05: The Beat Up

134 14 18
                                    

•3 Days Later•

"JADI gini, kita kesana, nyebar, ngamatin, ngumpul lagi dimana kek. Udah, gitu aja strateginya. Easy. Intinya, kabarin kalau ada yang mencurigakan, baca gerakan tubuh dan mata, abis itu kalau yang udah dapet lapor, salah satu darikita juga nelfon Papa gue." Radit dan Bian mengangguk mengerti. Ethan menunjuk ke arah peta digital di interface. "Sekarang, kita bagi," Ethan menunjuk disalah satu tempat, lebih tepatnya dekat pintu keluar, "Gue bagian sini," jari telunjuknya pindah ke sisi lain, dekat panggung, "Radit bagian sini," jarinya kembali berpindah tempat, di tengah-tengah, "Dan, Bian bagian sini." tutupnya.

        Ethan menutup layer bagian peta. Ia pun kembali membesarkan layer yang isinya berupa data-data target mereka. "Gue sent ke interface mobil kalian. Sekarang, siap-siap!" titahnya.

        Radit dan Bian lantas keluar dari ruangan tersebut. Ruangan yang sistem keamanannya paling ketat karena banyak barang-barang yang sangat berharga, serta ruangan yang paling tersembunyi.

        Ethan berlari ke kamarnya, membuka handle fingerprint-nya dengan sekali gerakan. Ia melepas bajunya dan lantas mengenakan kaus putih dengan jaket parasut biru dan celana denim hitam. Ia langsung mengambil dompet dan memasukkan ke saku celananya, serta mengambil pistol FN-57 yang ia selipkan di balik kaus dan jaketnya itu, dan mengambil ponselnya yang sedang di-charge. Ia memasang earphone wireless-nya di telinga.

        Ia langsung turun saat sudah siap. Ia langsung membawa Tag Focus Glasses-nya, dan menaruhnya di saku jaketnya. Tepat saat Ethan turun, Radit dan Bian sudah duduk di ruang keluarga. "Udah?"

"Lo pikir?" tanya Radit malas. "Nanya doang. Kuy, berangkat." Mereka pun keluar rumah, dan menaiki mobil mereka masing-masing. Dan seperti biasanya, mereka kebut-kebutan.

• • •

TIGA mobil itu mencuri perhatian siapapun, termasuk sang empu mobil. Radit turun dengan gayanya yang khas. "Mencar, oke? Seperti yang gue bilang dirumah." ucap Ethan pelan. Bian dan Radit mengangguk. Mereka lantas bertos dan berpencar.

"Guys," Ethan berbicara kepada Radit dan Bian lewat earphone wireless-nya, "Banyak anak Wirajaya yang kesini." lapornya karena melihat sekelompok orang Wirajaya. Ethan berusaha nampak santai dan menyembunyikan wajahnya. Namun ternyata, masih ketauan. "Eh, lo Ethan, kan?"

"Shit," umpatnya pelan. Lalu mendongak. "Iya. Lo...," Ethan menatap orang itu dari atas sampe bawah, meneliti, "Lo..., oh, temennya Tomy, sama James sama Dio, kan?"

"Iya. Tenang. Gue cuma mau ngajak lo ngumpul, kok. Mau?" Ethan terkekeh, ia melirik sekumpulan orang dengan senyum miring, "Boleh." ucapnya kembali menatap prang tersebut. "Good," Ethan berjalan di samping Galih—nama orang itu, dengan santai.

"Wow, seorang Ethan mau mengumpul sama kita? Kemajuan." James berkomentar saat Ethan masuk dilingkaran. "Sekali-sekali, nggak apa-apa lah, ngumpul sama yang dulu sering nge-bully gue. Iya, kan?" balas Ethan nyindir. "Sekolah kita ..., urutan keberapa?" tanya Ethan sembari mengedarkan pandangannya. "Sekitar, jam setengah lima. Sebentar lagi."

"Guys, I think I found him," ucap Radit terengah-tengah di earphone wireless Ethan dan Bryan. Air muka Ethan berubah menjadi tegang. Ia lantas menjauh dari kumpulan James tersebut. "Dia, kemana?" tanya Ethan sembari mengedarkan pandangan dan berlari. "Gue nggak tau pasti itu dia atau nggak, tapi gue curiga." suara Radit kembali terdengar. "Bilang kalo ada apa-apa, Dit, gue liat lo darisini."

SPYМесто, где живут истории. Откройте их для себя