Arsensha 6 - Arvin Marah?

59.1K 3.9K 39
                                    

Sinar pagi secara tidak sopan masuk ke dalam kamarku. Hari ini aku libur, mungkin sebut saja aku menjadi makhluk pengangguran. Aku hanya tinggal menunggu pengumuman penerimaan mahasiswa baru saja.

Aku masih terlalu malas untuk bangun, sepertinya kasur ini memiliki daya tarik yang kuat untukku. Aku masih menenggelamkan tubuhku hingga leher ke dalam selimut. Merasakan setiap kehangatan di dalamnya. Mataku enggan membuka, seperti ada lem yang menempel pada kelopak mataku. Aku memeluk gulingku lagi, merapatkan selimutku, dan kembali ke dunia khayalanku.

"Sha ... bangun, Nak," suara perempuan menggema di kamarku.

Siapa?

Ah, bunda! Aku lupa kalau hari ini akan menemani bunda belanja bulanan. Oh, tidak. Pasti bunda akan mengomel lagi.

Aku terpaksa membuka mataku, dan kulihat bunda sudah tidur di sisi ranjangku.

"Kamu kebiasaan kalau libur bangunnya kesiangan. Cepat mandi sana, bunda tunggu di bawah."

Bunda langsung beranjak dari kamarku. Kulihat jam lewat ponselku, dan benar saja, aku bangun kesiangan. Kenapa aku bisa lupa kalau ada janji sama bunda?

Tapi ada yang aneh dengan ponselku, biasanya akan ada banyak sekali notifikasi dari Arvin, tapi ini tidak ada sama sekali. Biasanya, tiap pagi dia akan mengirimkanku banyak sekali pesan, entah menanyakan mimpiku, apakah tidurku nyenyak atau tidak, atau rencana liburku hari ini kemana. Tapi anehnya, ini tidak ada satu pun pesan dari Arvin.

Apakah Arvin sibuk? Sampai-sampai dia tidak sempat menghubungiku, tapi kan dia juga libur semester. Apa dia sibuk menjadi panitia OSPEK? Ah, sudahlah. Memikirkannya membuatku lupa akan bunda.

Aku segera menuju kamar mandi, dan mengambil handuk. Menikmati setiap tetesan air yang mengalir. Rasanya segar sekali. Tapi, untuk kali ini aku tidak bisa berlama-lama di dalam kamar mandi, aku tidak mau membuat menunggu lama dan akhirnya akan berujung pada telingaku yang setia mendengarkan omelan bunda.

Selesai mandi, aku memilih baju di dalam lemari. Mungkin menggunakan dress ukuran tanggung dengan panjang di bawah lutut tidak terlalu buruk. Warna apa, ya? Mungkin warna putih gading juga bagus. Aku menyisir rambutku dan kuikat kuncir kuda.

"Sensha, cepat, Nak!" suara bunda terdengar sampai kamarku. Duh, bunda gak tau apa kalau aku lagi siap-siap.

"Bentar, Bun. Sensha udah siap, kok. Ini mau turun," kataku menjawab bunda. Aku langsung memilih flatshoes­ dan tas miniku berwarna hitam. Aku segera turun, dan kulihat bunda sedang memeriksa ponselnya.

"Ada apa, Bun?" kataku. Aku segera duduk di samping bunda. Tapi, kita jadi gak sih ke supermarketnya?

"Ini, kok Arvin gak ngehibungin Bunda, ya? Biasanta tiap pagi dia ngasih ucapan selamat pagi buat Bunda. Tapi ini gak ada sama sekali," kata bunda, sambil melihat semua pesan yang masuk. Tapi tidak ada satu pun pesan dari Arvin. Pantas saja bunda sayang banget sama Arvin, dia pintar banget ngambil hati bunda. Apa ayah gak marah, ya, kalau Arvin ngirim pesan terus sama bunda? Hahahaha.

"Ya ... mungkin Arvin lagi sibuk kali, Bun," kataku. Bunda malah menatapku tajam, yakin deh kalau mata bunda itu serem banget.

"Kenapa, Bun?" tanyaku heran. Wah, gawat. Bunda lagi mode sensi ini.

"Kamu beneran gak ada masalah, kan, sama Arvin?" selidik bunda. Buset dah, bunda udah kayak detektif aja.

"Gak ada, Bun. Kita baik-baik aja. Udah, yuk. Kita ke supermarket aja," ajakku pada bunda.

Di luar, pak Sugeng sudah siap memanaskan mobilnya. Lalu kami pergi ke supermarket. Tapi di jalan, ada hal yang mengganggu pikiranku. Ada apa dengan Arvin?

🍋 ARSENSHA (END) 🍋 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang