04: Prepare

136 16 12
                                    

"BAJU kita apa? Warna apa? Design-nya gimana?" tanya Lala beruntun. "Kalo dulu, apa?" tanya Vania ikut duduk. Mereka membentuk lingkaran. Lala melirik Lily dan Shera, "Kalo dulu sih, kita utamakan di putih."

"Gimana kalo, kita tema-nya flanel? Terserah mau dipake atau mau diiket di pinggang, yang penting flanel," celetuk Teresa. "Bisa, bisa. Ya udah, fix itu aja?" tanya Lala memastikan.

Vania memainkan kuku jarinya, "Gue sih, oke. Lagian, nari kan enakan casual aja gitu," Lala menuliskan 'utamakan; kemeja flanel' di papan tulis yang memang disediakan di Ruang Tari. "Okay. Acara dibuka sekitar jam empat-an. Iya kan, Ly?" tanya Shera saat melihat sudah waktunya ia berbicara.

Lily mengangguk. Shera kembali melanjutkan ucapannya, "Nah, kalo nggak salah, kita kebagian jam setengah lima, jadi udah agak gelap. Dan kemungkinan besar, makin sore, makin banyak yang nonton."

"Lokasinya udah fix disana. Gue nggak tau pasti itu dimana. Tapi nanti gue locate pake Google Maps. Gampang. Udah pada masuk semua, kan? Vania udah masuk?"

Vania mengangguk, "Udah, Kak." Lily tersenyum, "Oke. Bagus. Sekarang, latihan nari. Make us proud of you, guys!"

Semua langsung berdiri di posisinya. Memulai gerakan mereka dengan serentak secara berbarengan, kompak. Membuat Shera, Lily, dan Bu Sasha tersenyum. Setelah alunan lagu berhenti. "Kalian tinggal latih terus setiap hari. Agar konsisten dan kompak. H-4, gengs."

• • •

ETHAN berjalan terburu-buru setelah mendapat pesan di ponselnya. Earphone wireless telah terpasang di telinganya, untuk menghubung tanpa ponsel. "Dit, gawat, Dit, anjir. Papa, edan." ucapnya

"Kenapa?" suara Radit terdengar santai disebrang sana. "Apa yang Papa gue ucapin di-chat itu beneran dia lakuin."

"Oh," kini suara Bian terdengar. "Wait, what?! Gue tau lo ngasih tau ke Radit. Tapi gue juga kaget." pekik Bian kembali terdengar. "Mobil gue juga?" tanya Radit. "Katanya sih, iya. Mampus anjrit." Ethan mengutuk sekolah yang sangat besar itu, entah kenapa perjalanan terasa sangat lama sekarang.

"Watch your steps, girls!" pekik Ethan saat ada segerombolan cewek ingin menabraknya. "Gue mendekati lobby. Lo dimana? Rame banget."

"Gue di lobby. Rame banget. Ini juga lagi ngelewatin anak-anak." ucap Radit kembali. "Permisii," ucap Ethan menyelip ditengah-tengah padatnya lobby sekolah yang memang selalu ramai saat jam pulang sekolah. Namun entah kenapa, sekarang terasa semakin padat bagi Ethan. Saat Ethan berdiri di ambang pintu lobby bersamaan dengan Radit yang berdiri disampingnya dengan rambut acak-acakan.

Benar saja. Terdapat dua mobil yang paling mencolok disini. Radit dan Ethan saling berpandangan, "Bapak lo gila, Eth." gumam Radit yang dihadiahi anggukan oleh Ethan, "Setuju."

Seseorang menepuk pundak keduanya, "Shit. Bapak lo nggak main-main, Eth." gumamnya pada Ethan. "Emang. Ya udah, nasi telah menjadi bubur, eak."

Terlihat James yang mendekat ke arah mobil keduanya, membuat sang empu mobil mengamati James teliti. "Tuh orang pengen ngapain?" tanya Ethan mengamati James yang mengelus mobil Ferarri 458 Spider milik Ethan. "Kagak tau gue. Daripada berabe, kita kesana sekarang." Ethan mengangguk, sedangkan Bian mengeluarkan kunci mobilnya, "Gue ke mobil dulu."

SPYWhere stories live. Discover now