11: The Pattern

104 11 19
                                    

"GIMANA? Date-nya?" Elisa menaruh omelette di piring, dan meletakkan piring tersebut di meja. Ethan duduk dengan malas, "Udah berapa kali gue bilang, bukan date. Adek gue sayang."

        "Yeah, apa aja dah." Ethan menatap Elisa bosan. "Bian sama Radit mana?" tanya Ethan karena tidak melihat dua bocah terkutuk itu. "Mereka lagi nganalisa, biasa. Ini juga gue abis masakin lo langsung kesana."

        "Lo kan belom setting seluruhnya, Elisa. Lo lupa? Tunggu gue, nanti gue set." Ethan melahap omelette suapan terakhirnya dan meminum air putih yang sudah tersedia. "Ayo," Ethan merangkul Adiknya untuk mengikutinya ke Ruang Kerja—bilang aja Ruang Kerja mereka yang posisinya sangat tersembunyi. Pintunya pun tidak terlihat—pintunya adalah lemari yang akan bergeser dengan eye scanner—yang akan ditampilkan  kalau menarik satu buku lusuh dan tebal yang membuat malas membaca. Dan di lemari sana, isinya buku tebal semua.

         Ethan menarik satu buku lusuh, membuat eye scanner muncul di tembok sebelah lemari, ia mendekatkan matanya ke scanner. Lemari besar itu bergeser namun tidak menimbulkan bunyi gemuruh. Ruangan bernuansa putih dengan interface utama yang paling besar di tengah, komputer besar untuk CCTV rumah, dan lain-lain.

        "Tunggu," Ethan terdiam saat melihat komputer tersebut, "Kenapa nggak gue hack CCTV aja, ya? Duh, bego." gumam Ethan yang dapat didengan Elisa. Ethan berjalan ke arah interface yang memang diperuntukkan untuk me-setting keamanan rumah.

        "Jari lo taro di sini, mata lo juga deketin ke sini," Ethan menunjuk satu sisi, Elisa menuruti perkataan Kakaknya itu. Di interface terlihat tulisan;

'Scan Complete.'

Ethan mengetik nama panjang Elisa di salah satu kolom, lalu mengklik 'All'—yang tandanya berlaku untuk semua sistem keamanan di rumah. Ia meng-klik 'okay' lalu terlihat proses loading di sana. Lalu ia kembali melihat tulisan;

'Setting Complete.'

"Cool." decak Elisa kagum. Ia menatap bangga Kakaknya yang tersenyum menatapnya. "Gue seneng deh, lo balik. Gue kira lo demen di Swiss." Elisa terkekeh, "Hmm, tapi kalo disana sepi. Gue tinggal di apartment sama sahabat-sahabat gue. Tapi tetep aja, sepi."

"Lo pulang-pulang dari Swiss, masil suci, kan?" Mata Ethan memicing curiga, "Ya iyalah, Eth. Lo kira gue cewek apaan?! Gila aja lo." pekik Elisa kesal. Ethan terkekeh, "Yaa, gue kan, cuma mau mastiin." Ethan mencium dahi Elisa singkat.

"Ini orang yang sama, Eth," celetuk Radit tiba-tiba, setelah melihat foto-foto di meja. Ethan menghampiri meja tersebut, "Kenapa?" Bian menunjuk ke semua foto yang tersebar di meja, "Look. Lukanya sama."

Ethan meneliti satu per satu, begitupun juga Elisa yang berada di samping Ethan. Tak lama, Ethan mengangguk. "Iya, luka-nya sama."

"Pola. Kita harus dapet polanya." kata Elisa. "El, I have something to show you. Mungkin lo bisa bantu gue." Elisa menatap Ethan seakan; Apaan?. Ethan menunjukan chat yang dikirimkan si unknown. Elisa menatap iPhone Ethan dengan seksama. Ethan mengutak-atik interface utama, sembari berbicara kepada Elisa. "Gue dapet chat itu, sesudah gue dapet kado yang isinya bangkai tikus. Besoknya, Abry ditemukan di toilet perempuan, deket kantin. Di temukan oleh Zeera," interface menampilkan foto mayat Abry di toilet.

"Besoknya lagi, Zeera di temukan di taman belakang. Di temukan oleh Vania." Ekspresi Ethan saat berbicara Vania sedikit berbeda; disertai senyuman kecil. "Hang on. Abry ditemukan sama Zeera, terus sekarang Zeera jadi victim-nya. Mungkin, itu polanya; Who find the dead body, they'll be killed." gumam Radit. "Oke. Kalo itu polanya, maka victim selanjutnya adalah," kata Bian menggantung, menatap Ethan yang termanggu, "Vania." desisnya lagi.

"Wait," gumam Elisa tiba-tiba ditengah atmosfir yang tegang itu, membuat semua menatapnya bingung. "Lo tau nama panjang Abry?" Ethan mengedikkan bahunya, tanda tidak tahu. "Oh, kalo nggak salah Zabry apa gitu, gue lupa." balas Bian membuat Ethan dan Elisa saling menatap. "Do you thinking what I'm thinking, Eth?"

"Maybe, yes, I do," kata Ethan. Mereka dengan grasak-grusuk mencari sesuatu. Sedangkan Radit dan Bian mengernyit bingung. "Apaan?"

"Pulpen," gumam Ethan sembari membuka laci-laci. "I got it." pekik Elisa saat mendapati pulpen tersebut. Ethan langsung berlari kecil ke arah meja tadi. Ia menyambar kertas paling dekat dengan posisinya. Ia menyambar pulpen yang ada ditangan Elisa. Lalu dikertas tersebut, ia menulis;

Zabry
Zeera

"Ini sesuai alfabet dari Z ke A, sesuai absen," terang Elisa dibalas anggukan dari Ethan. Mereka berempat saling menatap satu sama lain. "Mereka berusaha ngecohin kita," simpul Ethan. "Jadi, kalo mereka pake pola ini, maka selanjutnya adalah...," gumam Ethan mengingat-ingat. "Wisnu. Ya, Wisnu." balas Bian. "Tapi kalo pake pola yang gue bilang, selanjutnya adalah... Vania."

"Ugh, mereka bikin gue bingung." Ethan mengacak rambut hitamnya. "Lo inget orang ini, Eth? Masalahnya dia kayak pernah ketemu lo." Ethan menggeleng, menatap Elisa, "Makanya itu gue minta tolong ke elo. Lo nggak inget, juga?"

Elisa menggeleng pelan, "Sorry. Tapi gue nggak tau."

         "Oke," jeda, Ethan menarik napas dan menghembuskannya, "Nanti malem temenin gue ke Sekolah."

• • •

SEPERTI yang Ethan bilang, malamnya ia ke sekolah bersama Radit dan Bian. Ethan memakai kaos hitam, jaket kulit hitam, serta celana hitam. Dengan tablet canggih ditangannya. Ethan menuruni motor Ninja hitamnya, diikuti Radit dan Bian. "Lo apal letak CCTV Sekolah?" tanya Ethan pada Radit dan Bian, yang dibalas anggukan. "Intinya, hindarin CCTV. Gue bakal cek ke Ruang controller CCTV. Kalian back-up gue. Jangan tinggalin jejak apapun."

        Ethan mengingat letak CCTV-nya. Ia pun melompati dinding perbatasan Sekolah dan Jalan Raya. Ia mendarat dengan mulus di pekarangan sekolah. Radit dan Bian mendarat di samping Ethan. "Oke. Bentar, gue retas CCTV biar nggak keliatan."

         Ethan mengutak-atik tablet canggihnya, lalu terlihat loading di tablet-nya. Saat sudah complete, Ethan mengangguk, mengkode ke Radit dan Bian. Mereka berjalan di koridor.

        Sampai di lorong loker. "Well, kayak gini lorong lokernya." gumam Radit manggut-manggut. Setelah sampai di depan Controller Room, Bian mengeluarkan bobby pins dan kawat yang ia pinjam dari Elisa.

Ceklek!

        Mereka saling menatap, dan mengangguk. Lalu Bian membuka pintu pelan-pelan. Ethan langsung berlari ke arah komputer yang menampilkan lorong dan kelas yang kosong. Ia mengeluarkan hard disk dari saku jaket, lalu menyambungkannya. Ia pun men-copy-paste semua file CCTV minggu-minggu belakangan ini. Ia me-hack CCTV, lalu berbicara pada Elisa lewat earphone wireless-nya.

        "Udah, Eth. Udah muncul di komputer lo." Elisa memang ditugaskan memantau komputer dirumah. "Oke." Ethan mematikan earphone wireless-nya. Lalu melirik tablet canggihnya. "1 menit lagi, CCTV bakal seperti semula. Cepet." Ethan mencabut hard disk-nya, lalu berlari keluar. Bian pun kembali mengunci Controller Room agar tak ada yang curiga. Lalu mereka berlari di koridor.

        Ethan melompati tembok, berbarengan dengan Radit dan Bian yang mendarat disampingnya. "Pas."

• • •

A.N

AKU TAK MAU MASUK SEKOLAH!! Dammit. LIBURAN TELAH USAI WANKAWAN. Mari kita berjuang bersama. Mengalahkan guru-guru yang akan memberikan kita tugas-tugas yang bikin otak meledak. Babay liburan.😭😭😭😭😭😭
Mood gue sekarang; 😢😢😢😥😥😭😭😭😰😰😱😱😩😫😡
       

SPYWhere stories live. Discover now