36. Semua Berkat Angkasa

17.1K 1.8K 55
                                    

"JENIS paragraf itu ada lima. Narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, sama persuasi. Lo tau, kan maksudnya? Hah? Enggak? Narasi itu bentuknya kayak cerita, terus ditulis berdasarkan kronologis. Biasanya, teks narasi suka pake konjungsi lalu, kemudian, setelah itu, de el el. Kalau deskripsi, masa lo nggak tau, sih? Jadi kayak ngegambarin suatu objek gitu. Beda lagi sama eksposisi, kalau yang ini isinya kayak penjelasan tentang sesuatu. Argumentasi paling gampang, isinya pendapat, tapi tetep harus ada fakta. Nah, kalau persuasi isinya ajakan. Persuade, mengajak. Ngerti, kan? Jangan tanya lagi."

            "Titrasi? Itu doang lo nggak tau? Titrasi itu penetralan asam sama basa atau basa sama asam."

            "Bukan gitu. e = 1 itu kalau tumbukannya lenting sempurna. Kalau kayak gini, kan lentingnya sebagian, jadi harusnya 0 < e < 1. Beda lagi kalau nggak lenting sama sekali, nilai e nya sama dengan nol."

            "Kalau hidrolisis garam, nyari nilainya pake konsentrasi H+. Tapi, kalau hidrolisis basa, pake konsentrasi OH-. Harus berapa kali sih gue bilang?"

            "Ini, kan, Raffles, Gisha. Ideologi yang dia praktekin di Indonesia itu liberalisme— feodalisme. Bukan liberasme— kapitalisme."

            "Bukan gitu, Gi."

            "Salah lagi."

            "Astaga. Gisha."

            "Lo tuh niat belajar, nggak sih?"

            "Mau nggak lulus lagi?"

            "Mau nggak lulus lagi?"

            "Mau nggak lulus lagi?"

            Gisha terperanjat.

            Perempuan itu bangkit dari posisi tidurnya dan mengerjap beberapa kali. Dia melihat sekeliling dengan nafas memburu. Matanya melirik jam dinding berbentuk kepala Mario Bross di kamar Bintang dan mendengus. Masih jam tiga pagi.

            Bagus sekali. Ketika tidur saja, dia bahkan mendengar suara-suara Angkasa yang sedang memberinya materi pelajaran dan mengomelinya.

            Tidak aneh, memang. Karena selama seminggu ini, setiap pulang sekolah Angkasa langsung mencekokinya dengan pelajaran-pelajaran yang membuat kepala Gisha rasanya mau meledak. Dan proses belajar itu baru akan selesai ketika jam sudah menunjukkan hampir tengah malam. Dan lagi, itu berlanjut selama seminggu.

            Tadi malam, adalah yang terakhir. Dan Angkasa benar-benar mengajarinya sampai titik penghabisan. Gisha baru saja bisa tidur pukul satu malam dan sekarang harus terbangun lagi pukul tiga pagi karena suara-suara Angkasa datang mengganggu tidurnya.

            Padahal, dalam beberapa jam lagi, ulangan semester kelas XII SMA Negeri Nusantara akan dilaksanakan.

            Gisha menoleh dan melihat Bintang sudah tertidur pulas di sampingnya.

            Bintang, adik perempuan Angkasa yang kini sedang liburan selama satu bulan dan pulang ke rumahnya. Kalau saja tidak ada Bintang, Gisha pasti tidak akan sanggup melewati satu minggu ini. Berbeda dengan Angkasa yang cuek, dingin, dan terlihat sombong, Bintang ini sangat lucu, atraktif, cerewet, dan lagi, dia suka sekali menjahili Angkasa. Dalam beberapa hari saja, Gisha dan Bintang langsung cocok dan menjadi sangat dekat. Apalagi kalau menyangkut masalah ejek-mengejek Angkasa. Ah, kalau saja Bintang tidak sedang boarding school, pasti hari-harinya di Bandung akan jauh lebih menyenangkan.

Senandung di Kota BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang