08: Killed

73 13 6
                                    

ETHAN menatap gadis yang tengah meringkuk ketakutan di ujung. Badannya bergetar hebat. Ethan tau gadis itu, Zeera, anak XI IPA-3.

        "Ayo, ayo, semuanya bubar. Belajar, belajar!" pekik Bu Tania menengahi. Ethan merasa kasihan kepada Zeera. Masalahnya, ia tau Zeera dalam kondisi yang sedang sangat ketakutan. Ethan ingin sekali melihat wajah serta luka-luka di tubuh korban. Ia sudah terbiasa akan hal ini. Ethan sudah terbiasa dengan luka, darah, dan senjata. Tapi jika Ethan masuk, maka ketahuan sudah identitasnya.

        "Ethan!" pekik Bu Tania membuat Ethan berhenti menatap darah yang ada dilantai. "Oh, uh, oke, Bu," kata Ethan lalu berlari kecil meninggalkan toilet cewek yang sekarang ditutup, menunggu polisi yang biasanya akan membawa NASC.

• • •

BENAR saja, polisi datang bersama NASC. Tepat saat Ethan mendapat Line dari Reynold bahwa Reynold ikut, Ethan lantas minta izin ke toilet. Padahal bukan, ia hanya ingin menghampiri Papanya.

        Ethan menutup pintu kelas, lantas berlari ke arah tempat kejadian. "Pa," panggil Ethan saat sudah sampai, beberapa petugas NASC telah bekerja sesuai perintah. "Ethan, kamu tau siapa yang jadi saksi?" tanya Reynold pada Ethan, yang dibalas anggukan. "Tau. Dan aku rencananya akan tanya-tanya sama dia habis ini. Dia lagi di UKS, kayaknya. Nanti aku yang handle. Aku boleh masuk? Aku nggak ada waktu banyak," Reynold mengangguk meng'iya'kan.

Ethan masuk kedalam toilet yang sudah di tandai. Ethan melihat orang itu lamat-lamat, berusaha mengenal gadis tersebut. Ia berjongkok dihadapan jasad gadis itu. "Kamu kenal cewek ini, Eth?" suara Reynold dari belakang membuat Ethan mengangguk, tetapi tatapannya tetap lurus ke arah jasad tersebut. "Aku tau. Namanya Abry."

Tangan Ethan bergerak kepada sayatan di leher Abry, lantas mem-foto sayatan per sayatan yang ada ditubuh Abry. Ethan berdiri, "Nanti aku handle Zeera," Reynold mengernyit, "Siapa Zeera?" tanya Reynold. "Zeera itu saksinya, Papa."

"Okay, Papa percayain sama kamu, Radit, Bian." kata Reynold menepuk bahu Ethan. "Dan Eth, ada kertas ini. Buat kamu, kayaknya. Ada di tangan Abry tadi." Reynold memberinya secarik kertas. Ethan menerimanya dan berpamit keluar, sembari mengirimkan foto-foto tadi kepada Bian dan Radit. Ethan menyalakan earphone wireless-nya. "Gue kirimin fotonya ke kalian."

"Oke." saut mereka berbarengan. Ethan membuka kertas yang tadinya ada di tangan Abry itu. Isinya;

Satu.

To; Ethaniel

Ethan mengerti maksudnya. Satu. Satu orang yang menjadi korban si Unknown ini.

• • •

"UDAH tenang, Zeer?"

Zeera meringkuk di atas kasur UKS. "Sedikit," sautnya pelan. "Lo nggak apa-apa?" tanya Ethan pelan, menarik kursi mendekat ke kasur, diikuti oleh Radit dan Bian. Zeera mengangguk lagi. Ethan menghela napas, "Lupain hal ini, okay? Lupain, seakan lo nggak pernah ngeliat hal ini sebelumnya." kata Ethan menarik napas. "Gue tau lo takut. Lo pasti bisa trauma dengan darah atau hal-hal lain. Itu wajar." lanjut Radit.

"Gu–gue takut," gumam Zeera pelan. "Ya, gue tau, udah ketauan dari nada bicara lo dan badan lo yang mengkeret kayak bayi," kata Ethan menyelipkan nada humoris dalam bicaranya. Ethan sangat mengerti akan kondisi Zeera saat ini. "Bayangin apa aja yang lo seneng. Tarik napas dalam-dalam, terus hembusin. Lo bakal lebih tenang." kata Bian.

Tangan Ethan bergerak mengambil teh hangat yang masih utuh di meja samping kasur. Kelihatannya baru karena masih terlihat asapnya. "Hirup aroma teh, minum pelan-pelan. Lo akan lebih rileks."

Zeera melakukan hal apa yang dikatakan Ethan. Benar saja, setelah itu ia terasa lebih rileks. "Udah?" Zeera mengangguk. "Kita boleh tanya-tanya sama lo?" tanya Bian, dibalas anggukan oleh Zeera.

"Bagaimana lo bisa nemuin mayat disitu?"

"Gue nggak tau. Tapi, waktu itu gue lagi mau cuci tangan. Gue nyium bau amis, anyir. Tapi gue kira, ada yang itu, kalian taukan?" kata Zeera menatap mereka bergantian. "Yeah, palang merah?" tanya Radit memastikan.

Zeera mengangguk. "Iya. Tapi abis itu gue nggak denger apa-apa. Suara air nggak ada. Pokoknya hening banget. Namanya manusia, pasti penasaran. Akhirnya gue buka pintu yang dari tadi ketutup rapet. Nggak dikunci. Gue makin dorong lagi. Dan gue nemu badan Abry udah kayak gitu. Gue nggak bisa gerak."

"Jadi, lo nggak nemuin pelakunya?"

"Sama sekali nggak."

"Lo trauma nggak?"

"Nggak. Gue cuma takut doang."

"Okay. Makasih, Zeer."

Ethan tersenyum kecil. "Kenapa kalian nanya-nanya ke gue?" tanya Zeera membuat Ethan mengernyitkan dahinya, "Karena kita penasaran. Gue nggak pernah ngeliat mayat-mayatan kayak gini sebelumnya." jawab Ethan nyengir. Membuat Zeera mendengus, "Kenapa lo tau cara nenangin orang? Lo kayak udah expert,"

"Karena, kadang gue nenangin gue sendiri kayak gitu. Jadi gue memposisikan kalo gue diposisi lo, gue biasanya kayak gimana. Gue nggak expert." Dengan itu, mereka pergi sebelum ditanyakan macam-macam.

• • •

"DIA nggak ngeliat apa-apa. Dia pengen cuci tangan. Tiba-tiba nyium bau darah. Dia buka bilik pertama. And that's it. Disitu Abry." terang Ethan menjelaskan kepada Reynold. Kini didepannya ada interface yang menampilkan ber-layer-layer foto sayatan di tubuh Abry.

        "Gue curiga ini luka pisau," Radit menunjuk salah satu foto, tang lukanya tepat di jantung Abry. "Yang ini, gue curiga luka cabik. Karena lukanya nganga gitu." kata Bian menunjuk salah satu foto. "Nah, ini luka?" gumam Reynold. Semua mengamati salah satu foto yang belum di selesaikan, luka itu terlihat aneh, dan di pergelangan tangan Abry, ditempat pembulu nadi berada, makanya darah terus merembes dari pergelangan tangan. Ethan memicingkan matanya, "Ini luka pisau." ketusnya membuka suara. Semua menatap Ethan seakan; Kok?. "Nggaklah, Eth. Masa ini luka pisau? Luka yang gue tunjuk sama yang ini, itu beda," kata Radit.

        Ethan menggeleng, "Senjatanya sama, tapi perlakuannya beda." Semua yang ada di sana mengernyitkan dahinya tak mengerti. Tangan Ethan bergerak me-zoom layer bagian luka yang ditunjuk Radit dan yang sedang diteliti. "See?"

        "Yang ini," Ethan menunjuk yang sedang di teliti, "Disayat pake pisau, terus dibuka lukanya, makanya agak nganga. Makanya beda. Kalo yang ditunjuk Radit, itu cuma disayat pisau berkali-kali, dan nggak diapa-apain."

        "Oh iya, iya. I see." kata Radit sembari mengangguk-angguk. "Baik. Semoga besok nggak ada korban, ya."

• • •

A.N

Nih, buat yang merasa digantungin sama gue. HAHAHA. Maaf agak sadis dikit. Tadinya mau gue lebih jabarin lagi, tapi takut, jadinya nggak jadi. Don't forget to tap the star⭐️and comment💬.

SPYWhere stories live. Discover now