10: Date?

98 12 4
                                    

SEBUAH mobil yang Ethan tidak kenal ada di garasi rumahnya, . Radit yang turun dari mobil mengernyit, "Itu mobil siapa?" tanyanya pada Ethan. "Meneketehe, buseh. Gue aja nggak tau." kata Ethan sembari berjalan ke arah pintu. "Yee, dia aja nggak tau, apalagi elo, Dit." ledek Bian, lalu mengikuti Ethan

        Tepat saat Ethan masuk ke rumah seseorang memeluknya dari belakang membuat Ethan sedikit terkesiap. Radit dan Bian juga ikut memberhentikan langkahnya. Ethan melepaskan tangan yang melingkat di pinggangnya. Lalu berbalik, siap untuk mengomel gadis itu karena berani masuk ke rumahnya dan memeluknya dengan sesuka hati.

        "Sia—ANJING, LO KEMANA AJA?!" Ethan yang tadinya ingin mengomeli gadis itupun dikurungkan, dan malah memeluk gadis itu. Gadis itu tertawa halus, membalas pelukan Ethan. "Gue balik. Dan you know what? GUE SEKOLAH DI SEKOLAH ELOO! Yeay!"

        "Jangan. Lagi bahaya, El. Ada kasus pembunuhan di Sekolah. Gue nggak tau siapa yang bunuh. Dan ini gue mau neliti lagi." Gadis itu mengedikkan bahu, "Ya udah, nanti malem aja." Ethan menggeleng, "Nggak bisa, El."

        "Kenapa?" tanya gadis itu pada Ethan. Ethan berpikir, menimang-nimang apakah dia mengasih tau atau tidak. "Dia ada jadwal date, Elisa." celetuk Radit membuat Ethan mendelik. "APAA??! God damn it, Ethaniel Abraham Ardinata. Lo udah nggak culun lagi?! Thanks God. Lo udah punya pacar? Siapa? Siapa?"

        Ethan menonjok bahu Radit kesal. "It's not a date. Gue cuma pengen ngajak main aja nanti malem." Gadis yang bernama Elisa itu menggeleng, "Yes it is. It's a date. Lo ngajak dia di malam Minggu, Eth."

        "No, it's not."

         "Yes, it is."

         "NO!"

         "YES!"

         "NO!"

         "YES!"

         "SHUT UP, YOU GUYS!" pekik Bian kesal. "Bacodh banget, anjis."

"Eh, ada kalian juga. Apa kabs?" sapa Elisa tanpa rasa dosa. "Dari tadi kalee."

Elisa manggut-manggut. "Kenapa lo pulang?" Elisa mendelik mendengar perkataan Ethan. "Jadi, lo mau gue nggak balik, gitu?" Ethan menggeleng, "Bukan gue yang bilang. Maksud gue, lo ngapain sampe pindah sekolah?"

"Gue disuruh Papa kesini. Buat bantuin your gang. Masalah sekolah lo? Gue udah tau. Tadi gue kesekolah lo—" perkataan Elisa terpotong, "Hold on, kenapa gue nggak ngeliat elo?"

"Tunggu dulu, biarin gue cerita. Gue ke sekolah lo agak siangan gitu. Gue tanya ke Kepala Sekolah lo, katanya KBM*-nya dirubah. Jadi kayak di luar negri. Ada kelas-kelas per mata pelajaran. Kan kalo sekarang, kelas XI IPA-1, 2, 3, atau XI IPS-1, 2, 3. Nah, nanti, kelasnya jadi Kelas Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Seni, Musik, dan lain-lain, tapi tetep sesuai jurusan IPA atau IPS. Jadi per-orang dikasih jadwal, secara random dan sesuai jurusan."

"Okay. Jadi kayak di luar negri, gitu? Which is ada lorong loker-nya?" Elisa mengangguk, "Yap. Dan itu dimulai hari Senin besok. Nanti kita ngumpul di lapangan dulu, pagi."

        Bian mengernyit. "Wait, kenapa lo tau dengan info itu, like lo udah menjalani itu?" Elisa menyengir, "Pancingan, Yan." kata Elisa dengan santai. "Oke, Ethan udah jam lima dan lo belom mandi."

        "Oh ya, lo udah setting fingerprint-nya?" Elisa duduk di sofa dengan laptop dipangkuannya, dan mengangguk, "Udah. Pertamanya agak bingung, tapi bisa." Lalu ia kembali melanjutkan streaming Teen Wolf di laptopnya.

SPYWhere stories live. Discover now