06: Talk

127 15 13
                                    

"ARE you kidding me? Van, lo itu kemaren ngobrol sama seorang Ethaniel Abraham Ardinata secara face to face. Lo dirangkul. God damn, kalo gue jadi lo, gue udah pingsan ditempat." cerocos Risca di sepanjang koridor menuju kelas.

        "Untungnya, gue bukan elo, Ris, jadi nggak malu-maluin karena pingsan dirangkulan orang." balas Vania sembari terkekeh kecil. "Oh, okay, gue memalukan ya? Fix." kata Risca ngambek membuat Vania dan Fara terkekeh, "Lo kenapa sih? PMS? Bilang dong."

        Vania duduk di bangkunya, mengeluarkan iPod dan earphone dari tasnya. Lalu ia menyumbatkan earphone ke telinganya. Sembari mengobrol bersama kedua sahabatnya. "Vania," panggil seseorang membuat Vania, Fara, dan Risca menoleh. "Lo dipanggil." Vania mengernyitkan dahinya, "Sama?" Ammar, orang yang memanggil Vania, mengedikkan bahu.

        "Oh. Thanks ya." Vania menaruh mengecilkan volume iPodnya. Lalu keluar kelas dengan penasaran. Dan ia melihat cowok yang berdiri di dinding sebelah pintunya, "Oh, elo ternyata." kata Vania berdiri dihadapan orang tersebut. "Kenapa? Udah bosen, ya, ketemu gue?" kekeh orang itu pelan. Vania mencabikkan bibirnya, "Kita baru ketemu kemaren, Eth. Masa gue udah bosen? Ada apa nyari gue?"

        Orang yang ternyata Ethan itu menunjuk pergelangan tangan Vania, "Gue mau mastiin tangan lo aja. Udah nggak apa-apa? Kemaren gue belom bener-bener mastiin." kata Ethan membuat Vania tersenyum.

        "Sumpah, nggak apa-apa. Udah nggak seberapa merah, kan?" Vania menunjukan pergelangan tangannya ke arah Ethan. Ethan kembali terkekeh membuat lesung pipitnya terlihat. "Hmm, mantan lo itu—"

        "Deto. Namanya Deto." potong Vania cepat. Ethan manggut-manggut, "Oh, Deto namanya. Kayaknya nggak terima banget gue panggil mantan lo. Masih belum move on, ya?" tanya Ethan usil. "Lagi berusaha. Putusnya juga baru bulan kemaren." Vania memainkan jari-jarinya. "Ya udah, gue balik ke kelas dulu. Semangat move on-nya." Vania tergelak mendengar ucapan Ethan, "Iyain aja deh, biar lo seneng."

• • •

"BAU-baunya nih, ya. Ada yang lagi kasmaran, nih." Ethan langsung diberondongi pertanyaan dari Radit. Ethan menggeleng.

        "Ha? Kasmaran? Ngaco." Ethan duduk diposisinya, memainkan pulpen yang ada ditangannya. "Serah dah, serah."

"Siapa yang lagi kasmaran?" saut sebuah suara dari earphone wireless yang diyakini Bian. Mereka memang tidak sekelas, namun mereka bisa berkomunikasi lewat earphone wireless mini mereka. "Tuh, si Ethan," kata Radit terkekeh. "Sama siapa? Wah, gosip hangat,"

"Itu tuh, sama anak sekelas lo. Yang kemaren ditolongin," goda Radit lagi. "Nggak kok, jangan percaya sama dia, Yan," potong Ethan. "Oh, si Vania?" tanya Bian membuat Ethan mendelik, "NGGAK!"

"Tadi juga si Ammar manggil Vania, katanya ada yang manggil. Nggak tau deh, siapanya," Radit memutar bolamatanya malas, "Itu si Ethan, goblok!"

"Wah, elo, Eth? Widih. Oh ya, katanya ada pelajaran baru di sekolah ini," Ethan mendesah lega. Makasih, Yan. Gue makasih banget sama lo, batinnya berseru. "Apaan? Masa pelajaran lagi, sih?"

"Katanya sih, hari ini. Gue nggak tau ini cuma hoax doang atau nggak. Dan untungnya buat kita, pelajaran IT. Pelajaran yang pertama dipelajari kelas lo,"

        Pintu terbuka, membuat kelas yang ramai menjadi hening. Seisi kelas mengamati guru tersebut dari atas sampai bawah dengan pandangan memicing. Guru baru. Yang Ethan yakini sebagai guru IT.

SPYWo Geschichten leben. Entdecke jetzt