Chapter 27

3K 214 2
                                    

~Nathalie Pavin's POV~


Aku menunggu kedatangannya masih di tempat yang sama. Jemariku terus saja bermain diatas permukaan meja yang keras dan tampak mengkilat ini. Sesekali aku menghela napas perlahan sembari mengatupkan kedua tanganku di kedua pipi.

"Sorry for coming late." Liam menyeringai tajam. Ia menyentuh pundakku yang membuat perhatianku sontak tertuju padanya.

Aku menggelengkan kepala pelan selagi memberinya pandangan tak-apa-Babe.

"Kau bilang ingin pergi ke flat kan? Ini saatnya." bisiknya lembut ditelingaku.

Aku tak menyangka Liam akan menuruti kemauanku. Apakah aku harus menghapus pikiran negatif tentangnya?

"Hey! Kenapa kau malah melamun?" Liam membuyarkan lamunanku, aku langsung menyunggingkan senyum manisku padaku.

"Aku tak sabar."

Ia membawaku pergi menuju flat tepat saat bel terakhir berdering. Aku tak henti-hentinya menatap kedua mata Liam yang tampak indah dengan warna coklat keemasannya.

Kembali membicarakan soal warna mata, kenapa aku tiba-tiba teringat perubahan warna mata Harry ketika di taman beberapa waktu lalu? Ya, sama halnya seperti aku melihat perubahan warna mata Chris tapi kali ini berbeda. Aku yakin Chris bukan salah satu dari mereka, lantas apa yang terjadi? Ya Tuhan—semua membuatku bingung.

Kami saling diam disepanjang perjalanan Liam sama sekali tak mengajakku berbicara. Pandanganku terarah pada luar jendela. Jalanan makin gelap tertutup rimbunnya pepohonan, dan makin lama makin sempit. Aku bisa melihat beberapa jalan setapak menuju hutan. Waithutan?

"Kau serius?" tanyaku lirih. Liam menghembuskan napasnya perlahan.

"Ada yang aneh?"

"Kau tinggal di pinggiran hutan? Kau dan sahabat-sahabatmu itu?" aku menatap keheranan.

"Kami punya alasan. Kau harus tau bahwa kami suka berpetualang dan sangat mencintai alam."

"Lalu bagaimana jika ada binatang buas yang menyerang kalian?" tukasku dengan nada yang terdengar khawatir.

"Oh, tenang lah. Kami akan baik-baik saja." Liam meraih sebelah tanganku dan mengelusnya perlahan.

Sejenak, rasa dingin itu menjalar sampai ke dadaku. Rasanya aneh tak seperti biasanya, padahal aku sudah terbiasa dengan sentuhan dingin darinya.

Jalanan makin gelap dan tak ada secerca sinar matahari sama sekali. Pepohonan rimbun dan rasa lembab itu kian menjalar pada permukaan kulitku.

"Sudah sampai." Liam menghentikan mobilnya dihadapan sebuah rumah kayu dengan gaya arsitektur khas Eropa Timur. Dihadapannya ada beberapa tanaman hias yang sengaja ditata rapi.

"This is your flat?" bisikku perlahan, berusaha untuk meyakinkannya.

Liam menanggukkan kepala tanda mengiyakan. Ia lantas melangkah keluar dan membukakan pintu mobilnya untukku. Aku melangkahkan kakiku memijaki setiap jengkal tanah lembab dan dingin khas suasana hutan ini.

Rumah ini dibangun pada tengah hutan disebelah barat kota yang tentu saja jauh dari keriuhan khas daerah kota. Apa mereka mencintai ketenangan? Atau mereka sengaja menyembunyikan identitasnya?

Aku menghembuskan napas perlahan berusaha untuk tetap tenang dan bersikap sewajarnya. Jangan sampai Liam dan sahabatnya membaca gerak-gerikku.

Lelaki itu menuntunku melewati jajaran tanggan kayu yang tampak licin kemudian memutar knop pintu dan mendorongnya perlahan. Suasana hangat langsung menyergap ketika Liam memperlihatkan isi flatnya.

Bloodstains (1D's Vampire Story) ✅Where stories live. Discover now