Rupanya Han-cecu pikir tenaganya cukup besar untuk menundukkan binatang yang mengganas ini, maka gandennya yang berantai dia libat di pinggangnya, lalu dengan pasang kuda2 kuat ia tunggu sapi itu mendekat, se-konyong2 ia melangkah maju setindak terus tanduk binatang itu dia pegang erat2 dengan kedua tangannya, dengan demikian ia hendak taklukkan banteng ngamuk itu.

Dilain pihak Nyo Ko masih bertingkah serabutan sambil berteriak2, namun pada saat yang jitu sekali, "cian-tay-hiat" di pinggang Tan-lokunsu dia tutuk pula dengan tendangan. Dan sebelum kedua sasarannya ini roboh atau mereka sudah dia samber terus digantung lagi di atas tanduk sapi dan diangkut pula ke tanah rumput tadi.

Melihat banteng ngamuk ini begitu aneh, mau tak mau si gadis dan Tio Put-hoan saling pandang dengan tak mengarti, jika tadi mereka saling labrak dengan adu jiwa, maka kini sebaliknya ada persamaan perasaan diantara mereka, yakni "senasib."

Dalam pada itu dilihatnya banteng ngamuk tadi sudah balik kembali, suara teriakan bocah angon yang tengkurap di atas binatang itu kedengarannya sudah serak, terang sekali keadaan sangat genting.

Segera Tio Put-hoan ber-siap2, ia menunggu banteng itu menyeruduk tiba kira2 setengah tombak sebelum tubuhnya, sekonyong-konyong pedangnya berputar, ia hindari serudukan banteng itu dari depan, dengan cepat tubuhnya melangkah ke samping sambil pedangnya menusuk, begitu cepat dan tepat saat yang digunakan, dengan segera banteng ngamuk itu bakal tembus tertusuk perutnya.

Siapa tahu, baru saja ujung pedangnya hampir menyentuh kulit sapi itu, se-konyong2 bocah angon itu tangannya bergerak pontang-panting sambil pegang sulingnya dan dengan persis batang suling membentur ujung pedang, karena itu, arah pedang menjadi menceng,
Karena luput serangannya, Tio Put-hoan terkejut untuk menghindar agar tidak diserempet banteng itu, lekas2 ia melompat ke atas dengan maksud melewati binatang itu, siapa duga selagi orangnya terapung di udara, se-konyong2 mata kakinya terasa kaku kesemutan, ketika tubuhnya jatuh ke bawah, dengan tepat menyangkol di ujung tanduk banteng hingga kena dibawa binatang yang berlari itu ke tanah lapang tadi untuk kemudian dilemparkan di sana.

Habis itu, Nyo Ko putar haluan sapi itu, kembali menerjang cepat pula ke arah si gadis yang masih tersisa itu.

Di lain pihak sesudah menyaksikan kelima jago seperti Tio Put-hoan kena diseruduk jatuh semua oleh banteng ngamuk itu, meski gadis itu merasa curiga juga, tetapi ia pikir hanya seekor sapi jantan saja, kena apa harus ditakuti ? Segera dia bersiap-siap.

Dilihatnya dengan mulut berbusa binatang itu telah memyeruduk tiba pula, Pada saat yang tepat mendadak ia meloncat ke atas, berbareng itu goloknya terus membacok leher banteng itu.

"Haya, celaka, jangan bunuh sapiku !" jerit Nyo Ko mendadak Berbareng itu diam2 ia jojoh pundak sapi itu dengan jarinya, karena sakit, dengan sendirinya kepala sapi itu meleng ke samping dan dengan persis bacokan orang dapat dihindarinya.
Sedangkan Nyo Ko sendiri pura2 jatuhkan diri tergelincir ke bawah sambil ber-teriak2 : "Tolong ! tolong !"

Sebaliknya sapi jantan itu rupanya sudah terlalu letih, sesudah beberapa tindak berlari lagi dia lantas berhenti dengan napas empas-empis.

Melihat binatang itu tidak main gila lagi, setelah tenangkan diri mendadak gadis itu jinjing goloknya terus berlari ke tanah datar sana.
"Celaka, kelima orang itu pasti akan teraniaya," pikir Nyo Ko diam-diam.
Karena itu, sebelum gadis itu sampai di tem-patnya, lebih dulu Nyo Ko sudah jemput beberapa batu kecil, sekali ayun batu2 itu ditimpukkan ke badan kelima orang yang rebah tak berkutik itu.
Meski umur Nyo Ko masih kecil, tetapi ilmu silatnya sudah terlatih sampai tingkatan yang tiada taranya, walaupun jaraknya dengan kelima orang itu sangat jauh, namun tiap2 batu yang ditimpukkan itu dengan tepat mengenai Hiat-to di tubuh masing2.
Ketika Tio Put-hoan cs. mendadak merasakan tubuh kesakitan, tetapi rasa kesemutan juga segera hilang, mereka menyangka gadis itu diami sembunyikan bala bantuan yang sangat lihay, cara mereka kena ditutuk dan mendadak terlepas pula jalan darahnya tentu perbuatan jagoan yang tersembunyi itu, kini orang suka memberi jalan hidup, mana berani lagi mereka terlibat dalam pertarungan pula ? Maka begitu mereka merangkak bangun, tanpa pikir lagi segera mereka angkat langkah seribu alias kabur.
Dalam gugupnya karena ketakutan itu, rupanya Bi Jing-hian menjadi bingung hingga tak bisa bedakan arah timur dan barat, bukannya dia lari ke jurusan yang selamat, sebaliknya ia malah lari ke arah si gadis yang sedang memarani mereka itu.
"Bi-sute, lekas kembali !" seru Ki Jing-si kuatir.
Ketika Bi Jing-hian sadar keliru jalan dan berniat putar kemudi, namun sudah terlambat, si gadis sudah datang dekat, goloknya sudah diangkat dan dibacokkan padanya.
Sungguh luar biasa kaget Bi Jing-hian, ia sendiri sudah tak bersenjata, Iekas2 ia mengegos buat luputkan diri dari ancaman maut, tak terduga arah serangan yang dilontarkan gadis itu ternyata susah dipastikan, mula2 seperti mengarah ke kiri, tahu2 telah sampai di kanan, disertai berkelebat-nya sinar dingin, tahu2 golok-sabit telah berada di depan mukanya.
Dalam keadaan kepepet dan tiada jalan lain, terpaksa Bi Jing-hian angkat sebelah tangannya buat menangkis, maka tidak ampun lagi terdengar sekali suara "cret", telapak tangannya tertabas putus oleh golok-sabit si nona.
Walaupun demikian Jing-hian masih belum merasakan sakit, ia masih sempat putar tubuh terus lari ter-birit2 lagi, Waktu itu Tio Put-hoan sudah berpaling juga, dengan pedang melintang di dada ia berusaha melindungi kawannya.
Rupanya gadis itu telah kenal juga lihaynya orang, maka tak berani ia mendekati, ia menyaksikan Bi Jing-hian dipayang pergi oleh Ki Jing-si untuk kemudian menghilang di balik gunung sana.
Nampak musuh sudah pergi, gadis itu masih ketawa2 dingin, sedang dalam hati penuh curiga, ia pikir apakah mungkin ada orang luar yang bersembunyi di sekitar sini ? Dengan cepat ia mengelilingi sekitar sana, tetapi keadaan sunyi senyap tanpa satu bayangan pun, Dia kembali lagi ke lembah sana, ia lihat Nyo Ko masih duduk di tanah dengan muka mewek2 seperti mau menangis.
"Hai, bocah angon, apa yang kau keluh-kesahkan ?" tegur gadis itu.
"Sapi ini tadi telah gila hingga tubuhnya babak belur, kalau pulang nanti pasti aku akan dihajar setengah mati oleh majikan." sahut Nyo Ko.
Tetapi waktu si gadis periksa keadaan sapi jantan, ia lihat kulit tubuh binatang itu halus bersih, tiada kelihatan sesuatu luka."Baiklah, hitung2 sapimu ini telah menolong aku tadi, ini, aku beri serenceng uang perak," kata si gadis pula.
Habis itu ia keluarkan serenceng uang perak yang berbobot sekira lima tahil terus dilemparkan ke tanah, ia menduga "bocah angon" itu pasti akan girang tidak kepalang dan mnghaturkan terima ka-sih, siapa tahu orang masih bermuka muram durja, sambil geleng2 kepala, tetapi tidak mengambil uang perak itu.
"Kenapakah kau ?" tanya gadis itu tak sabar, "lni uang perak, tahu tidak kau, tolol ?"
"Hanya serenceng tidak cukup !" sahut Nyo Ko kemudian
Waktu gadis itu merogoh sakunya, kembali ia keluarkan serenceng uang perak lain yang masih ada dan dilemparkan ke tanah lagi.
Tapi Nyo Ko sengaja goda padanya, dia masih tetap goyang kepala.
Akhirnya gadis itu menjadi marah, alisnya tertarik tegak dan mukanya merengut.
"Sudah habis, tolol!" damperatnya, Habis ini ia putar tubuh dan berjalan pergi.
Melihat sikap orang sewaktu marah, seketika hati Nyo Ko terguncang, teringat tiba2 olehnya sikap Siao-liong-li waktu mendamperat dirinya, karenanya ia telah ambil suatu keputusan: "Jika seketika tak bisa ketemukan Kokoh, biarlah aku senantiasa menyaksikan wajah nona ini saja yang suka marah2."
Maka sebelum orang melangkah pergi, tiba2 Nyo Ko merangkul kaki kanan si gadis sambil ber teriak2 : "Tidak, kau jangan pergi!"
Dengan kuat gadis itu coba meronta kakinya, tetapi saking kencangnya Nyo Ko merangkul, ia tak berhasil melepaskan diri, keruan ia bertambah gusar.
"Lepas, ada apa kau merangkul kakiku ?" dengan suara garang gadis itu membentak.
Melihat air muka orang yang sedang marah2, bukannya Nyo Ko melepaskan, sebaliknya ia malah senang.
"Tidak, aku tak bisa pulang rumah lagi, kau harus tolong aku," demikian sahutnya.
Sudah gusar gadis itu menjadi geli pula melihat kelakuan Nyo Ko.
"Jika kau tak lepaskan, segera aku bacok mati kau," dengan angkat golok-sabitnya si gadis coba menakut-nakuti.
Tetapi rangkulan Nyo Ko berbalik tambah kencang, ia malah pura2 menangis sekalian.
"Baiklah, boleh kau bacok mati aku saja, toh kalau pulang akupun tak bakal hidup lagi," serunya sambil meng-gerung2.
"Lalu apa yang kau kehendaki ?" tanya si gadis kewalahan.
"Entahlah, aku ikut kau saja." sahut Nyo Ko.
Rupanya gadis itu menjadi sebal karena di-ganduli orang, "Kenapa harus berurusan dengan si tolol semacam ini," demikian pikirnya, Habis ini ia angkat goloknya terus membacok sungguh2.
Semula Nyo Ko menduga orang tidak nanti bacok padanya secara sungguh2, maka ia masih pegang kaki orang erat2, siapa duga hati gadis itu ternyata keji, bacokannya ini betul2 diarahkan ke atas kepalanya, meski tiada niatnya untuk menewaskan jiwa orang, tetapi ia bermaksud memberi bacokan di batok kepala agar "si tolol" ini tahu rasa dan tak berani main gila lagi.
Syukur Nyo Ko sangat cekatan, begitu golok orang tinggal beberapa senti lagi bakal berkenalan dengan batok kepalanya, mendadak ia jatuhkan diri terus menggelinding pergi, " "Haya, tolong, tolong !" demikian ia menjerit-jerit pula.
Karena bacokannya tadi luput, si gadis menjadi tambah sengit, ia melangkah maju, kembali sekali bacokan diberikan pada Nyo Ko.
Nyo Ko telentang di atas tanah, kedua kakinya mancal2 serabutan.
"Mati aku ! Mati aku !" demikian ia berteriak-teriak, sedang kedua kakinya terus memancal dan mendepak tak keruan, tampaknya seperti tak teratur tetapi pergelangan tangan gadis itu ternyata beberapa kali hampir kena ditendang, meski berulang kali ia hendak bacok pula, namun tidak sekalipun bisa mengenai sasarannya, sudah tentu ia bertambah gusar.
Melihat muka orang penuh mengunjuk marah, Nyo Ko justru ingin menikmati wajah orang semacam ini, karena itu, tanpa terasa ia terkesima dan memandangi orang.
Gadis itu juga seorang yang pintar luar biasa, ketika melihat kelakuan Nyo Ko yang aneh, tiba2 ia membentak : "Hayo, bangun !"
"Tetapi kau bunuh aku tidak ?" tanya Nyo Ko ke-tolol2an.
"Baiklah, aku tak bunuh kau," sahut si gadis.
Karena janji ini, dengan pelahan Nyo Ko merangkak bangun, napasnya sengaja dia bikin ter-engah2, diam2 ia kumpul tenaga dalam dan bendung aliran darahnya, maka mukanya seketika berubah menjadi putih lesi, begitu pucat hingga tiada warna darah sedikitpun, seperti orang yang ketakutan.
Melihat rupa orang, diam2 si gadis sangat senang. "Hm, berani lagi tidak kau main gila ?" demikian ejeknya sambil angkat golok-sabitnya terus menuding pada telapak tangan Bi Jing-hian yang terkutung dan masih ketinggalan di tanah datar itu, lalu ia mengancam: "Coba, orang begitu galak dan bengis, toh cakarnya kena ditabas oleh golokku tadi."
Sambil bicara, goloknya yang melengkung itu diulurkan, tiba2 ia kesut senjatanya di atas baju Nyo Ko yang memang dekil, kiranya ia gunakan baju Nyo Ko sebagai lap untuk menghilangkan noda darah goloknya.
Diam2 Nyo Ko geli oleh lagak si gadis. "Hm, kau anggap aku ini orang macam apa, berani kau begini kurangajar padaku ?" demikian ia membatin.
Walaupun begitu, pada mukanya tetap ia pura-pura mengunjuk rasa keder, ia sengaja mengkeret mundur seperti takut pada senjata orang yang mengkilap itu.
Gadis itu masukkan goloknya ke sarungnya, lalu dengan sebelah kakinya ia cukit renceng uang perak tadi ke arah Nyo Ko.
"Nih, sambuti!" serunya dengan tertawa, dengan membawa sinar putih yang gemerdep, serenceng uang perak itu menyamber ke arah muka Nyo Ko.
Menyambernya perak itu sebenarnya tidak keras, orang biasa saja pasti sanggup menangkapnya. Tetapi Nyo Ko justru pura2 bodoh, ia melangkah mundur dan menubruk maju secara gugup, sedang tangannya diulur ke atas buat menangkap, tiba2 terdengar suara "plok" sekali, uang perak itu kena menimpuk dia punya batok kepala.
"Aduh !" jerit Nyo Ko sambil mendekap batok kepalanya.
Sementara itu jatuhnya uang perak itu kena menindih pula di atas kakinya, Maka dengan sebelah tangan pegang batok kepala dan lain tangan tarik sebelah kaki, Nyo Ko ber-jingkrak2 dengan kaki tunggal sambil ber-teriak2: "Auuuh, kau pukul aku, kau pukul aku !"
Begitulah Nyo Ko pura2 meng-gerung2 menangis.
Nampak ketololan orang sudah begitu rupa hingga tiada obatnya, dengan suara pelahan gadis itu mencemoohnya sekali: "Tolol !" - Habis ini ia putar tubuh dan pergi mencari keledai hitam-nya.
Akan tetapi binatang itu sejak tadi entah sudah kabur kemana sewaktu dia bergebrak dengan Tio Put-hoan, terpaksa ia pergi dengan jalan kaki.
Nyo Ko jemput uang perak tadi dan masukkan ke sakunya, lalu dengan menuntun sapinya ia ikut di belakang si gadis.
"Bawa serta aku, nona !" demikian ia berseru.
Namun gadis itu tak gubris padanya, sebaliknya ia percepat langkahnya, hanya sekejap saja Nyo Ko sudah ketinggalan hingga tak kelihatan.
Tak terduga, baru saja ia berhenti sebentar, tiba2 Nyo Ko sudah muncul lagi dari jauh dan masih tetap menuntun sapinya.
"Bawalah aku, bawalah aku !" demikian Nyo Ko masih terus ber-teriak2.
Mendongkol sekali gadis itu karena orang mengintil terus, sambil kerut kening, segera ia keluarkan Ginkang, sekaligus ia berlari sejauh beberapa li, dengan demikian ia yakin "si tolol" itu pasti tak sanggup menyusulnya.
Diluar dugaan, tidak antara lama, sajup2 kembali terdengar pula suara teriakan: "Bawalah aku !" - Luar biasa rasa gemasnya gadis itu, sekali ini ia tidak lari menyingkir sebaliknya ia putar balik mendatangi Nyo Ko, "sret", golok-sabit-nya dia loIos.
"Haya, celaka !" teriak Nyo Ko pura2 ketakutan, berbareng ia putar tubuh dan angkat langkah seribu.
Maksud si gadis asal orang tidak selalu mengintip sudah cukup, Oleh karena itu, ia masukkan kembali golok ke sarungnya, ia putar kembali dan melanjutkan pula perjalanannya.Tetapi belum seberapa jauh ia berjalan, tiba2 didengarnya di belakang ada suara menguaknya sapi, waktu ia menoleh, ia lihat Iagi2 Nyo Ko mengintil di belakang sambil masih tuntun binatang angonnya itu, jarak dengan dirinya kira2 beberapa puluh tindak saja.
Sungguh tak terbilang mengkal si gadis, sekali ini ia sengaja berhenti di tempatnya untuk menunggu datangnya Nyo Ko.
Akan tetapi, demi nampak orang tak berjalan, segera pula Nyo Ko berhenti kalau si nona melangkah Nyo Ko lantas menyusul lagi apabila dia putar balik dan hendak hajar padanya, segera Nyo Ko kabur pula.
Begitulah terjadi kucing-kucingan diantara Nyo Ko dan gadis itu, sebentar mereka kejar mengejar dan sebentar lagi berhenti sementara itu hari sudah magrib dan gadis itu masih tetap tak bisa melepaskan diri dari godaan Nyo Ko.
Keruan tidak kepalang gemasnya gadis itu, ia lihat meski bocah angon ini tolol2 goblok, tetapi gerak kakinya ternyata cepat luar biasa, mungkin sudah terlalu bisa berlarian di tanah pegunungan beberapa kali ia kejar orang hendak menutuk jalan darahnya atau melukai kedua kakinya, tetapi setiap kali selalu Nyo Ko bisa meloloskan diri dengan menggelinding dan merangkak pergi dengan cepat.
Sebenarnya ilmu silat Nyo Ko jauh di atas gadis itu, cuma dia sengaja lari kalau sudah dalam keadaa yang paling berbahaya, dengan demikian ia gadis itu tidak menjadi curiga.
Begitulah maka sesudah beberapa kali digoda lagi, karena kaki kiri gadis itu memang pincang, sesudah jalan lama ia menjadi payah, Tiba2 ia mendapat satu akal, dengan suara keras dia teriaki Nyo Ko: "Baiklah, kubawa serta kau, tetapi kau harus turut segala perkataanku,"
"Apa betul kau mau membawa aku ?" dengan girang Nyo Ko menegas.
"Ya, siapa dustai kau ?" sahut si gadis. "Aku sudah letih, kau menunggang sapimu dan biar aku ikut membonceng."
Betul saja Nyo Ko lantas tuntun sapinya mendekati dengan cepat, dibawah cuaca senja yang re-mang2 Nyo Ko dapat melihat mata si gadis menyorot tajam, ia tahu pasti orang tak bermaksud baik, maka diam2 ia berlaku waspada, dengan cara yang susah pajah ia merambat ke atas punggung sapinya.
Sebaliknya gadis itu hanya sedikit menutul kakinya, dengan enteng sekali ia telah melompat ke atas dan menunggang di depan Nyo Ko.
"Keledaiku sudah hilang, tidak jelek juga menunggang sapi jantan ini saja," pikir gadis itu, kemudian dengan ujung kakinya ia tendang iga banteng itu, karena kesakitan, maka sapi itu membedal ke depan seperti kesetanan.
Melihat tibanya kesempatan baik, diam2 gadis itu tersenyum dingin, mendadak sikutnya dengan kuat menyodok ke belakang, dengan tepat sekali kena sodok "ki-bun-hiat" di dada Nyo Ko.
"Aduuh !" jerit Nyo Ko, menyusul mana ia pun terjungkal dari punggung sapinya.
Gadis itu sangat senang karena serangannya berhasil "Betapapun kau berlaku bambungan, sekarang kau kena juga kuingusi," demikian katanya dalam hati Lalu ia sogok pula iga sapi itu dengan jari tangannya, karena merasa sakit, sapi jantan itu kabur terlebih cepat lagi.
Sekali jari si gadis menjojoh punuk kerbau itu, lari si kerbau semakin kencang, tiba-tiba didengarnya Nyo Ko masih berkaok-kaok di belakangnya, waktu ia berpaling, tampak dengan kedua tangannya Nyo Ko ganduli ekor kerbau ikut lari berlompatan naik turun, lucu sekali tingkah lakunya.
Diluar dugaan, tiba2 terdengar Nyo Ko men-jerit2 dan berteriak2, suaranya terdengar berada di belakang saja, waktu gadis itu menoleh, ia lihat Nyo Ko sedang menggendoli ekor sapi dengan kedua tangannya, saking cepatnya dibawa kabur sapi itu hingga kedua kakinya sedikitpun tidak menempel tanah, jadi seperti terbang saja Nyo Ko inL hanya keadaannya sangat mengenaskan, mukanya penuh debu pasir, ingus dan air mata membasahi mata hidungnya.
Karena merasa tak ada jalan lain lagi, tiba2 gadis itu kertak gigi, ia tegakan hati, golok dia angkat terus hendak membacok tangan Nyo Ko yang menggendoli ekor sapi dengan kencang, Tetapi sebelum serangannya dilontarkan tiba2 didengarnya suasana sekitarnya riuh ramai, kiranya sapi itu telah berlari sampai disuatu pasar.
Oleh karena pasar itu penuh berjubel dengan orang hingga tiada jalan lewat, akhirnya sapi itu berhenti sendiri dengan Nyo Ko masih tetap "me-lengket" di belakangnya.
Karena sengaja hendak goda si gadis untuk menikmati wajah orang diwaktu marah2, maka Nyo Ko lantas rebahkan diri di tanah sambil ber-teriak2 : "Aduh, dadaku sakit, kenapa kau pukul aku?"

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now