17: Meet Vania's Family

83 11 5
                                    

"VANIA!"

        Vania menoleh, saat menemukan pemuda yang sedang berlari ke arahnya. Dengan senyum yang sangat manis. "Ya? Kenapa, Eth?" Ethan nyengir, lalu menggeleng, "Nggak, manggil aja. Eh, tadi gimana gue jadi pemimpin upacara?" tanya Ethan meminta pendapat Vania.

        Vania terkekeh, "Gokil. Gue hampir ngakak." Ethan menaikkan sebelah alisnya, "Nanti mau jalan bareng, nggak? Gue pengen nonton." Vania tampak berpikir, "Yaahh, bisa. Gue nggak ada schedule apa-apa, lagian. The D Squad juga lagi belum ada lomba."

        Ethan manggut-manggut, "Kalo gitu, nanti gue kabarin lagi deh, ya. Nanti LINE-an aja." Vania mengangguk, "Oke." Ethan menatap Vania lamat-lamat, "See you soon, Van." Vania tersenyum, "See you soon too, Eth."

        Tanpa Vania duga dan Vania cegah, Ethan mengecup puncak kepalanya, singkat memang, tapi entah kenapa darahnya berdesir hebat, pipinya bersemu merah. "Ehm, ada yang mau jalan lagi nih, kayaknya."

Fara dan Risca muncul dari balik pilar yang menjulang di dekat posisinya tadi. Pipi Vania memerah lagi. "Jangan ngeledekin gue."

• • •

"LO nggak di kirim apa-apa sama Ivar lagi, Eth?" Ethan yang sedang mengotak-atik remot di hadapannya menggeleng. "Belom. Tapi gue curiga ya, El," Ethan berbalik menghadap ke Adik Kembarnya itu. Elisa ikut menghadap ke arahnya, menatapnya penasaran. "Nggak tau kenapa, feeling gue berkata kalo pelakunya ada di Wirajaya."

Badan Elisa menegang. "Maksud lo? Pelakunya dari sekolah? Gitu?" Ethan mengangguk. Elisa bersender pada senderan sofa. "Udah, lo nggak usah khawatir. Lo bukan anggota ASA, Agent Spy Agency. Kemaren baru di ganti sama Papa." Ethan bangkit dari duduknya, lantas berlari ke arah tangga untuk mengganti bajunya.

Saat ia sudah siap dengan kaos berwarna hijau army dan jaket bomber berwarna hitam dan celana denim hitam, serta memakai sepatu Nike putih miliknya.

"Lo mau kemana, Eth?" tanya Elisa saat Ethan sudah di bawah. Ethan tersenyum penuh arti. "Pengen ngajak Vania jalan lagi dia." Radit memasukkan kacang ke dalam mulutnya. "Jiah, getol amat lo, Eth." ledek Bian sembari memakan keripik singkong.

        Ethan hanya memutar bolamatanya malas. "Serah lo dah, Yan."

"CIEEE, KAKAK KEMBAR GUE UDAH PUNYA GEBETAN, EUY."

• • •

ETHAN menekan pintu bel rumah Vania. Tak lama, pintu mengayun, menampilkan Vania yang sudah cantik dengan sweater warna pink pastel dan ripped jeans yang melekat di tubuhnya. Namun rambutnya masih basah karena habis mandi.

        "Hai, Eth. Bentar ya. Tinggal rambut gue doang kok. Di dalem ada Papa, Mama, Abang gue. Masuk aja." Ethan mengangguk, menatap Vania sesaat.

        "Van, di ajak kedalem pacarnya!!" Suara pekikan Mamanya terdengar dari dalam membuat Vania meringis, menatap Ethan yang menahan tawanya.

        "Sorry, sorry, Eth. Mama emang gitu. Asal nyeplos. Jangan masukin ati, ya. Dan lo jangan kaget ngeliat reaksi dia ketemu lo nanti." Ethan mengernyitkan dahinya heran mendengar ucapan Vania yang ambigu. Namun tangannya sudah di tarik oleh Vania untuk masuk karena sedari tadi suara Mamanya yang memekik dari dalam.

        Ethan termanggu. Jantungnya berdegup kencang. Apa deh, cewek banget gue, batin Ethan. "Udah ya, Mama sayang. Ini yang namanya Ethan, Pa, Ma, Kak." Arsen, Mama Vania, dan Papa Vania memusatkan perhatiannya pada Ethan.

        "Selamat sore, Tante, Om, Kak." Mata Mama Vania berbinar, "Allahuakbar, ganteng bangeeettt." Ethan hanya tersenyum, membuat lesung pipitnya terlihat. "Punya lesung pipit lagii. Uuu, lutuna." Vania meringis, lagi, "Udah gue bilangkan, Eth."

"By the way, Eth, lo nggak ada penyakit jantung, kan?" celetuk Arsen tiba-tiba. Ethan mengernyit, namun menggeleng, "Nggak. Emang kenapa, Kak?" Arsen mendesah lega, "Takutnya lo nanti kena serangan jantung ngeliat Nyokap gue kalo ngeliat cowok ganteng. Padahal juga, tuh di sebelahnya udah melotot." Arsen melirik Papanya, yang membuat Ethan mengikuti arah pandang Arsen. Terlihat Papa Vania sedang melotot ke arah Mama Vania yang berbinar menatap Ethan.

"Lo duduk aja, Eth. Tunggu bentar, gue mau benerin rambut." Ethan melirik tangan mereka yang masih terpaut, lalu mengangkat tangan mereka, menunjukkannya ke Vania. "Gimana gue mau duduk kalo lo masih ngegandeng tangan gue?" Ethan menaikkan sebelah alisnya. Pipi Vania memanas, dengan cepat ia langsung melepas tautan tangan mereka. Lalu langsung pergi seribu langkah ke anak tangga. Di sertai ledekkan yang di keluarkan oleh Papa Vania, Mama Vania, dan Arsen.

Ethan hanya terkekeh melihat Vania yang merona itu. "Oke. Mari kita berkenalan secara resmi. Nama gue Arsen." Arsen mengulurkan tangannya, Ethan menerimanya dengan senyum. "Nama gue Ethan, Kak."

Bergantian Mama Vania yang dari tadi menatap Ethan berbinar. "Nama Tante, Vira, Ethan." Ethan tersenyum canggung, menyalimi Vira. Ethan beralih ke Papa Vania yang melirik tajam Vira, "Nama Om, Vero." Ethan menangkap nada cemburu di nada bicara Vero. Unik, batin Ethan.

Vira menggeser tubuhnya, memberikan space kosong untuk Ethan duduk. "Ethan, sini. Duduk di sini." Ethan terkekeh, melirik Vero yang makin menatap Vera tajam. "Maaf, Om."

Vero terdengar mendengus. Arsen hanya terkikik geli. Vira pamit ke dapur untuk menyuguhkan minuman kepada Ethan. "Kamu kenal sama Vania dari kapan, Eth?" tanya Vero.

"Sejak lomba dansanya Vania, Om. The Beat Up. Tapi kita satu sekolah, Om." Vero mengangguk mengerti, "Pacaran?" Ethan terdiam, lalu menggeleng, "Enggak." Arsen yang tadi memperhatikan, tersenyum dalam hati, tersenyum penuh arti.

"Ethan berapa bersaudara?" tanya Vira kali ini, baru balik dari dapur. "Oh. Dua bersaudara, Tan." Vira menaruh cangkir di meja. "Kamu Anak ke...?" Ethan tersenyum, "Pertama. Saudara kembar." Vira kembali berbinar, "Cewek atau cowok?" Ethan tersenyum kalem sebelum menjawab, "Cewek."

"Cantik, nggak?" Kini Vero yang menyeletuk. Membuat Vera yang sudah duduk di samping Ethan menatap Vero setajam silet. Ethan menahan tawanya, "Itu sih, nggak tau deh, Om. Awas, Om, Tante Vira udah nggak enak mukanya." Vero menatap Vira dengan sinis. "Apa kamu? Emang kamu doang yang bisa gitu? Aku juga bisa, ya." Ethan tertawa kecil.

"Ethan," panggilan itu mengintrupsi perdebatan Vero-Vira itu. Ethan menoleh, mendapati Vania yang sudah rapih dengan rambut yang di kuncir. Arsen mencibir, "Nguncir rambut doang lama amat, Neng." Vania melotot, "Apaan sih, Kak."

"Udah siap?" tanya Ethan lembut. "Ampun. Kok Mama yang melting, ya, Van?" tanya Vira. Vero melirik Vira tajam, "Mama lebay. Papa juga bisa gitu, kok." Vira melirik Vero, "Amasa?"

"Udah kok." balas Vania tak mengindahkan ocehan keduan orangtuanya yang nggak kenal umur itu.

"Ya udah," Ethan bangkit dari duduknya, "Tante, Om, Ethan ajak pergi Vania dulu, ya. Kak, gue pamit." pamit Ethan pada keluarga Vania itu. Arsen mengangguk, mengikuti berjalan ke pintu utama. Saat melihat Vania sibuk pada sepatunya, Arsen berbisik pada Ethan, "Jaga Adek gue ya, Eth." lalu menepuk pundak Ethan beberapa kali. Ethan mengangguk, "Pasti."

• • •

A.N

Wayoloo. Udah lama gue nggak update cerita ini. Ohya, baca juga 'Between Us' ya, guys. Don't forget to tap the star and comment.

SPYWhere stories live. Discover now