21: I Love You

64 10 9
                                    

ETHAN menimbang-nimbang apakah dia menembak Vania sekarang juga, atau tidak. Sedari tadi ia menggigit bibir bawahnya gugup, dahinya berkerut-kerut membuat siapapun yang melihatnya akan menahan napas.

        "Sialan," gumamnya saat tidak juga mendapatkan jawaban atas kedilemaannya. Lalu ia keluar dan menghampiri kelas Bian, rutinitasnya setiap istirahat. Terlihat Radit yang duduk di bangku kosong sebelah kanan Bian, dan Elisa yang berada di hadapan Bian.

        "Eh, udah pada ngumpul. Jahat lo pada." pekiknya dan duduk di sebelah Elisa. Kembarannya itu meliriknya dan di belakangnya, Ethan yang heran melihat itu mengernyitkan dahi, "Kenapa, El?"

        Setelah debat mereka kemarin. Ethan merasa Elisa lebih menempel padanya. "Oh, nggak, Eth. Nggak ada apa-apa." Dan itu membuat Ethan semakin menyipitkan mata curiga. Mereka kembaran, tentu itu memperkuat hubungan mereka. "Jangan bohong. Gue kembaran elo. Ada apa sih, El?" Ethan berbalik, ternyata ada Vania yang sedang menulis sembari dahinya mengernyit karena tak kunjung mendapat jawaban dari soal Fisika-nya.

        Ethan tersenyum kecil melihatnya. Ia mendekat ke arah Vania, berdiri di belakang tubuh gadis itu. Melirik ke deretan soal-soal yang di tulis di buku milik Vania. Hanya butuh beberapa detik sampai ia bisa menjawab pertanyaan itu tanpa corat-coret di kertas.

        "Itu gampang, Van," celetuknya membuat Vania kaget dan menoleh. "Allahuakbar, lo suka banget bikin gue kaget deh." Ethan terkekeh kecil, lalu menarik pensil mekanik Vania, "Gue bantu. Sekalian ajarin."

        Ethan menerangkan kepada Vania dengan mudah, dan bahasanya juga mudah untuk dimengerti. Sesekali ia bertanya pada Vania, melatih kepahaman Vania terhadap materi tersebut. Vania menepuk dahinya ketika lima soal di bukunya sudah terisi, "Ya Allah, jadi gitu? Kenapa kalo di kerjain sama lo kayaknya gampang banget, sedangkan kalo sama gue susahnya minta ampun." gerutunya. "Eh, makasih ya, Eth." katanya setelah mengoceh panjang, baru menyadari kalau dia belum mengucapkan terimakasih kepada Ethan.

        Ethan yang gemas kepada Vania pun hanya menarik kedua pipi Vania yang putih. "Awh, shakhit, Ethaann." rengek Vania memberontak. Ethan hanya semakin mencubit dan melepaskannya, menyisakan merah di pipi Vania.

        Vania mengelus pipinya dengan cemberut, "Sakit, Eth. Sumpah. Lo nggak pake hati banget nyubitnya." dumelnya kesal. Ethan mengernyitkan dahinya, "Pake hati? Jadi mau gue pakein hati, nih?" Vania bungkam. Pipinya semakin memerah. Kali ini memerah karena salah tingkah dan malu.

        "ETHAN! Lo itu—" Ethan kembali menyubit pipi Vania yang merah. "Aih, lutuna." Ethan kembali melepas cubitannya.

        "ETHANIEELL!! Nyebelin! Pipi gue sakit tau. Lo mah, ih. Kesel banget gue. Rese." Ethan hanya terkekeh lalu menaikkan sebelah alisnya, "Udah marahnya? Maaf, ya. Abis lo lucu."

Boom.

        Semua yang ada di kelas itu menganga lebar. Melting. Yang nggak di gituin aja melting, gimana yang digituin? Rasanya luar biasa. Jantungnya meledak-ledak, membuncah senang, berdebar tak karuan, tubuhnya menjadi hangat dan pipinya merona. Bahkan Radit, Bian, dan Elisa sama-sama melongo.

        "Gue boleh ngomong bentar sama lo, Van?" tanya Ethan pelan. "Bo–boleh."

• • •

"GUE nggak tau harus mulai darimana, Van." Ethan memecahkan keheningan yang menyelimuti mereka di taman belakang. Kondisi di sana sangat sepi, dan Ethan yakin seratus persen tidak ada yang mendengarnya.

Vania memainkan jari-jarinya, tanda ia gugup. Ia berdeham. "Oke. Jadi gini...," kata Ethan menatap Vania yang juga menatapnya, lalu ia memalingkan wajahnya ke depan lagi, "Gue cinta sama seseorang."

Deg.

        Jadi dia minta ngobrol karena dia mau curhat tentang perasaannya ke cewek lain? Ke gue? Hell, batin Vania mengumpat. Namun dia hanya diam, mendengarkan. Vania menatap Ethan bingung, "Yaa, elo tembak aja dia." Ethan menaikkan sebelah alisnya, "Gitu?" tanyanya. Vania mengangguk.

         "Oh. Ya udah," lalu hening. Ethan kembali membuka suara yang membuat jantung Vania jedag-jedug nggak jelas, "Gue cinta sama lo, Van. Do you wanna be my girlfriend?"

        Vania terkesiap, menatap Ethan tak berkedip. "Are you kidding me?" tanyanya tak percaya. Ethan menatap Vania sembari tersenyum, "I'm serious. Lo mau nerima gue, atau nggak?" senyum jahil Ethan tercetak di sana.

        "I do, Ethan. I do."

•-•-•

A.N

HAI. Wah, Ethan-Vania udah jadian, nih. HAHAHA. Don't forget to tap the star and comment!

SPYWhere stories live. Discover now