Arsensha 5 - Perdebatan

53.6K 3.2K 57
                                    

"Oh, iya, tadi kalian ngomongin aku, ya? Hayo, ngomongin apa?" tanya Arvin. Sepertinya ia penasaran. Mungkin sedikt menggoda Arvin tidak ada salahnya.

"Gak ada apa-apa, kok. Kamu aja tuh yang kepedean." Aku menjulurkan lidahku padanya, sementara dia hanya menyeringai padaku. Wah, bahaya. Ini gawat. Alarm sudah berbunyi.

Arvin segera menggelitikkan tangannya ke perut. Oh tidak, ini cuku geli.

"Arv, u-udah, cukup. I-iya a-aku kasih tahu, deh." Aku menyerah, dia selalu bisa membuatku kalah di hadapannya. Dasar pacar jahat. Ngalah dikit sama ceweknya gak mau.

"Makanya bilang tadi kamu ngomong apa sama orang tuamu tentang aku," katanya memaksaku.

"Tentang tunangan."

"Tunangan? Maksud kamu, kita tunangan, gitu?" Tercertak jelas senyum sumringah pada sudut bibir Arvin. Aduh, aku harus jawab apa. Sepertinya Arvin sangat mengiginkan pertunangan itu. Tapi ... tapi aku belum siap.

Aku takut suatu saat nanti sifat posesif Arvin akan kambuh. Bagaimana kalau kami sudah tunangan lalu Arvin melarangku ini-itu. Kan rempong. Pft.

"Iya, tapi aku belum siap, Arv." Aku takut mengatakannya. Seketika Arvin menjadindiam. Tak ada satu patah kata pun dari dia. Marah kah dia?

"Belum siap karena apa?" tanya Arvin dingin. Tuh, kan. Kayaknya dia kembali ke mode dinginnya. Bahaya!

"Y-y-ya, kan aku baru lulus SMA. Dan sebentar lagi mau kuliah. Kayaknya masih terlalu dini deh kalo kita tunangan, Arv." Aku takut. Lagi-lagi aku takut.

Aduh, ayah ... bunda ... kenapa kalian meninggalkan putri kalian yang manis ini pada macan kelaparan seperti Arvin, sih?

"Jadi kamu nolak tunangan ini?" Sepertinya Arvin marah padaku. Aku gak tahu kalau penolakanku ini membawa dampak bagi Arvin. Apa dia tidak mau menungguku.

"Iya," jawabku. Rahangnya mengeras. Apa dia benar-benar marah?

"Aku gak suka kalau kamu nolak pertunangan ini. Pokoknya aku mau kita tunangan," kata Arvin keukeuh. Ini dia niat amat sih mau tunangan. Buat apa sih?

"Arv, aku belum siap."

"Kamu siap gak siap kita tetap tunangan, aku akan bicarain ini sama orang tuaku dan orang tuamu." Arvin marah. Ia keras kepala. Susah sekali membujuknya.

"Ta-pi, aku gak ma-"

"Kamu tinggal pilih," katanya. Jangan sampai dia menempatkan aku pada pilihan yang sulit. Dia senang sekali menempatkan aku pada pilihan yang bahkan aku saja tidak mau memilihnya.

"Apa?"

"Kamu kuliah dan kita tunangan, atau kamu gak kuliah dan kita nikah," katanya. Nah, kan. Gampang banget sih dia ngomong kayak gitu. Itu sama saja dia yang untung.

Kita sudah sering berdebat seperti ini, tapi tetap saja aku yang kalah. Aku yang mengalah.

"Aku gak bisa milih." Aku berusaha melawannya. Jangan sampai kita berantem. Aku sejak tadi sudah menahan diri untuk tetap memperlakukannya secara halus. Tapi ini dia sudah keterlaluan.

Kenapa sih Arvin mirip sekali dengan bunglong, sebentar romantis dan sebentar jadi posesif. Memang susah membaca pikiran Arvin. Sabar ... sabar.

"Kamu haris milih, Sensha," katanya menatap mataku. Tatapan mata penuh intimidasi, di sini dia yang berkuasa, dan aku hanya bisa menuruti kehendaknya.

"Gak akan." Bahaya Sensha. Kamu sudah membangunkan macan yang sedang tidur. Arvin menatapku lagi, dan ini lebih tajam dari yang sebelumnya. Aku takut, tapi mau bagaimana lagi, aku memang tidak mau bertunangan dengannya, aku gak mau nanti dia mengaturku lebih dari yang sekarang.

🍋 ARSENSHA (END) 🍋 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang