14: Vania's Flashback

80 12 5
                                    

VANIA menatap kotak yang sudah tidak ia buka lagi selama ini; Karena takut perasaan itu hadir kembali. Perasaan yang Vania mengerti apa. Ia perlahan tapi pasti membuka kotak tersebut. Well, hanya ada lembar foto dan figura-figura serta boneka, dan masih banyak lagi.

Vania mengambil selembar foto tersebut. Sepasang kekasih sedang tertawa bersama, candid. Vania tersenyum getir. Ternyata, ternyata ia belum bisa melupakan perasaan itu. Getaran itu ada saat Deto mencengkram pergelangan tangannya itu masih seolah menyengatnya.

Namun, ia tak bisa menepis bahwa ia have a crush ke Ethan. Just a crush, maybe. Dan Vania belum bisa menyimpulkan perasaan tersebut. Vania merobek foto itu, membelahnya menjadi enam. Lalu membuangnya. Lalu ia mengambil figura. Terdapat empat gadis, yang satu wajahnya penuh dengan tepung, yang lain tersenyum senang, background mereka adalah balon-balon huruf yang ditempel di dinding, bertulis;

Happy Birthday,
Kanina Clarissa!

Kehilangan kekasih dan sahabat di saat yang bersamaan dan dengan alasan yang sama; Menusuk dari belakang, dan itu sangat sakit.

Kecewa. Mungkin itu kata yang mewakili perasaan itu. Vania kecewa dengan mereka, Vania sangat percaya pada mereka berdua. Tetapi apa? Ini yang didapatnya. Sebuah kekecewaan yang besar. Vania menghela napas, kembali menutup kotak tersebut. Masih belum siap untuk membongkarnya lebih dalam.

Ia membanting tubuhnya di ranjang, menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Satu persatu, serpihan kenangan dengan sahabat maupun kekasihnya itu kembali menyergapnya.

"Woi, elah, minta catetan lo, dong. Pelit lo." dumel Vania kesal. "Makanya, jadi orang jangan bego-bego, jangan males-males." kata gadis dihadapannya. Vania berdecak, "Ah, Clar, plis, sedikit aja, deh."

"Sedikit apaan? Sedikit banyak, maksud lo?" Vania nyengir. "Ayolah, Kanina Clarissa yang cantiks. Yang bohay. Yang alay. Yang... Apa lagi, Clar?" Claris mendengus. Akhirnya ia menyodorkan buku catatannya ke arah Vania, membuat Vania berteriak kegirangan. "WOI, BERISIK!" pekik Fara dari sebelahnya. "Lo juga berisik, Dodol." kata Risca kesal.

"Eh, hai, Det," pekik Claris saat melihat Deto yang sedang berdiri di ambang pintu Kelas. Posisi Vania memang membelakangi pintu. Vania membalikkan badannya, lalu tersenyum saat melihat Deto sedang tersenyum ke arahnya. "Eh, hai. Bentar ya, aku lagi ngumpul dulu sama mereka, sekalian nyatet." kata Vania membuat Deto mengangguk, lalu mendekati mereka.

"Nggak apa-apa, aku lagi bosen aja. Makanya kesini." Deto menarik kursi, lalu duduk di antara Vania dan Claris. "Kamu tuh, selalu deh. Pasti kekurangan catetan. Ngapain aja sih?" ledek Deto. "Ih, kamu sama Claris sama aja, ya. Resek." gerutu Vania kesal.

"Iya, ya?" Deto melirik Claris yang sedang menatapnya juga. Mereka berpandangan beberapa detik, namun Fara berdeham, mengintrupsi mereka. Deto mengalihkan pandangannya lagi ke Vania yang masih serius mencatat. Sedangkan Claris mengalihkan pandangannya ke arah Buku Novel yang ia bawa dari rumah.

Fara dan Risca saling berpandangan, curiga. Namun mereka setuju untuk tidak memberitahukan hal tersebut ke Vania.

Kenangan manis. Sampai pada saat itu... Waktu mereka libur mau masuk SMA,

"Eh, Claris mana?" tanya Vania pada Fara dan Risca. "Nggak tau, katanya nggak bisa ngumpul." Vania mengangguk-anggukan kepalanya. Seperti yang mereka rencanakan, mereka jalan-jalan ke Gandaria City. Namun ternyata, Gandaria City entah kenapa sedang penuh. "Yah, penuh. Ke Pondok Indah Mall aja ya?" kata Vania pada ketiga sahabatnya. "Pak, ke Pondok Indah Mall aja, deh." kata Vania pada supirnya.

SPYKde žijí příběhy. Začni objevovat