Arsensha 21 - Ancaman

Start from the beginning
                                    

Aku melihat tangan Arvin yang terus menarikku kuat, aku mau dibawa kemana sih?

Kami melewati lorong-lorong kampus dan sekarang aku di bawa ke belakang kampus. Dengan Arvin yang masih manarik tanganku, dia memaksaku untuk masuk ke dalam gudang. Aku sama sekali menolak permintaannya, namun dengan sekejap dia sudah mendorongku masuk. Arvin pun ikut masuk dan tiba-tiba da mengunci gudang tersebut.

Dia mau apa?

"Sayang?" Arvin menangkup wajahku, sambil mengusap lembut pipiku. Dengan posisi kami yang seperti itu, terpaksa aku memandangwajh Arvin. Wajahnya yang dingin dan diselimuti amarah sesaat mulai meredam. Aku masih terdiam dan tidak menjawab ucapan Arvin barusan.

"Aku kangen sama kamu." Apa? Baru aja tadi pagi ketemu, tapi tadi pagi juga aku mengakhiri hubunganku dengan Arvin.

"Kamu ngapain bawa aku ke sini?" tanyaku pada Arvin. Sungguh aku takut berada di gudang seperti ini, "kita udah gak ada apa-apa lagi. Kita bukan pacaran lagi," ucapku.

"NGGAK!" tolak Arvin. Dia sama sekali gak mau putus, apa maksudnya? Seharusnya dia sadar dong.

""Maksud kamu apa? Biarin aku pergi." Aku langsung menjauhkan tangannya dari wajahku dan segera berlari ke arah pintu gudang. Tapi aku lupa, kalau gudang ini dalam keadaan terkunci dan Arvin yang memegang kuncinya.

"Kau gak bakalan bisa kabur dari aku. Kamu sudah lihat kan? Seberapa kamu menjauh dari aku, aku pasti tetap bisa menemukanmu dan menjadikanmu milikku selamanya," ucapnya. Auranya dingin.

"Mana kuncinya?"

"Kamu gak bakalan bisa pergi kemana pun."

"Kamu keterlaluan. Bayangkan, aku sudah telat masuk kelas, kamu dengan gampangnya mengurungku di sini." Aku kesal, bahkan aku sudah semangat sekali masuk kelas pagi, tapi Arvin malah mengacaukannya.

"Tenang aja, kelas pagi milikmu hari ini kosong. Jadi kamu jangan khawatir," katanya santai. Tapi kan walau seperti itu tetap aja aku harus ke kelas. Lagian dia ngapain bawa aku ke sini sih.

"Buka pintunya!"

"Aku cuma mau ngasih tau kamu aja, kalau kamu bakalan tetap jadi pacar aku sampai kapan pun. Aku sama sekali nggak mau dengar kata putus dari mulut manismu. Ingat itu!" ancamnya. Bahkan sekarang dia sudah berani mengancamku. Ini adalah hidupku, untuk apa dia ngatur semuanya.

"Kamu egois, kamu jahat, kamu keterlaluan. Sama sekali nggak mau peduli sama perasaanku."

"Kamu jangan bilang gitu. Aku sayang kamu." Arvin berjalan mendekat, lalu memelukku erat.

"Maaf," katanya lagi. "Maaf kalau aku sering nyakitin kamu, itu karena aku sayang sama kamu dan nggak mau kehilangan kamu," katanya. Apa dia menangis? Kurasakan ada air mata yang mengalir di bahuku.

Aku menepuk lembut punggungnya, berusaha menenangkannya. Kali ini aku melihat Arvin menangis. Ini adalah pemandangan yang langka. Apa dia sebegitu sedihnya?

"Kamu tolong rubah sikap kamu. Jangan seperti tadi lagi. Kamu gak lihat mereka bahkan udah mau pingsan karena ngelawan kamu," kataku. Aku memang nggak suka dengan sikap Arvin yang tadi.

"Maaf," katanya lagi. Seperti ada rasa penyesalan dalam dirinya.

"Kalau ada masalah jangan cari pelampiasan, apalagi kamu jadiin orang lain sebagai pelampiasanmu."

"Aku janji gak bakal gitu lagi, asal kamu jangan minta putus. Aku gak mau," ujarnya. Dia memohon padaku. Sebenarnya aku juga gak mau putus sama dia, karena pasti nanti Tante Audy dan bunda bakalan menginterogasiku kenapa aku putus sama Arvin.

🍋 ARSENSHA (END) 🍋 Where stories live. Discover now