Arshensa 1 - Ulah Arvin

235K 8.1K 356
                                    

Pagi ini, hari pertama aku memutuskan ingin kuliah di jurusan yang kupilih. Mungkin mengambil jurusan di akuntansi cukup bagus. Prospek ke depannya pun tidak diragukan lagi, tapi butuh ilmu hitung yang jago banget kalau mau masuk jurusan itu. Semoga aku bisa mengikuti tes itu.

Untung saja tadi aku bangun pagi, kalau tidak, mungkin aku bisa telat ikut tes.

"Sha, sarapan dulu," ucap bundaku yang hari ini penampilannya cetar menggelegar. Eh, gak ding, canda. Penampilan cetarnya bukan dengan aneka macam aksesoris yang menghiasi tubuhnya ataupun polesan bedak yang tebalnya bisa dibikin semen bangunan kali. Hahaha. Tapi cetarmya itu dengan penampilan bunda menggunakan daster ala emak-emak, dengan celemek bagian depannya. Biasalah, hobi bunda memang memasak.

"Nanti aja, Bun. Sensha udah mau terlambat, nih." Aku langsung berlari ke garasi motorku. Aku rindu menggunakan motor ini, sudah lama aku tidak mengendarainya. Ini semua karena Arvin.

Ah, iya. Aku lupa, Arvin adalah pacarku. Sejak menjadi pacarnya, ia melarangku untuk menggunakan motor lagi. Emang agak lebay banget deh si Arvin. Semoga dia gak dengan celotehanku ini.

Aku mengedarkan seluruh pandanganku, kuharap tidak ada Arvin. Biasanya dia udah nangkring tampan di pagar rumahku, mungkin mau ngelamar jadi satpam. Malah bukan ngelamar aku, malah ngelamar yang lain. Eh.

Sepertinya Arvin pagi ini gak datang buat jemput aku. Syukurlah, aku bisa jalan-jalan manja kalau gak ada dia. Uyey.

Aku mencoba menghidupkan motorku, tapi sepertinya ada yang aneh. Tapi apa ya? Kok perasaanku gak enak. Segera ku cek motornya, dan sialnya ban motorku kempes. Ulah siapa sih ini? Gak tau apa kalau aku mau telat. Ayah juga udah berangkat ke kantor, mau naik taksi juga percuma, jam segini mana ada taksi nangkring. Apa pakai abang-abang Go-Jek aja ya?

"Mau lari, eh?" Aku mendengar suara mistis di dekatku. Perasaanku gak enak, duh.

"Arvin!!! Ini ulah kamu, ya?" tebakku. Ah, sudah kubilang kan dia gak bakalan ngizinin aku buat naik motor, makanya dia ngempesin ban motor aku. Menyebalkan.

"Siapa lagi?" katanya. Enak banget sih jawab gitu. Kayaknya kalau mulutnya disumpel pake bon cabe level 15 bisa kali ya menutup mulutnya. Punya pacar kok kayak gini. Salah apa dulu waktu bunda dan ayah bikin aku?

Arvin tersenyum puas sambil memperlihatkan tumpukkan paku yang dipegangnya. "Kamu jadi asistennya kuntilanak, ya? Megang paku gitu," kataku spontan. Arvin langsung menjitak kepalaku. Sakit tahu, ini mah namanya penyiksaan dalam hubungan pacaran.

"Kalau kuntilanaknya kayak kamu sih gakpapa, Yang. Kamu aneh-aneh sih. Paku ini yang bikin ban motor kamu kempes," katanya santai.

"Gampang banget sih kamu giniin aku, Arv. Aku kan mau tes, kalau gini aku bisa makin telat."

Etdah, ngomong sama dia nggak bakalan bisa selesai. Aku langsung pergi, tapi ya gitu. Dia malah narik tanganku dan memasukkan tubuhku ke mobilnya. Lalu dia menguncinya dan segera masuk ke kursi pengemudi.

Nah, kan. Sudah kuduga, hmm.

"Aku yang antar kamu, nagapain sih naik motor, kenapa juga kamu nggak bilang sama aku kalau minggu ini tes," katanya.

"Kamu nggak nanyain aku tuh."

"Kamu nggak cerita sama aku."

"Aku nggak cerita aja kamu udah tahu, apalagi kalau cerita."

Aku malas kalau udah bahas ini. Mending aku baca-baca soal buat tes nanti. Daripada bersebat sama dia nggak ada hasilnya, lagian di tes nanti nggak bakalan ditanyain 'topik apa yang kamu tengkarkan dengan Arvin tadi pagi?'. Benar, kan?

🍋 ARSENSHA (END) 🍋 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang