TANGAN Gisha mengetik dengan lincah di atas keypad ponsel canggihnya. Saat ini, dengan dua cangkir cokelat panas spesial buatan Gisha, perempuan itu tengah duduk di balkon rumah Angkasa seorang diri. Tapi sepertinya, dia tidak akan sendirian terlalu sama. Semoga saja, dia harap begitu.
Gishara Aluna
Sa
Tidur belum
Angkasa Dirgantara
Belum
Kenapa
Gishara Aluna
Ngantuk nggak
Angkasa Dirgantara
Nggak
Kenapa
Gishara Aluna
Sini ke balkon
Kita ngobrol ngobrol
Angkasa Dirgantara
Mager
Gishara Aluna
Ya udah gue masuk kamar lo aja
Angkasa Dirgantara
Tunggu
Gisha terkekeh. Kenapa ya, laki-laki tidak suka kamarnya dimasuki perempuan? Angkasa juga? Apakah mereka menyembunyikan sesuatu yang tidak baik di kamarnya atau sesuatu?
"Soalnya gue normal, Gi."
Suara Angkasa tiba-tiba muncul dari arah sampingnya. Tunggu, apakah lelaki itu baru saja membaca isi pikirannya atau Gisha sendiri yang secara tidak sadar mengutarakan apa yang ia pikirkan?
Sepertinya opsi nomor dua lebih mungkin.
Dan, sejak kapan juga Angkasa sudah duduk di sampingnya begini?
"Nih." Gisha menyerahkan salah satu cangkir besar di meja di depannya pada Angkasa.
Lelaki itu mengangkat alisnya bingung, tapi dia tetap mengambilnya.
"Itu cokelat panas. Karin suka banget. Dan, gue yang dulu selalu bikinin cokelat panas buat Karin. Lo ...pengen ketemu gue yang dulu, kan?" tanya Gisha hati-hati. Meskipun dia tahu, bisa saja yang Angkasa maksud dengan Gisha yang dulu adalah Gisha yang pintar agar ulangan semesternya kemarin sukses dan dia jadi tidak perlu dipermalukan. Tapi, perubahan Gisha tidak hanya masalah itu saja.
Sebenarnya, ada cukup banyak perbedaan antara Gisha yang dulu dengan Gisha saat ini.
Percaya atau tidak, Gisha dulu adalah seorang gadis periang yang sangat hangat. Bahkan, banyak yang bilang kalau Gisha memiliki aura tersendiri yang bisa membuat orang-orang di sekitarnya ikut bahagia jika dia sedang bahagia dan ikut merasa sedih ketika dirinya juga sedang sedih. Gisha yang dulu ...sangat disukai semua orang. Gisha yang percaya diri, tidak pernah mengeluh, selalu tersenyum, dan sangat perhatian kepada siapapun.
Angkasa mengerjap dan berdeham pelan. "Thanks." Katanya.
Gisha mengangguk beberapa kali sambil tersenyum. "Karin bilang, cokelat panas bikinan gue yang terenak di dunia. Cobain dong."
Angkasa menurut dan menyesap sedikit cokelat panas di tangannya. Dari perubahan raut wajah Angkasa, Gisha yakin kalau kemampuannya membuat cokelat panas yang enak sepertinya mendarah daging dan tidak akan bisa musnah karena apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung di Kota Bandung
Teen FictionPEMBERITAHUAN: Cerita ini sedang di republish dan dalam upaya penulisan sekuel. [Seri Kota Kenangan: 1] Karena tidak lulus SMA, Gishara Aluna yang nakalnya keterlaluan dikirim Papinya untuk kembali mengulang satu tahun SMAnya, di Bandung. Di rumah k...