26. Kembali ke Rumah

18K 1.7K 73
                                    

GISHA mengambil minuman rasa buah di dalam tasnya dan langsung menghabiskan setengahnya dalam sekali tenggak. Permainan Menjelajah Nusantara itu benar-benar melelahkan. Dan, walaupun sempat ada beberapa masalah selama di perjalanan, kelompok Jawa 1 ternyata menjadi yang pertama sampai walaupun hanya berhasil menemukan tiga tabung transparan. Mereka kembali di lokasi perkemahan tepat pukul tujuh dan langsung diperintahkan untuk membersihkan badan oleh Pak Anton. Dan itu lah yang mereka lakukan. Setelah selesai mandi—karena sampai lebih dulu, kamar mandi wanita masih sepi– Gisha memakai baju hangatnya dan masuk ke dalam tenda untuk meminum minumannya.

"Gi."

Gisha hampir saja tersedak ketika mendengar suara Angkasa dari luar tendanya. Ah, beruntung tiga orang yang lain belum masuk tenda.

Gisha merangkak membuka risleting tendanya dan melihat Angkasa berdiri di sana, juga dengan baju hangatnya—lengkap dengan sarung tangan dan syal– yang membuat lelaki itu terlihat lucu karena sebagian wajahnya tertutup syal.

"Kenapa?" tanya Gisha sambil keluar tenda. Sama seperti Angkasa, perempuan berambut pendek itu juga menggunakan pakaian hangatnya, dengan sarung tangan dan sebuah beanie yang ia pakai asal di kepalanya.

Angkasa mengalihkan pandangannya dari Gisha lalu berdeham. "Laper." Katanya pelan.

Sungguh, rasanya Gisha ingin tertawa puas saat ini. Sebelum mereka berangkat, Gisha ingat sekali dia menawari Angkasa untuk datang kepadanya jika lelaki itu lapar, dan Angkasa dengan tegas berkata "Ogah."

Tapi, melihat Angkasa yang rela membuang gengsinya yang setinggi burj khalifa itu, Gisha hanya bisa menahan tawanya geli. Perempuan itu kembali ke dalam tendanya dan keluar dengan satu bungkus keripik kentang, biskuit, cokelat batangan, dan satu kotak susu.

"Bilang aja kalau kurang." Katanya.

Angkasa berdeham lalu mengambil makanan itu dengan cepat seraya kembali ke tendanya dengan terburu-buru. Kali ini, Gisha benar-benar tidak bisa menahan tawanya.

"Gue berasa lagi nonton adegan drama korea, tau nggak?" suara Chika yang muncul dari arah samping membuat Gisha menoleh dan tiga orang teman satu kelompoknya sudah berdiri di sana.

"Langgeng, ya. Akhirnya dia normal juga." Chika berjalan melewati Gisha sambil cekikikan seraya masuk ke dalam tenda.

Nancy ikut di belakang Chika tanpa mengatakan apa-apa. Perempuan itu mungkin merasa sedikit tidak enak pada Gisha. Tentu saja, dia bukan manusia jika dia biasa saja setelah berjanji akan tutup mulut dan tidak sampai dua puluh empat jam setelahnya, dia malah menyebarkannya. Gisha masih kesal sendiri mengingat hal itu.

Kali ini, Glory berjalan mendekat. Berhenti di hadapan Gisha dan menghela nafasnya. "Gue pikir lo deket sama dia karena dia satu-satunya orang yang lo tau di Bandung. Gue pikir dia emang cuma anak dari temen bokap nyokap lo." ujarnya seperti apa yang Gisha katakan saat Glory menanyainya tentang kedekatan Gisha dengan Angkasa.

"Sebenernya—"

"Gue pikir lo orangnya jujur. Ternyata sama aja. Omongan sama kenyataan beda, ya?" Glory mengangkat bahunya seraya membuang pandangan ke arah lain.

Gisha menghela nafasnya. Tadi dia baru saja hendak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Glory. Tapi, niatnya hancur seketika. Sepertinya, tidak ada gunanya juga jika dia menjelaskan semuanya pada Glory.

"Karena lo nggak nepatin omongan lo, kayaknya gue juga nggak bisa ngelakuin hal yang sama." Ujarnya menatap Gisha tajam seraya masuk ke dalam tenda.

Senandung di Kota BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang