Sedang imam2 yang kecemplung tadi karena tak bisa berenang, banyak yang megap2 dan ber-teriak-teriak minta tolong, cepat imam2 lainnya yang bisa berenang memberi pertolongan dan dengan sendirinya tidak sempat buat menguber Kwe Ceng lagi.

Diwaktu para imam ini tunggang langgang, tiba2 Kwe Ceng dengar suara genta yang ditabuh keras berkumandang dari Tiong-yang-kiong, itu istana kaum Coan-cin-kau. Suara genta itu dibunyikan secara titir, keras dan kerap, agaknya seperti tanda bahaya.
Waktu itu Kwe Ceng baru lepaskan diri dari rintangan para imam dan lagi berlari menuju Tiong-yang-kiong secepatnya, ketika ia dengar suara genta rada aneh, ia telah merandek dan mendongak maka terlihatlah olehnya di belakang kuil suci itu ada sinar api yang ber-kobar2 menjulang tinggi.
Tentu saja Kwe Ceng kaget, pikirnya : "Kiranya hari ini memang benar ada orang hendak gempur Coan-cin-kau, aku harus lekas pergi menolongnya." Dalam pada itu ia dengar suara teriakan para imam tadi telah menyusul dari belakang lagi.
Kini Kwe Ceng baru mengerti tentunya imam2 ini telah salah sangka dirinya adalah musuhnya, kuil mereka sedang terancam bahaya, sudah tentu mereka lebih kalap dan hendak adu jiwa dengan dirinya, Namun iapun tidak urus mereka lagi melainkan dengan cepat ia lari terus ke atas.
Dengan Ginkang atau ilmu entengi tubuh yang Kwe Ceng dapat belajar juga dari Coan-cin-kau, yakni ajaran Ma Giok, maka tidak sampai waktu satu tanakan nasi ia sudah tiba sampai di depan Tiong-yang-kiong, ia lihat api sudah berkobar dan menjalar hebat, Tetapi aneh, ratusan To-su atau imam dari Coan-cin-kau yang masing2 memiliki ilmu silat tinggi itu ternyata tiada satu-pun yang keluar buat memadamkan api.
Diam2 Kwe Ceng merasa kuatir. Waktu ia mengamati lagi, kiranya api menjalar dari bagian belakang istana yang megah itu terbukti bagian depannya masih utuh.
Cepat ia melintasi pagar tembok yang tinggi itu dan melompat masuk pelataran depan kuil itu, maka terlihatlah olehnya dipendopo sana sudah ber-jubel2 orang yang lagi saling hantam dengan mati-matian.
Waktu Kwe Ceng menegasi pula, ia lihat ada 49 orang imam berjubah kuning yang tersusun menjadi tujuh barisan Pak-tau-tin sedang menandingi serangan 60 atau 70 orang musuh. Para musuh pendatang itu ada yang tinggi ada yang pendek, gemuk atau kurus, seketikapun tak dapat dilihat dengan terang.
Hanya kepandaian silat dan golongan para pendatang ini masing2 berlainan, ada yang memakai senjata dan ada yang menggunakan tangan kosong, mereka terus merangsak dengan penuh tenaga.
Sebenarnya tidak lemah ilmu silat para penyerang ini pula jumlahnya lebih banyak, maka para imam Coan-cin-kau sudah mulai terdesak di bawah angin, cuma lawan mereka menyerang dan menghantam secara perseorangan, sebaliknya ke-tujuh barisan bintang para imam itu bisa bahu-membahu dan bantu membantu, mereka menjaga diri dengan sangat rapat, Meski para musuh sangat lihay tak mampu mendesak para imam itu barang selangkahpun.
Melihat pertarungan besar2an ini, Kwe Ceng menjadi heran, Selagi ia hendak membentak dan tanya, tiba2 ia dengar di dalam istana kuil itu ada suara samberan angin yang men-deru2, ternyata di dalam sana masih ada rombongan lain lagi yang sedang bertempur.
Dari angin pukulan yang kedengaran itu, agaknya orang yang bergebrak di dalam istana itu ilmu silatnya jauh lebih tinggi daripada para penyerang yang berada di luar.
Lekas2 Kwe Ceng memburu maju, ia mengegos dan menerobos masuk, ia berkelit ke kiri terus menyusup ke kanan, tahu2 ia sudah menyelip masuk melalui Pak-tau-tin para imam, Tentu saja imam2 Coan-cin-kau sangat kaget, berbareng mereka saling memperingatkan kawannya, tapi karena musuh dari luar terlalu hebat tekanannya, maka mereka tidak sanggup membagi sebagian untuk mengudak Kwe Ceng.
Di dalam istana itu sebenarnya terang benderang oleh belasan lilin yang besar, tatkala itu api yang berkobar dari ruangan belakang sudah menjalar ke depan, dari pancaran sinar api yang berkobar itu bercampurkan asap tebal yang menghembus terbawa angin, sinar lilin di dalam ruangan hanya kelihatan remang2 saja.
Sementara Kwe Ceng lihat di dalam istana itu ber-deret2 tujuh imam duduk sila di atas ka-suran yang bundar, telapak tangan kiri mereka saling tempel, hanya tangan kanan mereka yang dikeluarkan untuk menahan kepungan belasan orang musuh.
Begitu datang Kwe Ceng tidak periksa pihak musuh melainkan terus pandang dulu pada ketujuh imam Coan-cin-kau, ia lihat di antara tujuh orang itu yang tiga sudah berumur dan yang empat masih muda, yang tua itu masing2 ialah Ma Giok, Khu Ju-ki dan Ong Ju-it, sedang empat imam yang muda hanya seorang saja yang dia kenal, yakni In Ci-peng, murid Khu Ju-ki.
Ketujuh imam inipun memasang jaring2 barisan Pak-tau-tin, mereka berduduk saja tanpa bergerak Diantara tujuh imam ini ada satu di antaranya yang kepalanya menunduk dan sedikit membungkuk hingga mukanya tidak tertam-pak jelas.
Demi nampak Ma Giok bertujuh berada dalam keadaan terancam, seketika darah Kwe Ceng jadi panas, iapun tidak peduli lagi siapa dan darimana adanya musuh itu, dengan sekali bentakan yang menggeledek segera ia mendamperat : "Kawanan bangsat yang kurangajar, berani kalian main gila ke Tiong-yang-kiong sini ?"Berbareng itu kedua tangan mengulur, sekaligus ia dapat mencengkeram punggung dua orang musuh, selagi ia bermaksud membanting sasaran pertama ini, tak terduga kedua orang ini ternyata tergolong jagoan tinggi, walaupun punggung mereka kena dijamberet, namun kedua kaki mereka ternyata masih terpaku di lantai dan tidak kena dibanting.
Tentu saja Kwe Ceng terkejut, pikirannya: "Darimanakah mendadak bisa datang lawan keras begini banyak ? Pantas kalau Coan-cin-kau hari ini harus menderita kekalahan."
Sambil berpikir iapun sembari kerjakan serangan lain, mendadak ia kendurkan jamberetan-nya tadi, menyusul kakinya lantas melayang, ia serampang kaki kedua orang lawannya.
Pada waktu itu kedua lawannya sedang mengeluarkan kepandaian "Cian-kin-tui" atau tindihan seberat ribuan kati, yakni semacam ilmu yang bikin tubuhnya menjadi berat untuk melawan tarikan pwe Ceng tadi, sama sekali tidak mereka duga bahwa Kwe Ceng bisa ubah serangannya secepat itu.
Tanpa ampun lagi mereka kena diserampang hingga tubuh mereka mencelat keluar pintu.
Tentu saja pihak penyerang itu terkejut tatkala mengetahui pihak lawan kedatangan bala bantuan, Akan tetapi karena mereka yakin pasti akan dipihak pemenang, maka datangnya Kwe Ceng tidak mereka perhatikan, hanya ada dua orang yang segera maju dan membentak "Siapa kau ?"
Namun Kwe Ceng tidak menggubris, tanpa berkata ia sambut kedua orang ini dengan gablokan kedua telapak tangannya secara susul-menyusul.
Sungguh tidak pernah diduga kedua orang itu, belum mereka mendekat atau mendadak tenaga pukulan Kwe Ceng sudah bikin tergetar mereka hingga tak bisa berdiri tegak, tanpa ampun lagi dupiali suara "bluk" terdengar, punggung mereka tertumpuk pada dinding tembok dengan keras hingga darah segar muncrat keluar dari mulut mereka.
Nampak empat kawan mereka roboh beruntun-runtun, keruan para musuh yang lain menjadi jeri, seketika tiada lagi yang berani maju buat mencegat.
Di lain pihak Ma Giok, Khu Ju-ki dan Ong Ju-it segera mengenali Kwe Ceng dalam hati mereka menjadi girang luar biasa, "Orang ini datang, Coan-cin-kau kami tidak perlu kuatir lagi!" demikian kata mereka dalam hati.
Sementara Kwe Ceng sama sekali tidak pandang sebelah mata pada para musuh itu, bahkan ia lantas berlutut ke hadapan Ma Giok buat memberi hormat tanpa gubris musuh2 yang lain. "Tecu Kwe Ceng memberi hormati" demikian ia berkata.
Tatkala itu rambut alis Ma Giok, Khu Ju-ki dan Ong Ju-it sudah putih karena usia mereka yang sudah menanjak, mereka hanya memanggut sambil bersenyum dan angkat tangan buat balas hormat.
"Awas, Kwe-heng!" tiba2 In Ci-peng berseru memperingatkan Kwe Ceng.

Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali - Chin YungWhere stories live. Discover now