9. Masalah Dewa

24.2K 2.1K 34
                                    

ANGKASA mencoba meraih salonpas di tengah punggung kanannya yang lupa dia lepas sejak dia pulang dari rumah sakit, kata perawat yang menanganinya, urat punggungnya menjadi tegang karena kecelakaan itu, jadi perawat itu menempelkan sesuatu seperti salonpas di situ. Ah, mengingat rumah sakit kembali membuat dia ingat tentang Mauren. Dia jadi mendengus dibuatnya. Tangan kirinya masih mencoba meraih salonpas itu tapi hasilnya tidak ada. Dia tidak sampai.

Dia menghela nafas frustasi. Mama dan Papanya masih dalam perjalanan pulang dari Jakarta, dan dia sama sekali tidak memberitahu mereka tentang kejadian dia jatuh dari motor karena reaksi Mamanya pasti akan super berlebihan dan Papanya bisa-bisa menyita motornya atau apapun itu. Karena itu, dia memutuskan untuk tidak mengatakannya, Gisha juga dia minta untuk tidak bilang pada mereka.

Ah, benar. Gisha.

Angkasa mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu.

Angkasa Dirgantara: Gi, lagi ngapain

Tak butuh waktu lama bagi Angkasa untuk mendapat balasan, membuat lelaki itu yakin kalau Gisha pasti tengah memainkan ponselnya.

Gishara Aluna: apaan deh lo pake nanya gue lagi ngapain

Angkasa mendengus. Bisa-bisanya Gisha salah paham. Ponselnya berbunyi lagi.

Gishara Aluna: ngapain juga pake nge-chat, orang seatap juga

Angkasa Dirgantara: sini

Gishara Aluna: ?

Gishara Aluna: maksud?

Angkasa Dirgantara: tolongin gue

Hanya berjeda sekitar lima detik setelah ada kata read, langsung terdengar suara pintu kamarnya dibuka. Dia menoleh pada Gisha yang sedang membelalakkan matanya di ambang pintu sambil berteriak kencang.

Angkasa memutar bola matanya. Iya, dia memang tidak pakai baju, iya. Tapi apa harus sehisteris itu?

"Kalau lo emang nggak mau lihat, seenggaknya tutup pintunya. Jangan malah berdiri sambil melotot di situ."

BLAM.

Pintu kamar Angkasa langsung tertutup. Lelaki itu tertawa geli lalu berdiri dan kembali membuka pintu kamarnya. Mendapati Gisha yang ternyata masih berdiri di sana sambil komat-kamit tidak jelas. Lucu juga.

Dan perempuan itu pasti akan berteriak lagi kalau Angkasa tidak langsung berbicara. "Copotin ini." katanya sambil berbalik dan menunjuk salonpas di punggungnya.

Gisha berdeham. "Harus banget buka baju?"

"Ya kalau nggak buka nyopotinnya gimana? Buruan, dingin nih." Jawab Angkasa.

Gisha menggigit bibir bawahnya lalu meraih ujung salonpas di punggung Angkasa dan menariknya sampai terlepas sepenuhnya.

"Thanks." Kata Angkasa sambil balik badan. "Dan lo nggak usah mupeng gitu kali lihat badan gue." Lanjutnya seraya kembali masuk ke dalam kamar dan memakai kaus abu-abunya yang tergeletak di atas kasur.

"Apaan deh, lo. Gue kan kaget." Kata Gisha sambil membuang bekas salonpas di tangannya.

"Iya maaf deh." Angkasa duduk di kursi belajarnya dan mengambil sebuah buku tebal. Dia menoleh pada Gisha yang masih berdiri di ambang pintu. "Ngapain masih berdiri di situ?"

"Hah— eh? Iya, ngapain?"

Angkasa tergelak. Untuk pertama kalinya, di depan dan karena Gisha dia tergelak. "Lucu banget sih, Gi." Katanya.

Senandung di Kota BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang