Mendengar banyak suara yang mendesak dan menganjurkannya, sebaliknya banyak pula yang bersuara menyindir, akhirnya api amarahnya membakar segera Nyo Ko tekadkan hati, ia pikir biarlah aku adu jiwa saja hari ini.

Karenanya segera dia melompat ke tengah kalangan, begitu berhadapan, tanpa bicara lagi dia ajun kedua tangannya, ke atas dan ke bawah, terus menghantam kalang-kabut mengarah kepala imam kecil tadi.
Melihat datangnya Nyo Ko ketengah kalangan, pertama tidak menjalankan penghormatan seperti lazimnya, pula tidak menurut peraturan perguruan yang harus merendah diri minta petunjuk pada pihak lawan, diam2 imam kecil itu sudah merasa heran, apalagi kini melihat Nyo Ko menghantam dan menyerangnya dengan membabi-buta seperti orang gila, keruan ia terkejut, terpaksa dia main mundur terus-menerus.
Di lain pihak Nyo Ko sudah tidak menghiraukan mati-hidup sendiri lagi, ia sudah nekat, mendadak ia menerjang maju.
Kembali imam kecil itu dipaksa harus mundur beberapa tindak, tetapi segera ia lihat bagian bawah Nyo Ko tak terjaga, tanpa ayal lagi segera ia miring kesamping terus ajun sebelah kakinya, dengan gerak tipu "hong-sau-lok-yap" atau angin santar menyapu daun rontok dengan cepat ia menyerampang kaki Nyo Ko.
Karena tidak me-nyangka2, keruan Nyo Ko tak mampu berdiri tegak lagi, ia terpelanting jatuh hingga hidungnya bocor mengeluarkan kecap, mukanya pun babak-belur.
Melihat jatuhnya Nyo Ko sangat mengenaskan dan lucu, tidak sedikit imam yang menonton itu mentertawainya.
Akan tetapi Nyo Ko betul2 bandel, begitu ia merangkak bangun, tanpa mengusap dulu darah hidungnya yang mengucur, dengan kepala menunduk segera ia seruduk lagi si imam kecil tadi.
Nampak datangnya orang cukup hebat, lekas2 imam kecil itu mengegos. Diluar dugaannya, tipu serangan Nyo Ko ini sama sekali tidak menurut aturan, tahu2 ia pentang kedua tangan terus merangkul karenanya kaki kiri lawannya kena dipegangnya.
Namun imatn cilik itupun tidak lemah, segera ia angkat telapak tangan kanan terus meng-genjot pundak Nyo Ko, tipu ini disebut "Thian-sin-he-hoan" atau malaikat langit turun ke bumi, ini adalah tipu serangan yang tepat untuk menghalau musuh bila bagian bawah sendiri terserang.
Tetapi Nyo Ko sama sekali tak pernah belajar silat dalam pratek, baik di, Tho-hoa-to maupun di Cong-lam-san ini, maka tipu serangan apa yang dilontarkan pihak lawan sama sekali ia tidak kenal, keruan tidak ampun lantas terdengar suara "plak" yang keras, pundaknya kena dihantam mentah2 hingga terasa sakit.
Namun meski sudah berulang kali ia digebuk orang, bukannya Nyo Ko mundur teratur, sebaliknya makin kalah menjadi makin kalap, kembali ia gunakan kepalanya buat menyeruduk lagi, sekali imam cilik itu kena ditumbuk perutnya, hingga jatuh terjengkang, bahkan segera ditunggangi Nyo Ko di atas tubuhnya.
Kesempatan ini telah digunakan Nyo Ko untuk ayun bogemnya dan menjotos kepala orang dengan gemas.
Namun imam kecil itu tidak mandah dijotos, dalam kalahnya dia coba berusaha memperoleh kemenangan, mendadak ia pakai sikutnya untuk menyodok dada Nyo Ko, dan selagi Nyo Ko meringis kesakitan, segera ia meronta melepaskan diri terus melompat bangun, berbareng pula ia baliki tangannya untuk mendorong, karena Nyo Kotidak ber-jaga2, maka kembali ia kena dibanting jatuh dengan berat,
"Syukur Nyo-sute suka mengalah," demikian imam cilik itu berkata sambil membungkuk,
Ini adalah adat-istiadat Coan-cin-kau apabila mengakhiri suatu pertandingan Menurut biasa, jika salah satu diantara saudara seperguruan itu sudah menang atau kalah, segera kedua pihak harus berhenti semua.
Siapa tahu Nyo Ko ternyata tidak kenal aturan segala, seperti kerbau gila saja kembali ia menyeruduk dengan nekat, tetapi hanya dua-tiga kali gebrakan kembali dia mencium tanah pula, namun semangat tempur Nyo Ko yang tidak kenal menyerah ini harus dipuji makin dihajar, semakin berani pula, bahkan iapun geraki kaki tangannya semakin cepat buat melawan.
"Nyo Ko, sudah terang kau kalah, masih hendak bertanding apa lagi ?" demikian Ci-keng berteriak padanya.
Tetapi mana Nyo Ko mau gubris, ia masih terus menendang, menyepak, tangannya juga memukul dan menggebuk serabutan, sedikitpun dia pantang mundur.
Semula para imam sama merasa geli juga oleh kelakuan bocah ini, dalam hati mereka berpikir : "Dalam ilmu silat Coan-cin-kau mana ada cara main seruduk seperti ini ?"
Tetapi kemudian sesudah menyaksikan Nyo Ko makin kalap, mereka menjadi kuatir akan terjadi bencana, maka be-ramai2 mereka lantas berseru: "Sudahlah, sudahlah, sesama saudara seperguruan jangan jadi sungguhan !"
Namun Nyo Ko masih tidak mau berhenti
Setelah berlangsung lagi beberapa saat, akhirnya imam cilik itu menjadi keder sendiri, sekarang dia hanya main berkelit dan menghindar saja dan tak berani berdekatan dengan Nyo Ko lagi
Kata pribahasa: "seorang adu jiwa, seribu orang tak bisa melawan. Begitu juga dengan keadaan Nyo Ko yang sedang mengamuk Apalagi selama setengah tahun ini ia telah kenyang segala hinaan di atas Cong-lam-san, kini ia justru hendak melampiaskan semua sakit hatinya itu, sedang soal mati-hidup dirinya sendiri sudah tak terpikir olehnya.
Karena itulah, sungguhpun ilmu silat imam cilik itu jauh menang, namun dia tak memiliki semangat bertempur seperti Nyo Ko, sehingga akhirnya ia menjadi pecah nyali ia tak berani layani Nyo Ko lagi melainkan terus berlari mengitari kalangan dan diuber oleh Nyo Ko dari belakang.
"lmam busuk, imam maling, enak saja kau pukul orang, sesudah gebuki aku sekarang kau hendak lari ?" demikian dari belakang Nyo Ko terus mencaci-maki.
Tentu saja caci-makinya, yang tidak pandang bulu ini menyinggung pula orang Iain, sebab sembilan dari sepuluh orang yang menonton disamping itu justru adalah Tosu atau imam, kini Nyo Ko mencaci-maki semaunya, mereka menjadi dongkol dan geli "Bocah ini betul2 harus dihajar !" demikian mereka membatin.
Dalam pada itu Nyo Ko masih terus mengudak imam kecil tadi Mungkin saking gugupnya karena diuber terus, akhirnya imam cilik itu berteriak minta toIong, "Suhu, Suhu !" demikian ia menggembor dengan takut.
Thio Ci-keng lantas bersuara, ia mem-bentak2 agar Nyo Ko berhenti, Tak tahunya, sedikitpun Nyo Ko tidak menggubrisnya, ia masih kejar imam cilik itu dengan nekat.
Selagi keadaan tambah runyam, tiba2 terdengar suara geraman dari kalangan penonton, mendadak satu imam besar gemuk melompat keluar, meski badan imam ini gendut tetapi gerak-geriknya ternyata sangat gesit begitu dia melompat maju, dengan sekali jamberet segera belakang baju Nyo Ko kena dia pegang terus diangkat, bahkan segera terdengar suara "plak-plak-pIak" tiga kali, kontan ia persen Nyo Ko tiga kali tempelengan.
Pukulan itu ternyata sangat keras hingga seketika pipi Nyo Ko merah bengkak, hampir2 saja Nyo Ko jatuh semaput.
Waktu ia awasi, kiranya orang ini adalah Ceng-kong yang memang dendam hati padanya.
Seperti diketahui pada hari pertama Nyo Ko naik gunung, pernah Ceng-kong hampir terbakar hidup2 karena diselomoti bocah ini, sebab itulah Ceng-kong sering dicemooh dan dibuat buah tertawaan para saudara seperguruannya, katanya orang tua kalah dengan bocah cilik Oleh sebab itu juga, selalu Ceng-kong dendam atas kejadian itu. Kini ia menyaksikan Nyo Ko bikin gara2 lagi, tentu saja ia gunakan kesempatan itu untuk melampiaskan sakit hatinya.
Buat Nyo Ko sendiri memangnya ia sudah tidak pikirkan jiwa dirinya sendiri lagi, kini demi mengenali Ceng-kong, ia lebih2 yakin dirinya pasti tidak bakal diampuni pula, cuma ia kena dicekal kuduknya, ingin meronta buat melepaskan diripun tidak mampu lagi.
Dalam pada itu, dengan tertawa ejek kembali Ceng-kong menambahi Nyo Ko tiga kali tamparan lagi.
"Kau tidak tunduk pada kata2 Suhu, itu berarti kau adalah murid murtad perguruan kita, maka siapa saja boleh menghajar kau !" demikian Ceng-kong membentak habis ini ia angkat tangannya dan akan hajar Nyo Ko lagi.
Diantara penonton di samping itu terdapat adik seperguruan Thio Ci-keng yang bernama Cui Ci-kong. Pribadi Ci-kong lebih jujur dan suka bela keadilan, Tadi ia lihat cara bertanding Nyo Ko, semua gerak serangannya sedikitpun tidak mirip dengan ilmu silat ajaran perguruan sendiri, pula ia cukup kenal jiwa sang Suheng Thio Ci-keng yang sempit, ia kuatir jangan2 didalam terdapat soal lain, maka kini demi nampak Ceng-kong hajar Nyo Ko dengan pukulan2 yang kejam tanpa kenal ampun, ia menjadi kuatir kalau2 bocah ini terluka parah."Berhenti, Ceng-kong !" cepat dia membentak menghentikan tindakan murid keponakannya itu.
sebenarnya Ceng-kong belum puas dengan tempelengannya tadi, namun sang Susiok sudah membentak, mau-tak-mau ia harus melepaskan Nyo Ko.
"Susiok tidak tahu bahwa bocah ini luar biasa lincahnya, kalau tidak diberi hajaran yang setimpal mana bisa tata-tertib perkumpulan kita dipertahankan lagi ?" demikian Ceng-kong masih kurang terima.
Tetapi Cui Ci-hong tidak gubris padanya, ia mendekati Nyo Ko, ia lihat kedua belah pipi anak ini bengkak semua dan matang-biru, hidung dan mulutnya berlepotan darah pula, wajahnya sangat harus dikasihani. Karena itu, dengan suara halus ia menghibur dan menanya: Nyo Ko, Suhu mengajarkan kepandaian padamu, kenapa kau tidak melatihnya dengan giat, sebaliknya kau berkelahi dengan para Suheng secara ngawur ?"
"Hm, Suhu apa ? Hakikatnya sedikitpun dia tidak mengajarkan kepandaian padaku," sahut Nyo Ko dengan gemas.
"Dengan jelas ku dengar kau mengapalkan istilah2 pelajaran di luar kepala tadi, sedikitpun kau tidak salah mengapalkan," ujar Cui Ci-hong.
"Aku toh tidak hendak menempuh ujian, untuk apa mengapalkan segala bacaan itu ?" sahut Nyo Ko.
Mendongkol tercampur geli Cui Ci-hong mendengar jawaban ini. ia pura2 marah, tetapi maksud sesungguhnya hendak menjajal apa betul2 Nyo Ko sama sekali tidak mengerti ilmu silat perguruannya sendiri Oleh karenanya segera ia tarik muka dan membentak: "Bicara dengan orang tua, kenapa kurangajar ?" Habis berkata, se-konyong2 ia angkat sebelah tangannya mendorong ke pundak Nyo Ko.
Cui Ci-hong terhitung pula salah satu jago angkatan ketiga dari Coan-cin-kau yang setingkatan dengan In Ci-peng dan Thio Ci-keng, meski kepandaiannya masih dibawah kedua orang tersebut namun sudah cukup pula untuk malang melintang dikalangan Kangouw. Maka dapat dimengerti tenaga dorongannya pada Nyo Ko ini telah dia keluarkan dengan tepat sekali, tiba cukup untuk jatuhkan lawannya, jika orang yang didorong tidak paham ilmu silat, karena dorongan ini pasti terjengkang, tetapi kalau mengerti silat dari cabang lain, besar kemungkinan akan kumpul tenaga buat bertahan supaya tubuh tidak terdoyong ke belakang, hanya orang yang belajar silat Coan-cin-kau saja yang bisa hindarkan dorongan ini dengan gaya doyong ke belakang.
Diluar dugaan, Ci-hong merasakan dorongannya percuma saja, sebab Nyo Ko telah sedikit miringkan pundaknya, sehingga tenaga mendorongnya sebagian besar mengenai tempat kosong, Nyo Ko hanya ter-huyung2 mundur beberapa langkah saja, tetapi tidak sampai jatuh.
Keruan Ci-hong kaget dan curiga pula. Batin-nya dalam hati: "Dengan tenaga mengelak tadi seharusnya dia memiliki latihan sekitar sepuluh tahun dari ilmu silat aliran perguruan sendiri sungguh aneh, umurnya masih begini muda, pula baru setengah tahun masuk perguruan, mana bisa dia memiliki keuletan yang begini dalam ? Dengan kemampuannya ini, tadi waktu bertanding seharusnya dia tidak perlu ngawur main seruduk sini dan terjang sana, apa mungkin didalamnya terdapat sesuatu tipu muslihat ?"
Nyata dia tidak tahu bahwa didalamnya memang banyak sebab2 yang dia sendiri tidak mengetahui. Dahulu Ma Giok pernah mengajarkan Lwekang Coan-cin-kau kepada Kwe Ceng, dan Kwe Ceng telah mengajarkan sedikit dasar kepandaian itu kepada Cin Lam-khim ibu Nyo Ko.
Sewaktu Nyo Ko berumur beberapa tahun, ibunya lantas mengajarkan cara2 semadi melatih Lwekang yang dia peroleh dari Kwe Ceng itu. Oleh sebab itulah, dalam perkelahian Nyo Ko tadi sama sekali ia tidak mengerti tipu serangan silat, sebaliknya soal Lwekang ia malah mempunyai dasar kekuatan sepuluh tahun lamanya, Cui Ci-hong tidak tahu hal ini, sudah tentu ia terheran-heran.
Dilain pihak Nyo Ko yang kena didorong tadi merasakan dadanya menjadi sesak, hampir2 tak bisa bernapas, ia sangka Ci-hong juga bermaksud menghajarnya.
Dalam keadaan memang sudah mata gelap, sekalipun waktu itu Khu ju-ki datang sendiri juga dia pantang mundur, apalagi hanya seorang Cui Ci-hong. Karena itu, segera ia menyeruduk lagi ke arah perut orang.
Akan tetapi Cui Ci-hong tidak mau ladeni anak kecil ini, ia tersenyum oleh kenekatan orang sambil mengegos buat hindarkan serudukan itu.
Ia sengaja mau tahu kepandaian apa yang dimiliki Nyo Ko, maka ia berkata pula: "Ceng-kong, coba kau adu beberapa jurus dengan Nyo-sute, tetapi enteng saja kalau turun tangan, jangan pukul terlalu keras !"
Tentu saja Ceng-kong sangat senang, memangnya dia meng-harap2 ada perintah demikian ini, maka tanpa berkata lagi segera ia melompat ke depan Nyo Ko, tiba2 ia ulur tangan kiri pura2 memukul ketika Nyo Ko berkelit ke kanan, mendadak tangan kanannya menggablok cepat dan keras, keruan tidak ampun lagi lantas terdengar suara "bluk", tepat dada Nyo Ko kena dihantam.
Pukulan itu cukup berat, kalau bukannya Nyo Ko mempunyai kekuatan Lwekang belasan tahun lamanya, pasti dia akan muntah darah oleh genjotan itu. walaupun demikian, tidak urung Nyo Ko merasakan dadanya sakit tidak kepalang dan mukanya pucat seperti kertas.
Nampak sekali pukul tidak bikin lawan cilik-nya terguling, diam2 Ceng-kong merasa heran juga, maka menyusul kepalan kanan diayunkan pula, sekali ini ia menjotos kemuka Nyo Ko.
Dengan sendirinya Nyo Ko angkat tangannya hendak menangkis. Cuma sayang, maksudnya memang hendak menangkis, tetapi sama sekali ia tidak paham gerak tipu silat buat menangkis, maka kembali dia dimakan mentah2 oleh Ceng-kong. Dengan sengaja ia kesampingkan jotosannya ini, tapi cepat ia menjojoh dengan kepalan kiri, maka terdengar suara "plak" dibarengi dengan suara jeritan tertahan Nyo Ko, nyata hantaman dengan tepat kena diperutnya.
Saking sakitnya sampai Nyo Ko menungging sambil pegang perutnya dengan meringis2. Di luar dugaan, sekali bocah ini menjengking ke bawah, tanpa sungkan2 lagi Ceng-kong tambahi serangan lain pula, ia angkat telapak tangannya terus memotong ke kuduk orang.
Serangan yang mengarah tempat berbahaya ini, Ceng-kong menaksir Nyo Ko pasti akan kelenger seketika, dengan demikian ia telah berhasil balas sakit hati tempo hari.
Siapa tahu, Nyo Ko betul2 anak perkasa, jiwa gagah berani Engkongnya Nyo Thi-sim sudah diwariskan semua kepadanya, sama sekali bocah ini tidak menyerah, hantaman tadi hanya membikin dia terhuyung sedikit saja dan tetap belum jatuh, hanya kepalanya dirasakan pusing dan berat, tenaga pun habis tanpa bisa membalas lagi.
Nampak keadaan bocah ini sudah payah, kini Ci-hong baru mau percaya bahwa Nyo Ko memang betul2 tidak paham ilmu silat Karenanya dengan cepat ia berteriak mencegah: "Berhenti, Ceng-kong !"
"Nah, sekarang kau takluk padaku tidak ?" demikian bentak Ceng-kong pada Nyo Ko.
Diluar dugaannya, Nyo Ko masih tetap berkepala batu.
"lmam busuk, imam bangsat, siapa yang sudi takluk padamu ? Ada kalanya kau pasti akan kubunuh !" teriak Nyo Ko dengan penuh dendam.
Keruan tidak kepalang gucar Ceng-kong karena caci-maki ini, susul menyusul ia kirim kedua kepalan pula dan tepat mengenai batang hidung Nyo Ko.
Memangnya kepala Nyo Ko sudah puyeng dan berat oleh pukulan2 tadi, kini pandangannya menjadi gelap hingga mata ber-kunang2, ia terhuyung2 hendak jatuh. Tetapi entah darimana, mendadak seluruh badannya se-akan2 mengalir hawa panas yang timbul dari pusarnya, sementara ia lihat jotosan ketiga kali Ceng-kong sudah datang mengarah mukanya pula, dalam keadaan kepepet, secara otomatis ia terus berjongkok dari mulutnya mengeluarkan suara "kok" sekali, berbareng kedua telapak tangannya disodok ke depan hingga dengan tepat mengenai perut Ceng-kong.
Sungguh hebat sekali pukulan ini, tahu2 sesosok tubuh segede kerbau telah mencelat pergi sejauh beberapa tombak, dengan mengeluarkan suara gedebuk disusul dengan debu pasir yang berhamburan dengan kaku Ceng-kong menggeletak telentang di atas tanah tanpa bisa berkutik lagi.
Tapi waktu para imam penyaksikan Ceng-kong menghajar Nyo Ko yang jauh lebih kecil itu mereka pada mengunjuk rasa tidak-adil, bagi orang2 yang lebih tinggi tingkatannya, kecuali Thio Ci-keng saja yang memang masih dendam pada Nyo Ko, yang lain be-ramai2 sudah bersuara mencegah.Siapa tahu dalam keadaan mendadak itu tiba2 Ceng-kong bisa dipukul Nyo Ko hingga mencelat begitu jauh untuk kemudian menggeletak dengan kaku tanpa bisa berkutik lagi.
Semua orang ternganga heran, be-ramai2 kemudian mereka maju memeriksa keadaan Ceng-kong.
Namun bagi Nyo Ko, sama sekali iapun tidak mengira hantamannya itu bisa membawa hasil yang begitu hebat, Ha-mo-kang yang dia lontarkan ini, pertama kalinya pernah dia binasakan seorang anak murid Kay-pang di Tho-hoa-to tempo hari, kini sekali pukul Ceng-kong kena dijatuhkan lagi hingga mencelat.
"Haya, celaka, mati, sudah mati orangnya !"
"Wah, napasnya sudah putus, tentu jerohan-nya telah remuk !" - "Celaka, lekas lapor Ciang-kau Cosu !" - Demikian Nyo Ko dengar suara teriakan kalang kabut para imam yang terkejut itu.
Ia pikir sekali ini dirinya benar2 telah ter-bitkan onar lagi, karena itu, dalam bingungnya tanpa pikir panjang lagi segera ia angkat langkah seribu, ia lari pergi tanpa arah tujuan.
Di lain pihak para imam itu sedang ribut oleh keadaan Ceng-kong yang belum diketahui mati atau hidup, maka kaburnya Nyo Ko ternyata tiada seorangpun yang memperhatikan.
Setelah Thio Ci-keng periksa keadaan luka Ceng-kong yang parah, sembilan dari sepuluh bagian terang tiada harapan buat hidup lagi, ia menjadi kaget tercampur gusar.
"Nyo Ko, Nyo Ko ! Di mana kau ? ilmu siluman apakah yang kau pelajari itu ?" demikian segera ia ber-teriak2.
Meski ilmu silat Ci-keng tidak tergolong lemah, tetapi selamanya dia tinggal di Tiong-yang-kiong, maka pengalamannya kurang luas, Ha-mo-kang yang digunakan Nyo Ko itu ternyata tidak dikenalnya.
Begitulah dia telah ber-teriak2 memanggil beberapa kali, namun sama sekali tidak terdengar Nyo Ko menjawab, waktu para imam itu mencarinya namun tak melihat bayangan Nyo Ko lagi.
Alangkah murka Thio Ci-keng, segera ia memberi perintah mengejar ke segenap jurusan, ia pikir Cong-lam-san yang luasnya beberapa puluh li itu seluruhnya di bawah pengaruh Tiong-yang-kiong, masakah bocah sekecil itu mampu lari ke mana ?
Bercerita tentang Nyo Ko, ketika dengan gugup ia melarikan diri, sama sekali ia tidak pilih arah, secara ngawur ia lari secepat mungkin dan yang dipilih ialah hutan belukar yang lebat.
Tidak lama ia berlari terdengar olehnya dari belakang orang berteriak riuh ramai, semua penjuru ada orang sedang berteriak namanya: "Nyo Ko, Nyo Ko ! Hayo lekas keluar, ke mana kau hendak lari ?"
Karena teriakan itu, hati Nyo Ko semakin gugup hingga larinya pun semakin tak genah, Tiba2 ia lihat ada bayangan orang berkelebat di-depannya, nyata ada satu To-su telah pergoki dia dan menyergap tiba, Lekas Nyo Ko putar tubuh berlari kearah lain, akan tetapi celaka baginya, di sana sudah mengadang pula imam yang lain.
"Nah, ini dia I Disini orangnya, di sini!" demikian imam itu ber-teriak2.
Dengan kalap Nyo Ko menerjang dengan kepala menunduk, akan tetapi Tosu tadi siap papaki dia, dengan tangan terpentang, segera imam itupun menubruk maju.
Namun sekali ini Nyo Ko sudah siap siaga, se-konyong2 ia berjongkok, kembali ia keluarkan ilmu weduk katak buat serang orang, dengan sekali sengkelit, tubuh imam itu dia lemparkan ke-belakang.
Meski imam itu tidak sampai terluka parah, tapi terbanting jatuh hampir kelengar dan seluruh badan. babak-belur.
Imam-imam yang lain menjadi jeri demi nampak gerak serangan Nyo Ko yang lihay dan ganas, mereka tidak berani sembarangan maju lagi, hanya berdiri di tempat jauh mereka ber-teriak2 pula memanggil kawan.
Ber-runtun2 Nyo Ko berhasil menangkan dua imam dengan Ha-mo-kang atau ilmu weduk katak, rasa takutnya tadi menjadi banyak berkurang, tetapi kakinya toh tidak pernah berhenti, ia masih terus lari ke depan dengan cepat.
Sesudah ber-Iari2, achirnya para imam tadi menjadi jauh ditinggalkan olehnya, diam2 ia merasa girang. Di luar dugaannya, se-konyong2 dari belakang satu pohon besar melompat keluar seorang imam setengah umur yang bermuka putih tampan dan mengadang di depannya.
Waktu Nyo Ko awasi, ia kenal imam ini adalah murid Khu Ju-hi yang tertua In Ci-peng, kedudukannya terhitung paling tinggi di antara anak murid Coan-cin-kau angkatan ketiga, Oleh karenanya lekas2 ia belok ke kiri hendak kabur lagi.
Tak tahunya gerak tubuh ln Ci-peng luar biasa cepatnya, sekali ia ulur tangannya, sekatika baju dada Nyo Ko kena di jamberetnya.
"Marilah, ikut padaku!" dengan tersenyum In Ci-peng berkata.
Namun Nyo Ko tidak menyerah begitu saja, kembali ia gunakan ilmu Ha-mo-kang, kedua telapak tangannya dengan cepat dipukulkan ke depan.
In Ci-peng tahu akan lihaynya pukulan ini, ia menjadi terkejut, lekas2 ia mendahului orang, sebelum tenaga pukulan Nyo Ko dilontarkan, kedua tangannya dengan kencang mencengkeram dulu pergelangan Nyo Ko, dengan paksa Ha-mo-kang yang hendak dilontarkan itu dia tolak kembali
Harus diketahui bahwa Ha-mo-kang sebenarnya adalah ilmu kelas wahid dari dunia persilatan cuma sayang Nyo Ko belum banyak mempelajarinya dan waktunya pun tidak lama, dengan sendirinya ia bukan tandingan murid Coan-cin-kau angkatan ketiga yang tangguh ini
Oleh karena tangannya dipegang orang, dalam gugupnya Nyo Ko berjingkrak2, dan selagi ia hendak mencaci maki, tiba2 terdengar Ci-peng menghela napas, lalu Nyo Ko pun dilepaskan.
"Sudahlah, lekas kau lari saja, biar aku melindungi kau disini," demikian ia berkata pula. "Jika kau kena ditangkap kembali oleh gurumu, maka jiwamu yang kecil ini pasti tidak terampun-kan lagi."
Kiranya tadi waktu Nyo Ko bertanding dengan imam cilik, tatkala itu In Ci-peng tidak ikut menyaksikan, tapi kemudian anak muridnya telah lapor kepadanya apa yang terjadi sesudah Ceng-kong kena dihantam oleh ilmu weduk katak Nyo Ko. Maka lekas2 iapun menyusul datang hendak cari tahu bagaimana kelanjutannya.
Kini sesudah berhadapan dengan Nyo Ko dan melihat mulut anak ini pecah, hidung bengkak mukanya penuh berlepotan darah, ia menduga bocah ini tentu telah mengalami hajaran yang kejam pula, Ci-peng memang cukup kenal watak Ci -keng yang keras, orangnya tak berbudi, ia sendiri tidak akur dengan Ci-keng, lebih2 bila ter ingat olehnya ayah Nyo Ko yang masih terhitung saudara seguru dengan dirinya, tiba2 hatinya menjadi lemah, ia tidak tega kalau sampai Nyo Ko ditawan kembali oleh Ci-keng, maka ia sengaja melepaskan anak ini.
Sebaliknya Nyo Ko menjadi heran ketika mendengar orang mau lepaskan dirinya begitu saja, sesaat itu ia jadi bingung, ini dapat dimengerti karena beberapa tahun ini ia sudah kenyang merasakan segala hinaan, terhadap siapa saja tiada seorang pun yang dia percayai.
Karena itu, ia kuatir Ci-peng sengaja lepaskan dirinya untuk kemudian ditangkap lagi, maka tanpa menoleh segera Nyo Ko lari ke depan, sementara sayup2 ia dengar di belakang sana In Ci-peng sedang cekcok mulut dengan orang.
Ber-lari2 dalam jarak panjang ini sebenarnya sangat payah bagi Nyo Ko, syukur ia mempunyai kekuatan dasar Lwekang belasan tahun Iamanya.
Maka dia masih sanggup bertahan dengan seluruh tenaganya.
Kemudian ia pilih jalan lain, kini ia lari menyusun semak2 dan berbelak-belok di antara batu2 pegunungan yang tak teratur, sementara cuaca sudah mulai gelap, seluruh badannya terasa lemas, hampir2 ia jatuh terkulai saking letihnya napasnya yang sudah kempas-kempis.
Setelah duduk sejenak, selagi Nyo Ko hendak berdiri buat melanjutkan buronnya, tiba2 ia dengar di belakangnya ada suara orang mendengus.
Keruan saja Nyo Ko kaget, dengan cepat ia menoleh, tetapi ia menjadi tambah kaget hingga jantungnya se-akan2 melocat keluar dari mulutnya. Kiranya dibelakangnya sudah berdiri satu imam dengan mata mendelik dan alis mengerut tegak dan berjenggot panjang, siapa dia kalau bukan Thio Ci-keng yang pernah dia angkat menjadi guru.
Sesaat itu kedua orang menjadi saling pandang dengan mata mendelik gusar, untuk beberapa detik itu mereka sama2 tidak bergerak sedikitpun.Akan tetapi se-konyong2 Nyo Ko berteriak sekali berbareng ia putar tubuh terus lari.
Sudah tentu Thio Ci-keng tidak membiarkan anak ini lari begitu saja, ia menyerobot maju terus mencengkeram tengkuk orang.
Tahu akan ancaman bahaya ini, tiba2 Nyo Ko mendak dan menubruk kedepan, dengan cepat ia meraup sepotong batu terus ditimpukkan ke belakang,.
Karena serangan mendadak yang tidak termasuk teori ilmu silat ini, terpaksa Ci-keng mengegos menghindarkan diri, habis ini ia mengudak lagi terlebih cepat hingga jarak mereka semakin dekat.
Dalam keadaan demikian Nyo Ko sudah tidak hiraukan akibatnya lagi, sesudah berlari kesetanan beberapa langkah pula, tiba2 di depannya adalah tebing yang curam, ia tidak pusingkan di bawah sana apakah jurang yang dalam atau sungai yang berbahaya, tanpa pikir ia ceburkan diri ke bawah, seketika iapun tidak tahu apa2 lagi.
Sesudah dekat, Ci-keng coba melongok ke bawah tebing yang curam itu, ia lihat tubuh Nyo Ko sedang menggelinding ke bawah mengikuti tanah miring yang menghijau dengan rumputnya yang lebat, kemudian lantas menghilang ke dalam semak2 di bawah pohon yang rindang.
Ci-keng sendiri tidak berani ikut melompat ke bawah begitu saja, maka ia telah cari jalan lain, ia memutar ke tanah miring itu dan kemudian mengikuti bekas2 yang tergilas oleh tubuh Nyo Ko yang menggelinding itu dan mencari ke dalam hutan dibawah sana.
Tetapi hutan itu semakin dimasuki ternyata semakin lebat hingga akhirnya sedikitpun sinar matahari tidak tertampak, Saat itu ia sudah menempuh sejauh beberapa tombak ke dalam hutan, ketika mendadak ia teringat bahwa daerah itu adalah "kuburan kuno" dimana kakek gurunya, Tiong-yang Cosu pernah menetap, ia ingat bahwa Coan-cin-kau mereka selamanya ada peraturan keras yang melarang siapapun untuk mendatangi daerah kuburan ini. Akan tetapi bila Nyo Ko harus dilepaskan saja, inilah Ci-keng tidak rela.
"Nyo Ko, Nyo Ko, lekas keluar !" segera ia ber-teriak2.
Tetapi meski ia ulangi beberapa kali teriakan-nya, sama sekali tiada jawab yang terdengar, ia menjadi murka, dengan tabahkan hati ia melangkah maju lagi beberapa tindak, dalam keadaan remang2 tiba2 terlihat olehnya di atas tanah sana berdiri satu pilar batu, waktu ia tegasi sambil berjongkok, maka terbacalah olehnya apa yang tertulis diatas batu itu, yakni yang berarti: "Orang luar berhenti disini."

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now