CHAPTER 22

150K 8.1K 95
                                    

Maaf ya baru update sekarang, signalnya agak susah.
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Arsen terus membujuk Vania agar berhenti menangis.

Avi hari ini memutuskan pulang kerumahnya, dia siap untuk menghadapi tuan Chris mengenai perjodohannya.
Avi keluar dari kamar tidur Arsen dengan membawa tas ransel, tidak banyak baju yang dibelinya selama pengungsiannya ke apartemen Arsen.

"Vania cantik," panggil Avi.
Avi sengaja merentangkan tangannya mengharap Vania memeluknya dan memastikan apakah Vania masih marah dengannya atau tidak karena kepergiannya.

Vania langsung melepas dekapan Arsen lalu berlari menghampiri Avi dan memeluknya. Vania masih menangis.

Avi dan Arsen saling memandang. Ada kesedihan yang terpancar dari wajah Arsen tapi dia dapat menyembunyikannya dengan baik.
Avi hanya bisa mengatakan maaf melalui tatapan.

Avi berlutut didepan Vania mensejajarkan wajah mereka. Avi menghapus air mata yang terus mengalir di wajah Vania yang lembut, matanya mulai sembab dan pipinya memerah. Avi berusaha menahan air matanya yang terlihat sudah mulai menggenang, tapi Avi memantapkan diri untuk tidak menangis, karena kalau Avi ikut menangis akan sulit baginya untuk meninggalkan Vania dan Arsen.

Avi tidak mau dianggap sebagai wanita murahan yang suka kumpul kebo, karena dia dan Arsen tidak terikat status hubungan pernikahan.

"Kita kan masih bisa bertemu sayang, mama masih bekerja dengan daddy jadi sekali-kali Vania bisa main kekantor," ucap Avi lembut.

"Terus kalau malam siapa yang akan menina bobokan Vania," rengek Vania.
"Aku mau mama yang menidurkanku bukan daddy."

Arsen berjalan menghampiri Avi dan Vania, "Kamu pulang aja Vi, ga usah ini jadi beban kamu, Vania paling nangis sebentar terus nanti juga anteng lagi."

"Ga mau daddy, Vania ikut mama ya ?," pinta Vania dengan wajah memelas. "Vania janji ga akan nakal dirumah mama." Vania lalu memeluk erat Avi, terlihat tidak ingin melepaskannya.

Kenapa memisahkan Vania dari Avi terasa sulit dibandingkan saat dengan Mitha, Vania langsung mau ikut denganku saat aku mengajaknya keluar dari rumah sialan itu dan tinggal di apartemen. Vania tidak sampai menangis seperti ini, batin Arsen. Sepertinya aku harus mempercepat Avi menjadi pendampingku.

Arsen lalu menarik Vania dari pelukan Avi. Vania terus mendekap Avi dengan sangat kencang, Avi merasakan peredaran darahnya tercekat tapi dia tidak ingin teriak. Vania terus meronta dan menangis saat Arsen mulai bisa melepaskan pelukannya dari Avi.

Avi merasakan perih dan sakit didadanya saat Vania dilepaskan paksa dari pelukannya. Seperti ada bagian penting dari dalam tubuh Avi yang direbut keluar secara paksa.

Arsen lalu memeluk erat Vania kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Vania, seketika Vania berhenti meronta.

Entah apa yang dibisikkan Arsen pada Vania, bisikan itu seperti suntikan bius yang membuat Vania langsung terdiam.

Avi mengernyit saat melihat Vania tersenyum manja, seperti tidak pernah menangis. Perubahan ekspresi wajah Vania sedikit membuat Avi merasakan kengerian. Apa Vania memiliki kepribadian ganda ya ?, batin Avi.

Avi menggeleng-gelengkan kepala membuang jauh pemikiran bodoh itu. Mungkin Arsen menjanjikan barang yang mewah atau hadiah yang mahal pada Vania, ya mungkin saja, pikir Avi mencoba menghilangkan pikiran buruk.

Avi turun dari mobil Arsen, lalu membantu Vania untuk duduk di kursi depan. "Kalian serius ga mau mampir dulu ?," tanya Avi berbicara lewat jendela mobil.

Marrying Mr. DuRen (#wattys2017)Where stories live. Discover now