24: Who Are You?

95 11 30
                                    

DUA bulan telah berlalu. Murid kelas 10, 11, dan 12 kini disibukkan dengan ulangan tengah semester. Hubungan Ethan-Vania baik-baik saja. Bahkan, hampir seluruh Wirajaya iri kepada mereka. Hubungan mereka terkadang ada pertengkaran kecil. Dan Ethan maupun Vania selalu menyelesaikannya dengan kepala dingin. Lalu mereka kembali seperti semula. Ledek-ledekkan, terkadang romantisan yang membuat yang lain gigit jari.

Dan selama dua bulan itu pula, pengawasan Ethan terhadap Vania semakin ketat. Ethan hanya merasa ada yang tak beres, entah itu apa. Bian dan Radit sudah mewantinya agar tidak terlalu mengawasi Vania karena cewek itu pasti akan merasa risih. Dan Ethan pun tersadar dan akhirnya menurut, ia melonggarkan pengawasannya terhadap Vania.

"Udah, lah, Eth. Jangan terlalu di pikirin. Nanti pala lo botak." celetuk Bian saat melihat Ethan masih berkutat dengan MacBook-nya di bangkunya. Ini waktu istirahat dan Ethan menghabiskannya dengan mencari apapun tentang Ivar.

Bian dan Radit sedikit khawatir tentang kesehatan sahabatnya itu. Pasalnya, mau di rumah maupun di sekolah, Ethan sibuk dengan MacBook-nya. Bahkan hampir melupakan makan kalau tida diingatkan oleh Elisa dengan suara yang melengking.

Ethan menaikkan kacamata yang sedari tadi bertengger di hidung mancungnya, ia menghela napas lelah, mengusap wajahnya gusar, menutup tab-tab yang tadi ia buka dan mematikan MacBook-nya. "Gue nggak tau harus ngapain lagi. Gue takut kalo misalnya gue nggak bisa jaga Vania, Dit, Yan." jawab Ethan demgan nada gusar.

"Lo pasti bisa. Elisa aja yang selama ini lo jaga. Bisa, kan?" Radit menyodorkan sebotol Pocari Sweat ke arah Ethan. "Masalahnya beda lagi. Elisa itu adek gue. Lebih gampang. Kalo Vania? Gimana gue bisa ngejaga?" Ethan membuka tutup botol tersebut, lalu meminumnya. "Akhir-akhir ini juga gue mikirin tentang hubungan gue sama Vania. Nggak tau, rasanya kayak ada yang nggak beres aja gitu. Nggak ngerti gue. Udah dua bulan lebih gue ngerasa kayak gitu."

Radit dan Bian sama-sama menghela napasnya. "Lakukan apa yang harus lo lakukan, Eth. Lo tau saat dimana lo harus melakukan sesuatu. Lakukan semampu lo. Gue tau ini cheesy abis, tapi serius, how hard your problems are, we're always standing besides you. Your problems, our problems too, begitupun sebaliknya." kata Radit tiba-tiba.

Ethan tersenyum miring, "Cewek banget." Radit menggeplak kepala Ethan, "Kan udah gue bilang di intro-nya."

        Mereka tidak tahu, Vania mendengar semuanya.

• • •

VANIA duduk di hadapan Ethan yang terlihat gusar. Beberapa kali ia mengusap wajahnya, lalu merubah gaya duduknya seakan tak nyaman. Vania menghela napas, pasti ada yang dia sembunyiin dari gue.

        "Lo kenapa, sih? Kok kayak nggak nyaman gitu?" Ethan terlihat kaget, lalu menatapnya, matanya mengedip beberapa kali lalu ia mengeluarkan cengirannya, "Nggak apa-apa. Nggak enak aja kursinya, keras."

        Vania mengernyit. Ini di kursi Café deket sekolah yang biasa Ethan duduki, dan ini ada matrasnya sehingga sedikit empuk. Sekarang beri tahu Vania, dari sisi mana kursi ini keras? Dan jawaban Ethan membuat Vania semakin curiga.

        "Keras? Ini ada matrasnya, Eth. Lo kenapa, sih?"

        Skak. Ethan mati kutu. Njir, bego banget gue, batinnya mengumpat. Ia terdiam, menghindari tatapan Vania.

        "Hello, guys! What yo doin'?" tiba-tiba Bian duduk di samping Ethan, tak lama, Radit duduk di sebelah Bian. Mereka memang nongkrong di Café dekat sekolah dengan Bian, Radit, Fara, Risca, Elisa, Claris, dan juga Deto.

SPYМесто, где живут истории. Откройте их для себя