Segera Kongsun Lik-oh menyambung pula: "Ya, memang, anak memang kagum terhadap kepribadian Nyo-kongcu yang setia dan berbudi itu, Tapi anakpun tahu dalam hatinya sudah terisi oleh Liong-kokoh seorang, sebabnya anak menolong dia hanya karena tidak setuju atas tindak tanduk ayah dan tiada tujuan lain."

Hati Nyo Ko sangat terharu mendengar ucapan itu, ia pikir Kokcu bangsat dan jahat ini ternyata melahirkan puteri yang baik hati
Air muka Kongsun Kokcu kelihatan kaku tanpa menunjuk sesuatu perasaan, katanya dengan hambar. "Jadi menurut pandanganmu ayahmu ini orang jahat, tidak berbudi, begitu?"
"Mana anak berani menuduh ayah demikian." ujar Kongsun Lik-oh, "Cuma... cuma..."
"Cuma apa?" desak Kongsun Kokcu.
"Nyo-kongcu tersiksa oleh tusukan duri bunga cinta, mana dia sanggup menahan rasa sakitnya," kata Kongsun Lik-oh. "Ayah, kumohon engkau suka berbuat bajik dan kasihan padanya, sudilah engkau membebaskan dia."
"Hm, besok aku sendiri dapat membebaskan dia, buat apa kau ikut campur?" jengek sang ayah.
Untuk sejenak Kongsun Lik-oh termangu diam seperti sedang memikirkan sesuatu yang diragukan apakah harus diutarakannya atau tidak, tapi mendadak air mukanya mengunjuk penuh rasa keyakinan secara tegas ia berkata kepada sang, ayah: "Ayah, anak telah dibesarkan engkau, sedangkan Nyo-kongcu baru kukenal, sebab apa anak malah membela dia? Apabiia besok ayah sungguh2 mau mengobati dia dan membebaskan dia, masakah anak berani lagi datang ke kamar obat ini?"
"Habis apa maksud kedatanganmu ini?" tanya Kokcu dengan bengis.
"Soalnya anak tahu ayah tidak bermaksud baik padanya," jawab Lik-oh lantang, "malam nanti setelah ayah kawin dengan Liong-kokoh, tentu engkau akan membinasakan Nyo-kongcu dengan keji untuk menghilangkan segala harapan Liong-kokoh,"
Sehari-harinya Kongsun Kokcu jarang memperlihatkan rasa senang atau gusarnya, segala urusan biasanya diselesaikan secara adil dan baik, terhadap anak muridnya juga sangat baik, sebab itulah anak buahnya sangat tunduk padanya.
Tapi Kongsun Lik-oh juga cukup kenal isi hati sang ayah, menghadapi pengacauan Nyo Ko sekarang jelas ayahnya pasti akan membinasakan anak muda itu.
Karena isi hatinya dengan jitu kena dikorek oleh anak perempuannya, Kongsun Kokcu menjadi gusar, jengeknya: "Benar2 piara macan mendatangkan bencana. Sudah kubesarkan kau, siapa tahu sekarang kau malah menggigit ayahmu sendiri serahkan sini" Berbareng sebelah tangannya dijulurkan.
"Apa yang ayah inginkan?" tanya Likoh,
"Masih kau berlagak pilon?" bentak sang Kokcu, "Goat-ceng-tan (pil putus cinta)! Obat penawar racun bunga cinta itu!"
"Anak tidak mengambilnya," jawab Lik-oh.
"Habis siapa yang mencurinya?" teriak Kongsun Kokcu sambil berdiri.
Nyo Ko mengamati isi kamar itu, terlihat di atas meja, almari, penuh terderet botol obat, dinding juga banyak tergantung rumput obat yang tidak dikenal namanya, Di sebelah kiri sana bejajar tiga buah anglo pemasak obat, tentu kamar inilah yang disebut kamar obat.Melihat muka Kongsun Kokcu yang bersungut itu, jelas Kongsun Lik-oh pasti akan mendapat hukuman berat Terdengar nona itu berkata pula: "Ayah, memang betul anak masuk ke sini ingin mencuri obat untuk menolong Nyo-kongcu, tapi sekian lamanya kucari dan tidak menemukan obat nya, kalau tidak masakah dapat dipergoki Ayah?"
Dengan suara bengis Kongsun Kokcu membentak "Tempat obat ini sangat dirahasiakan, beberapa orang luar sejak tadi juga berada di ruangan tamu, tapi sekarang Coat-ceng-tan bisa hilang mendadak, memangnya obat itu punya kaki dan dapat lari ?"
Tiba2 Lik-oh bertekuk lutut di depan sang ayah, katanya sambil menangis. "Ayah, sudilah engkau mengampuni jiwa Nyo-kongcu, suruhlah dia pergi dari sini dan dilarang datang lagi selamanya."
"Hm, jika keselamatan ayahmu terancam, belum tentu kau sudi berlutut dan mintakan ampun kepada orang," jengek Kongsun Kokcu.
Lik-oh tidak menjawab lagi, ia hanya menangis sembari merangkul kedua kaki ayahnya.
"Coat-ceng-tan sudah kau ambil, cara bagaimana aku dapat menolongnya seperti permintaanmu?" uj'ar Kongsun Kokcu. "Baiklah, kau tidak mau mengaku juga terserah padamu. Boleh kau tinggal satu hari di sini, Obat itu sudah kau curi, tapi tak dapat kau antar kepada bocah itu, selewatnya 12 jam barulah kulepaskan kau nanti." - Habis berkata ia terus melangkah ke pintu kamar.
Kongsun Lik-oh tahu lihaynya racun bunga cinta itu, sedikit tercocok durinya saja akan menderita tiga hari, apalagi sekarang sekujur badan Nyo Ko tertusuk beribu durinya, dalam waktu 12 jam tak diberi obat tentu akan mati kesakitan, sekarang ayahnya hendak pergi begitu saja, itu berarti hukuman mati bagi Nyo Ko. Maka cepat ia berseru: "Nanti dulu, ayah!"
"Apalagi yang hendak kau katakan ?" tanya sang ayah.
"Ayah, singkirkan dulu mereka," kata Lik-oh sambil menuding keempat murid baju hijau.
"Setiap penghuni lembah kita ini adalah orang sendiri dan bersatu hati, tiada sesuatu yang perlu dirahasiakan," ujar Kokcu.
Wajah Lik-oh tampak merah padam, tapi segera berubah menjadi pucat, katanya kemudian: "Baiklah engkau tidak percaya kepada perkataan anak, silakan engkau periksa apakah obat itu ada padaku atau tidak?" Segera ia membuka baju sendiri, lalu melepaskan gaunnya.
Sama sekali Konasun Kokcu tidak menduga puterinya bisa berbuat senekat itu, cepat ia memberi tanda agar keempat muridnya keluar, lalu pintu kamarpun ditutup, Hanya sekejap saja Kongsun Lik-oh sudah menanggalkan pakaiannya kecuali kutang dan celana dalam, benar juga tidak nampak sesuatu benda apapun pada tubuhnya.
Dari tempat sembunyinya Nyo Ko dapat melihat seluruh tubuh si nona yang putih bersih ltu, seketika jantungnya berdetak keras. Dia adalah pemuda perkasa, sedangkan tubuh Kongsun Lik-oh sangat montok serta berwajah cantik, betapapun darahnya menjadi bergolak.
Tapi segera teringat pula olehnya: "Ah, dia ingin menyelamatkan jiwaku sehingga rela membuka baju, wahai Nyo Ko, apabila kau memandangnya lagi sekejap, maka lebih rendahlah kau daripada bintang." Cepat ia pejamkan mata, namun karena pikiran kacau, tanpa sengaja dahinya telah membentur daun jendela.
Betapa lihainya Kongsun Kokcu, hanya suara benturan sedikit itu saja sudah diketahuinya, diam2 ia mendapatkan akal, ia mendekati ketiga anglo pemasak obat, anglo yang tengah didorongnya ke samping, anglo bagian kanan ditariknya ke tengah dan anglo sebelah kiri digeser ke kanan. Habis itu anglo yang tengah tadi di dorong ke sebelah kiri.
"Baiklah, jika begitu kuterima permintaanmu untuk mengampuni jiwa bocah itu," kata sang Kokcu kemudian.
Lik-oh sangat girang dan berulang menyembah "Ayah!" katanya dengan suara gemetar.
Kokcu duduk kembali pada kursi di dekat dinding, lalu berkata pula: "Tapi peraturanku tentu pula sudah kau ketahui, apa akibatnya jika sembarangan masuk kamar obat ini tanpa idzinku?"
"Hukuman mati," jawab Lik-oh sambil menunduk.
"Meski kau adalah puteri kandungku, namun peraturan harus dilaksanakan kau mangkat baik2 saja," kata Kongsun Kokcu dengan menghela napas sambil melolos pedang hitam dan diangkat ke atas, tiba2 ia berkata pula dengan suara halus: "Ai, anak Lik, kalau saja selanjutnya kau tidak membela bocah she Nyo itu, maka jiwamu dapat kuampuni, Diantara kau dan dia hanya satu saja yang dapat diampuni, coba katakan, mengampunkan dia atau kau?"
"Dia!" jawab Kongsun Lik-oh dengan suara pelahan tanpa ragu.
"Bagus, puteriku sungguh seorang yang maha berbudi dan jauh melebihi ayahmu ini," kata Kokcu, pedangnya terus membacok ke kepala Lik-oh.
"Nanti dulu." seru Nyo Ko dengan terkejut, tanpa pikir lagi ia mendobrak jendela dan melompat ke dalam, Selagi tubuh masih terapung di udara iapun berseru pula: "Persoalan ini tiada sangkut pautnya dengan nona Kongsun, silakan kau membunuh aku saja,"
Sebelah kakinya telah menutul lantai dan baru tangannya hendak meraih pedang hitam Kongsun Kokcu, tiba2 tempat kakinya berpijak itu terasa lembek, seperli menginjak tempat kosong.
Diam2 Nyo Ko mengeluh bisa celaka, dengan mengerahkan tenaga dalam, sekuataya ia angkat tubuhnya ke atas, dalam keadaan kaki tidak mendapatkan tempat berpijak, caranya mengangkat tubuh ke atas itu sungguh ilmu mengentengkan tubuh yang maha hebat.
"Sayang kepandaian sebagus itu!" terdengar Kongsun Kofccu berseru, mendadak ia dorong Lik-oh sehingga tubuh nona itu terdoyong ke belakang dan menumbuk badan Nyo Ko.
Nyo Ko dapat merasakan dorongan Kokcu itu sangat keras apabila tubuh kedua orang tertumbuk tentu Kongsun Lik-oh akan terluka parah, cepat Nyo Ko menahan pelahan punggung si nona, dengan tenaga dalam yang lunak ia elakkan daya dorongan itu, tapi karena itu juga ia sendiri menjadi sukar menggeser lagi ke samping, bersama Kongsun Lik-oh mereka berdua terus anjlok lurus ke bawah, terasa kosong di bawah kaki, tiada sesuatu yang terinjak, mereka terus anjlok ke bawah hingga berpuluh meter dan masih belum mencapai tanah.
Meski cemas dan gugup, tapi dalam hati Nyo Ko masih memikirkan keselamatan jiwa Kongsun Lik-oh, dalam keadaan gawat ia angkat tubuh si nona ke atas, pandangannya terasa gelap gulita dan entah akan terjatuh di tempat mana, entah dibawah kaki nanti apakah lautan api atau rimba belati?Belum habis berpikir, "byar", tahu2 mereka berdua terjeblos ke dalam air dan terus tenggelam ke bawah dengan cepat. Kiranya di bawah kamar obat itu adalah sebuah sumur yang sangat dalam.
Pada detik tubuhnya menyentuh air itupun hati Nyo Ko lantas bergirang, ia tahu jiwanya dapatlah selamat untuk sementara Bayangkan saja, mereka terjerumus dari ketinggian ber-puluh2 meter, sekalipun memiliki kepandaian tinggi juga akan terluka parah apabila terbanting.
Lantaran anjiokan mereka itu sangat keras, dengan sendiri terceburnya ke dalam air juga dalam mereka terus tenggelam ke bawah se-akan2 tiada hentinya, Sekuatnya Nyo Ko menahan napas, ia tunggu setelah daya menurunnya sudah rada lambat, dengan tangan kiri ia rangkul Lik-oh dan tangan kanan digunakan menggayuh air agar dapat timbul ke permukaan air.
Pada saat itu juga hidungnya lantas mengendus bau amis busuk, berbareng itu terdengar suara percikan gelombang air seperti ada makhluk raksasa air yang akan menyerangnya.
Sekilas timbul suatu pikiran dalam benak Nyo Ko: "Kokcu bangsat ini menjebloskan kami berdua ke sini, mana dia bermaksud baik?" Tanpa pikir tangan kanan terus menghantam ke sebelah, maka terdengar suara keras disertai berdeburnya air, dengan meminjan daya tolakan pukulan itu Nyo Ko dapat menongol ke permukaan air dengan merangkul Kongsun Lik-oh
Sebenarnya Nyo Ko tidak dapat berenang, sebabnya dia sanggup bertahan dalam adalah berkat menahan napas dengan Lwekangnya yang tinggi itulah, maka keadaan gelap gulita, hanya terdengar di sebelah kiri dan belakang suara percikan air yang sangat keras, cepat tangan kanannya menabok kesana dan mendadak tangannya menahan pada sesuatu benda yang kaku, keras dan dingin, sungguh tidak kepalang kagetnya, ia pikir: "Masakah betul di dunia ini ada naga?"
Sekuatnya ia menolak ke bawah sehingga tubuh nya mencelat ke atas, sebaliknya makhluk air itu kena ditekannya ke bawah air.
Nyo Ko menarik napas panjang2 dan bersiap untuk terjebur lagi ke dalam air, Tak terduga di mana kakinya menginjak ternyata berada di atas batu karang, Hal ini sama sekali tak terduga olehnya, Lantaran salah menggunakan tenaga pada ka-kinya, kakinya menjadi sakit malah menginjak batu.
Saking girangnya rasa sakitpun terlupakan, ia coba meraba dengan tangan, kiranya batu karang itu terletak di tepi sumur yang dalam itu. Kuatir diserang lagi oleh makhluk aneh tadi, cepat ia merangkak ke tepian yang lebih tinggi, di situ ia berduduk untuk mengaso.
Kongsun Lik-oh telah minum beberapa ceguk air dan dalam keadaan setengah pingsan, Nyo Ko membiarkan nona itu mendekap di atas pahanya dan memutahkan air.
Terdengar suara batu karang itu dicakar dan digaruk oleh kuku besar disertai bau busuk amis yang menusuk hidung, kembali dua ekor makhluk aneh itu merangkak ke atas.
"He, apa itu?" seru Kongsun Lik-oh kaget sambil bangkit berduduk dan merangkul leher Nyo Ko.
"Jangan takut, sembunyi saja di belakangku," ujar Nyo Ko,
Kongsun lik-oh tidak berani bergerak, ia merangkul semakin kencang, "He,buaya... buaya..." serunya dengan suara gemetar
Ketika masih tinggal di Tho-hoa-to, pernah juga-Nyo Ko melihat buaya dan tahu binatang itu sangat kejam dan ganas, jauh lebih lihay daripada serigala atau harimau di daratan, Di kala bermain dengan Kwe Hu dan kedua saudara Bu, sering mereka bertemu dengan- buaya, tapi merekapun tak berani mengusiknya dan lebih suka menyingkirinya.
Tak terduga sumur di bawa tanah ini ternyata juga ada buayanya,
Segera ia berduduk dan mengerahkan tenaga pada kedua tangan serta mendengarkan dengan cermtat, ia lihat tiga ekor buaya sedang mendekat.
"Nyo-toako, tidak terduga akan mati bersama di sini," bisik Kongsun Lik-oh.
"Btarpun mati juga harus kita bunuh beberapa ekor buaya ini," kata Nyo Ko dengan tertawa.
Dalam pada itu buaya yang paling depan sudah dekat, cepat Lik-oh berani: "Hantam dia!"
"sebentar Iagi," ujar Nyo Ko sambil menjulurkan sebelah kaki ke bawah batu karang, setelah merambat lebih dekat lagi, mendadak buaya pertama tadi membuka mulut hendak menggigit Nyo Ko.
Cepat sekali Nyo Ko menarik kakinya terus menendang ke bagian tenggorokan binatang itu. Tanpa ampun buaya ita terjungkal dan tercebur ke dalam sumur, Terdengar suara berdeburnya air, kawanan buaya di dalam sumur menjadi kacau, sementara itu kedua ekor buaya yang Iain juga sudah mendekat.
Walaupun menderita keracunan bunga cinta, tapi ilmu silat Nyo Ko sedikitpun tidak terganggu, tendangannya tadi sungguh sangat kuat, habis kena sasarannya, ia sendiri merasa ujung kaki amat kesakitan. sedangkan buaya yang tercebur lagi ke sumur itu masih dapat berenang dengan bebas, maka dapat dibayangkan betapa keras dan kuat kulit dagingnya.
Nyo Ko pikir kalau cuma bertangan kosong tentu sukar melayani buaya sebanyak itu, akhirnya dirinya dan si nona pasti akan menjadi isi perut binatang buas itu, rasanya harus mencari akal agar kawasan buaya itu dapat dibinasakan semua, ia coba meraba batu karang sekitarnya dengan mencari sepotong batu sebagai senjata, Tapi batu karang itu terasa halus licin, sebutir pasirpun tiada.
Dalam pada itu dua ekor buaya telah mendekat puIa, cepat ia tanya Kongsun lik-oh: "Apakah kau membawa senjata?"
"Aku?" si nona mengulang, segera teringat olehnya tubuh sendiri sekarang hanya mengenakan kutang dan celana dalam saja, tapi sedang berada dalam pelukan si Nyo Ko, seketika ia merasa malu, namun dalam hatipun merasa manis bahagia.
Karena perhatiannya tercurah kepada kawanan buaya, Nyo Ko tidak memperhatikan sikap nona yang kikuk itu, mendadak kedua tangannya menghantam sekaligus dan tepat mengenai kepala kedua ekor buaya yang sudah dekat itu, kedua buaya itu kurang gesit dan juga tidak berusaha menghindari namun kulit dan sisiknya sangat keras, buaya2 itu cuma kelengar saja, lalu terperosot ke dalam kolam walaupun tidak mati.
Pada saat lain dua ekor buaya merayap tiba, "Pola- cepat:" sebelah kaki Nyo Ko,mendepak sehingga salah seekor terpental ke dalam kolam, lantaran terlalu keras menggunakan tenaga sehingga rangkulannya kepada Kongsun Lik-oh menjadi kurang kencang, tubuh si nona ikut tergeser miring ke samping dan tergelincir ke bawah
Keruan Kongsun Lik-oh menjerit kaget, syukur sebelah tangannya sempat menahan pada batu karang, sekuatnya ia meloncat ke atas, pula Nyo Ko telah bantu menahan punggungnya sehingga dapat-lah si nona tertolong ke atas. Tapi karena selingan itu, buaya terakhir tadi sudah berada di samping Nyo Ko, mulutnya terpentang lebar terus menggigit pundak anak muda itu.
Dalam keadaan begitu Nyo Ko tidak sempat memukul atau menendangnya lagi, walaupun dapat melompat untuk menghindar tapi bila mulut buaya yang lebar itu terkatup, bukan mustahil badan Kongsun Lik-oh yang akan menjadi mangsanya, Tiada jalan lain, terpaksa kedua tangan Nyo Ko bekerja sekaligus, ia pentang mulut buaya itu se-kuatnya, mendadak ia menggertak keras dan mengerahkan tenaga, terdengarlah suara "kletak" moncong buaya yang panjang itu sempal dan robek, seketikapun mati.
Walaupun sudah membinasakan buaya buas itu, namun Nyo Ko sendiripun berkeringat dingin.
"Kau tidak cidera bukan?" tanya Lik-oh kuatir.
"Tidak," jawab Nyo Ko, hatinya sedikit terguncang mendengar suara si nona yang halus dan penuh simpatik itu. Karena terlalu kuat mengeluarkan tenaga, kedua lengan sendiri terasa rada sakit.
Memandangi bangkai buaya yang menggeletak diatas batu karang itu, dalam hati Kongsun Lik-oh sangat kagum, katanya: "Dengan bertangan kosong cara bagaimana engkau dapat membinasakan dia? Dalam kegelapan engkau ternyata dapat melihatnya dengan jelas."
"Cukup lama kutinggal di kuburan kuno bersama Kokoh, asal ada sedikit sinar terang saja dapatlah aku melihatnya," kata Nyo Ko. Teringat kuburan kuno dan Siao-liong-li, tanpa terasa ia menghela napas, mendadak seluruh badan kesakitan tak tertahankan ia menjerit sekerasnya.
Dua ekor buaya sebenarnya sedang merambat ke atas karang, karena jeritan Nyo Ko yang menyeramkan itu, buaya2 itu kaget dan melompat kembali ke dalam kolam.
Cepat Kongsun Lik-oh memegangi lengan Nyo Ko, tangan yang lain mengusap pelahan dahi anak muda itu dengan harapan akan dapat mengurangi rasa sakitnya.
Nyo Ko menyadari tubuhnya sendiri yang keracunan itu, sekalipun tidak terjeblos ke dalam sumur di bawah tanah ini juga hidupnya takkan lama, menurut ceritera Kongsun Kokcu itu, katanya akan menderita selama 36 hari baru mati, namun rasa sakit yang sukar ditahan ini, asal kumat beberapa kali lagi terpaksa aku akan membunuh diri saja.
Tapi sesudah ku mati, nona ini akan kehilangan teman dan pelindung, bukankah harus dikasihani ? padahal beradanya dia di sini adalah disebabkan membela diriku, Ya, apapun penderitaanku aku harus bertahan dan tetap hidup, semoga Kokcu itu mempunyai perasaan sebagai ayah dan akhirnya berubah pikiran dan mau menolong puterinya keluar dari sini
Karena memikirkan Kongsun Lik-oh, sementara melupakan Siao-liong-li sehingga rasa sakitnya segera mereda. Katanya kemudian: "Nona Kongsun jangan kuatir, kuyakin ayahmu pasti akan menolong kau nanti. Dia cuma benci padaku seorang, terhadapmu dia tentu sayang, kini pasti menyesali."
Dengan air mata berlinang Kongsun Lik-oh berkata: "Ketika ibuku masih hidup memang ayah sangat sayang padaku. Tapi setelah ibu meninggal makin hari makin dinginlah ayah terhadapku Na-mun kutahu dalam... dalam hatinya tidaklah... tidaklah benci padaku." - ia berhenti sejenak dan teringat kepada macam2 kejadian aneh, tiba2 ia berkata puIa: "Nyo-toako, bila kupikir sekarang rasa2nya ayah sebenarnya takut padaku."
"Mengapa dia bisa takut padamu? Sungguh aneh." ujar Nyo Ko.
"Memang begitulah," kata Lik-oh "Dahulu selalu kurasakan gerak-gerik ayah kurang wajar apabila bertemu denganku, se-akan2 di dalam hatinya tersimpan sesuatu rahasia dan kuatir diketahui olehku."
Walaupun sudah lama Lik-oh merasa heran atas sikap ayahnya itu, tapi setiap kali bila memikirkan hal itu, selalu ia anggap mungkin ayahnya merasa sedih karena wafatnya ibunya sehingga perangainya juga rada berubah, Tapi terceburnya dia ke dalam kolam buaya ini jelas perangkap yang telah diatur ayahnya.
Ketika ayahnya menggeser ketiga anglo di kamar obat itu, jelas itulah pesawat rahasianya. Kalau dikatakan ayah cuma dendam kepada Nyo Ko dan harus membunuhnya, maka anak muda ini sudah terkena racun bunga cinta, asalkan tidak diberi obat penawar tentu dia akan binasa, apalagi dia terjeblos ke dalam kolam buaya, lantas apa sebabnya ayah mesti mendorong diriku pula ke dalam kolam ini? Tenaga dorongannya yang keras itu jelas tiada lagi punya perasaan seorang ayah terhadap anak perempuannya.
Begitulah makin dipikir makin sedih hatinya, tapi dalam hati iapun semakin jelas duduknya perkara, semua tindak dan kata sang ayah dahulu yang membingungkan dan sering dianggapnya aneh, kalau terpikir sekarang jelas semua itu disebabkan oleh rasa "takut", cuma apa sebabnya seorang ayah bisa merasa takut terhadap puteri kandungnya sendiri inilah yang sukar dipahami.
Dalam pada itu di dalam kolam sedang terjadi hiruk pikuk, kawanan buaya sedang pesta pori mengganyang bangkai buaya yang dibunuh Nyo Ko tadi sehingga tiada seekorpun yang menyerang ke atas karang.
Melihat si nona termangu-mangu, Nyo Ko bertanya: "Apakah mungkin ada sesuatu rahasia ayahmu yang dipergoki olehmu tanpa sengaja?"
"Tidak," jawab Lik-oh sambil menggeleng "Tindak tanduk ayah sangat kereng dan tertib, cara menyelesaikan sesuatu urusan juga adil dan bijaksana sehingga setiap orang sangat hormat dan segan padanya. Tindakannya terhadap dirimu memang tidak baik, tapi biasanya beliau tidak pernah berbuat hal2 kurang wajar."
Karena tidak tahu seluk beluk keadaan Cui-sian-kok di masa Ialu, dengan sendirinya Nyo Ko lebih2 tidak dapat ikut memecahkan persoalan yang dipikirkan si nona.
Kolam buaya itu berada di bawah tanah yang sangat dalam, dinginnya menyerupai gua es, apalagi kedua orang basah kuyup, tentu saja, rasa dinginnya merasuk tulang. Bagi Nyo Ko yang sudah pernah berlatih Lwekang dengan tidur di dipan batu kemala di kuburan kuno tempat Siao liong-fif itu, sedikit rasa dingin ini tidaklah menjadi soal, tapi Kongsun Lik-oh jelas tidak tahan, ia menggigil kedinginan dan meringkuk dalam pelukan NyoKo untuk mencari hangatNyo Ko pikir jiwa anak perempuan ini dalam bahaya, dalam hati tentu merasa sedih dan takut pula, maka ia sengaja berkelekar untuk menyenangkan hati Lik-oh, dilihatnya kawanan buaya sedang merebut pangan di dalam kolam secara ganas dan menyeramkan maka dengan tertawa ia berkata: "Nona Kongsun, jika nanti kita mati semua, pada jelmaan hidup yang akan datang kau ingin menjelma menjadi apa? Kalau buaya yang buruk ini, terang aku tidak mau."
Lik-oh tersenyum dan menjawab: "Jika begita boleh kau menjelma menjadi bunga Cui-sian saja, harum lagi cantik dan disukai setiap orang."
"Hanya engkau yang sesuai menjelma menjadi bunga." ujar Nyo Ko dengan tertawa, "Kalau aku umpama menjelma menjadi bunga juga paling2 menjadi bunga terompet atau bunga tahi sapi."
Kongsun Lik-oh terkekeh geli, katanya: "Kalau Giam-lo ong (raja akhirat) suruh kau menjelma menjadi bunga cinta, kau mau tidak?"
Nyo Ko terdiam dan tidak menjawab, diam2 ia merasa gemas, pikirnya: "Sebenarnya gabungan ilmu pedangku dengan Kokoh pasti akan dapat menusukkan Kokcu bangsat itu, konyolnya justeru Kokoh tertusuk oleh duri bunga cinta di kamar senjata itu, sedangkan Giok-li-kiam-hoat justeru harus dimainkan oleh dua orang yang bersatu hati dengan penuh rasa mesra baru nampak daya kerjanya. Ai, agaknya memang sudah takdir dan apa daya, Hanya Kokoh entah berada di mana sekarang.
Teringat kepada Siao-licng-li, tiba2 luka-di berbagai tempat tubuhnya menjadi kesakitan lagi.
Melihat anak muda itu diam saja, Kongsun Lik-oh tahu seharusnya dirinya jangan menyebut lagi bunga cinta, maka cepat ia menyimpangkan pokok bicara, katanya: "Nyo-toako, engkau dapat melihat buaya, tapi pandanganku terasa gelap dan tidak melihat apa2"
"Moncong kawanan buaya itu sangat buruk, lebih baik jangan kau melihatnya. "ujar Nyo Ko tertawa sambil menepuk pelahan bahu si nona sebagai tanda simpatiknya, Tak terduga kalau tanganya menyentuh badan yang halus licin tanpa baju, rupanya Kongsun Lik-oh telah membuka pakaiannya ketika ayahnya menuduh dia mencuri obat sehingga yang dia pakai hanya tinggal kutang saja, dengan sendirinya dari pundak hingga lengan tiada tertutup oleh sesuatu.
Nyo Ko terkejut dan cepat menarik kembali tangannya, Lik-oh membayangkan keadaan dirinya tentu telah dapat dilihat seluruhnya oleh anak muda yang sanggup melihat sesuatu di tempat gelap itu, betapapun ia menjadi malu.
Kalau tadi mereka saling meringkuk menjadi satu ketika berusaha menghalau kawanan buaya tanpa memikirkan soal lelaki dan perempuan, kini yang satu menarik kembali tangannya dan yang lain merasa malu, keadaan menjadi serba kikuk malah.
Nyo Ko menggeser rada jauh berduduknya dan menanggalkan baju sendiri untuk diselampirkan pada tubuh si nona. Waktu membuka baju ia menjadi teringat kepada Siao-liong-li dan juga terbayang si Thia Eng yang telah menjahitkan bajunya itu, terpikir pula Liok Bu - siang yang rela mati baginya itu, ia menjadi gegetun takdapat membalas budi kebaikan nona2 itu.
Kongsun Lik-oh lantas memakai baju Nyo Ko itu dan mengikat tali pinggangnya, tiba2 ia merasa dalam saku baju Nyo Ko itu ada suatu bungkus kecil, segera ia merogohnya keluar dan diserahkan kepada yang empunya, katanya: "Apakah ini? Apakah kau takkan menggunakannya?"
Nyo Ko menerimanya dan berkata dengan heran: "Barang apakah ini?"

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now