika ia menengadah, tiba2 dilihatnya dinding gua seperti ada tulisan, cuma lembab dan berlumut dinding itu, pula gelap, maka tidak tertampak jelas, Segera Nyo Ko membuat api dan menyalakan sebatang kayu kering, ia kesut lumut dinding gua, benar di situ ada tiga baris huruf. Goresan tulisan sangat halus, tapi melekuk dalam pada batu dinding, tampaknya diukir dengan senjata yang sangat tajam, besar kemungkinan diukir dengan Ci-wi-kiam ini.
Ketiga baris tulisan itu kira2 berarti "Malang melintang lebih 30 tahun di dunia Kangouw, membunuh habis semua musuh, mengalahkan seluruh jago di dunia ini tidak menemukan lawan lagi, maka bertirakat di lembah sunyi ini memperisterikan dan berkawankan rajawali Oho, sungguh sayang, selama hidup hanya mengharapkan seorang lawan sama kuat pun sukar ditemukan, pada bawah ketiga baris huruf itu disebut pula nama penulisnya, yakni: "Kiam-mo Tokko Kiu-pay"
"Kiam-mo Tokko Kiu-pay", demikian Nyo Ko mengulangi kata2 ini beberapa kali, hatinya merasakan sesuatu yang sukar dilukiskan, dari tulisan di dinding gua itu dapat ditarik kesimpulan bahwa orang kosen itu lantaran tidak mendapatkan tandingan karena jengkel lalu dia mengasingkan diri dilembah sunyi ini, maka dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu silat orang ini tentu sukar diukur.
Bahwa orang kosen itu berjuluk Kiam-mo (iblis pedang), dengan sendirinya ilmu pedangnya maha sakti, dia she Tokko dan bernama Kiu-pay (minta dikalahkan), mungkin dia telah menjelajahi seluruh jagat untuk mencari seorang yang mampu mengalahkan dia dan cita2nya itu tidak pernah terkabul, sebab itulah dia merasa masgul dan hidup menyendiri.
Membayangkan betapa hebat tokoh yang entah hidup di jaman apa itu, tanpa terasa Nyo Ko sangat kagum.
Nyo Ko angkat obornya dan memeriksa pula keadaan dalam gua, namun tidak ditemukan lagi sesuatu bekas lain, diatas makam itupun tidak ada tanda2 lain pula, Ia menduga mungkin setelah tokoh kosen itu meninggal lalu rajawali sakti inilah yang menguruki jenasahnya dengan batu. Mengenai pedang pusaka "mawar ungu" bisa tertelan ke perut ular sawa itu, karena rajawali sakti ini tidak dapat bicara, tampaknya teka-teki ini ta kkan terungkap selamanya.
Begitulah Nyo Ko ter-menung2 sejenak di situ, kemudian ia padamkan api obor, dalam kegelapan pedang pusaka yang dipegangnya itu memancarkan canana ungu yang remang2, teringat olehnya pedang ini pernah digunakan orang kosen Tokko Kiu-pay malang melintang di dunia persilatan tanpa terkalahkan, dan sekarang pedang pusaka ini jatuh ke tangannya, maka ia lantas berlutut dan menyembah lagi beberapa kali di depan makam batu tadi.Melihat Nyo Ko sangat menghormati makam batu itu, rupanya rajawali sakti sangat senang, kembali ia menjulurkan sayapnya menepuk pundak anak muda itu.
Nyo Ko menjadi teringat tulisan tadi, dimasa Tokko Kiu-pay menyebut si rajawali sakti ini sebagai kawannya, jadi rajawali ini meski binatang kan terhitung angkatan tua pula, kalau kusebut dia Tiau-heng" (kakak rajawali) rasanya juga tak berlebihan.
BegituIah ia lantas berkata kepada burung itu: "Tiau-heng, tanpa sengaja kita bertemuu, agaknya memang ada jodoh antara kita, sekarang kumohon diri untuk pergi. Engkau ingin mendampingi makam Tokko-locianpwe di sini atau hendak berangkat saja bersamaku?"
Rajawali itu berbunyi beberapa kali sebagai jawaban. Sudah tentu Nyo Ko tidak paham artinya, yang jelas burung itu tetap berdiam saja di samping makam, maka Nyo Ko menarik kesimpulan rajawali itu merasa berat untuk meninggalkan kediaman yang sudah ratusan tahun dihuninya ini.
Segera ia merangkul leher rajawali itu dan ber-mesra2an sekian lama dengan dia barulah tinggal pergi.
Selama hidup Nyo Ko tiada mempunyai seorang sahabat karib kecuali saling cinta dengan Siau-liong-li, sekarang bertemu dengan rajawali sakti ini secara kebetulan, walaupun manusia dan binatang, tapi entah mengapa, rasanya sangat cocok sekali, sekeluarnya dari gua itu, terasa berat untuk meninggalkannya, maka setiap melangkah beberapa tindak ia lantas menoleh.
Akhirniya setiap kali ia menoleh, selalu si rajawali sakit berbunyi satu kali sebagai tanggapan menolehnya itu, meski jaraknya sudah semakin jauh, tapi rajawali itu dapat melihat dengan jelas dalam kegelapan dan selalu menjawab dengan berbunyi satu kali bila Nyo Ko menoleh.
Sungguh hati Nyo Ko sangat terharu, mendadak ia berseru: "O, Tiau-heng, jiwaku sudah tidak lama lagi, nanti kalau urusan puteri Kwe - pepeh sudah selesai dan setelah kumohon diri pada Kokoh? segera kudatang ke sini, rasanya tidak sia2 hidupku ini apabila aku dapat terkubur di samping Tokko locianpwe."
Habis berkata ia memasukkan Ci-wi-kiam ke dalam sarung Kun-cu-kiam, lalu melangkah pergi dengan cepat
Sambil berjalan, dalam hati Nyo Ko terus merenungkan pengalaman aneh tadi, terpikir pula olehnya Kun-cu-kiam dan Siok-li-kiam yang dimilikinya bersama Siao-liong-li itu, sepasang pedang ini sebenarnya memberi ramalan yang baik, siapa tahu Kun-cu-kiam akhirnya patah, tampaknya dirinya memang sudah ditakdirkan tak dapat hidup bersama Siao-liong-Ii sampai hari tua, berpikir sampai di sini ia berduka dan tanpa terasa mencucurkan air mata.
Tengah berjalan, mendadak dari sebelah kanan menyambar tiba sesuatu senjata warna hitam, menyusul dari sebelah kiri juga ada orang menyergapnya. Saat itu pikiran Nyo Ko sedang bergolak dan sama sekali tidak menduga akan diserang oleh musuh dilembah sunyi begini.
Apalagi serangan dari kanan kiri ini juga sangat cepat, dapat menghindarkan yang kiri tentu sukar mengelakkan yang kanan.
Dalam keadaan kepepet Nyo Ko juga tidak sempat melolos pedang, sepat ia meloncat setinggi nya, ia menduga musuh pasti akan melancarkan serangan susulan waktu ia turun ke bawah, maka selagi terapung di atas, sekaligus ia cabut Ci- wi-kiam dan diputar dengan kencang untuk menjaga diri, dengan begitulah ia turun ke bawah.
Akan tetapi sebelum dia melabrak lawannya, se-konyong2 sesosok bayangan menubruk tiba dari belakang, ternyata si rajawali sakti itu. Dengan cepat rajawali itu menubruk ke semak2 di sebelah kanan, sekali patuk segera seekor ular tergigit olehnya terus dilemparkan ke tanah, menyusul ia lantas menubruk pula ke sebelah kiri, tertampak sinar emas berkelebat, sebuah roda emas menghantamnya rajawali itu bermaksud mematuk roda itu untuk merampasnya, tapi tidak berhasil, sedikit berputar segera paruhnya mematuk lagi. .
Dari semak2 pohon situ lantas melompat keluar seorang dengan sepasang rodanya, kiranya Kim-lun Hoat-ong adanya.
Kuatir rajawali itu dicelakai Hoat-ong yang lihay, cepat Nyo Ko berseru: "Silahkan mundur, Tiau-heng, biar aku yang melayani dia."
Namun sayap kiii si rajawali mendadak membentang ke belakang untuk mencegah Nyo Ko, sedangkan sayap kanan terus menyampuk ke depan.
Serangkum angin keras terus menyamber ke muka Hoat-ong, luar biasa tenaga sabetan sayap itu, biarpun jago silat kelas satu juga tidak sekuat itu.
Kiranya Hoat-ong dan Nimo Singh bergumul dan terjerumus ke jurang, untung ditepi jurang ada sebatang pohon besar, pada detik berbahaya itu Hoat-ong sempat menggunakan sebelah tangannya untuk merangkul batang pohon.
Saat itu Nimo Singh sudah dalam keadaan setengah sadar, namun dia masih tetap merangkul tubuh Hoat-ong dengan mati2an, setelah Hoat-ong mengawasi keadaan sekitarnya, kemudian ia lepaskan rangkulannya pada batang pohon sambil kakinya memancal, dengan tepat kedua orang jatuh pada onggokan semak2 rumput yang lebat terus menggelinding ke bawah mengikuti tebing yang miring itu.
Belasan meter jauhnya mereka ber guling dan baru berhenti setelah sampai di dasar lembah yang dalam itu. Tentu saja sekujur badan mereka babak belur oleh duri dan batu kerikil.
Segera Hoat-ong menggunakan Kim-na-jiu-hoat untuk menelikung tangan Nimo Singh sambil membentak "Lepaskan tidak?"
Dalam keadaan setengah sadar Nimo Singh merasa tidak bertenaga lagi untuk melawan, terpaksa ia lepaskan sebelah tangan dan tangan lain masih mencengkeram punggung orang.
"Hm, kedua kakimu sendiri keracunan hebat dan tidak lekas berusaha menolongnya masih main gila apa kau?" jengek Hoat-ong.
Ucapan ini seperti kemplangan diatas kepala Nimo Singh, cepat ia menunduk, tertampak kedua kaki sendiri sudah membengkak besar dua kali lipat daripada biasanya, ia tahu bila tidak lekas ditolong sebentar lagi kalau racun menjalar keatas tentu jiwanya melayang, ia menjadi nekat, ia melolos ular baja yang terselip di tali pinggang, sambil menggertak gigi ia bacok putus kedua kakinya itu sebatas lutut Seketika darah segar memuncrat, kontan iapun semaput.
Melihat betapa tegas dan perkasanya Nimo Singh, mau-tak-mau Hoat-ong merasa kagum juga. Mengingat orang sudah cacat kedua kaki dan tidak bakalan bersaing lagi dengan dirinya, segerat Hoat - ong menutup beberapa Hiat-to di kaki Nimo Smgh untuk menghentikan cucuran darahnya, habis itu ia mengeluarkan pula obat dibubuhkan pada lukanya serta membalutnya dengan robekan kain baju Nimo Singh.
Pada umumnya Busu (jago silat, Bushu kata orang Jepang) di negeri Thian-tiok mengalami gemblengan fisik yang hebat, rata2 pernah berlatih tidur di atas papan berpaku atau berpisau dan jenis2 ilmu yang menyakitkan lainnya.Nimo Singh juga ahli dalam ilmu2 itu, maka begitu darahnya mampet, segera ia sanggup bangkit berduduk dan berkata kepada Hoat-ong. "Baiklah, kau telah menolong aku segala sengketa kita yang sudah lalu tak perlu di-ungkat lagi."
Hoat-ong tersenyum getir, dalam hati ia merasa keadaan sendiri malahan lebih buruk daripada Nimo Singh yang sudah buntung itu, meski buntung, tapi Nimo Singh sudah bebas dari keracunan. Maka Hoat-ong lantas duduk bersila dan mengerahkan tenaga dalam untuk mendesak keluar hawa beracun di telapak kakinya itu.
Lebih satu jam barulah beberapa tetes air hitam dapat ditolak keluar, itupun sudah membuatnya jantung berdebar dan napas terengah.
Seharian itu mereka lantas istirahat di dasar-lembah itu. Tak terduga menjelang tengah malam. tiba2 terdengar suara tindakan orang mendatang dari kejauhan. Cepat Hoat-ong gusur tubuh Nimo Singh ke dalam semak2, ia sendiri lantas sembunyi di balik pohon.
Sesudah dekat, dikenalinya pendatang itu adalah Nyo Ko, anak muda itu mengintil di belakang seekor burung raksasa aneh, sekejap saja sudah lewat ke sana.
Mengingat racun dalam tubuhnya seketika sukar dibersihkan, timbul pikiran Hoat-ong hendak merobohkan Nyo Ko untuk merampas obat penawarnya, Sebab itulah mereka lantas sembunyi di situ begitu Nyo Ko kembali lagj, segera mereka menyergapnya. Untung kedua orang itu habis terluka dan banyak berkurang tenaganya, kalau tidak pasti Nyo Ko bisa celaka.
Begitulah sesudah Nyo Ko terhindar dari sergapan, dilihatnya si rajawali sakti pedang melabrak Hoat-ong dengan sengit, caranya menubruk dan menyabet dengan sayapnya serta caranya mengelak seluruhnya bergaya dan beraturan, tentunya burung ini sudah lama mengikuti orang kosen yang tak terkalahkan sebagai Tokko Kiu-pay, maka sudah apal sekali semua jurus ilmu silat sehingga tokoh semacam Hoat-ong juga cuma bertempur sama kuatnya saja melawan rajawali.
Makin lama Hoat-ong makin heran dan kuatir Nyo Ko berdiri di samping dengan pedang terhunus, kalau anak muda itu ikut mengerubutnya pasi dirinya bisa celaka, iapun heran darimana datangnya burung raksasa, kalau saja majikannya juga muncul maka tamatlah riwayatnya hari ini.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now