Little Happiness

Mulai dari awal
                                    

Prelude from Bach's Cello Suite No. 1 - Tina Guo

Suara lantunan dawai yang digesek dari alat musik serupa biola berbadan besar itu membuat Yuki merasa tenang. Hari Ini dia merasa satu bebannya terangkat, hidupnya terasa lebih memiliki warna sekarang. Warna gelap yang semula menggelayut di benaknya berlahan memudar, seperti kain hitam yang direndam dalam pemutih. Meski tak sepenuhnya bersih paling tidak hitamnya sudah tak sepekat lalu.

Saat fikirannya tertuju pada Prilly, warna pudar itu memunculkan bercak jingga yang menawan, seakan menutupi sebagian kain pudar itu. Persahabatan rasanya memang seperti senja, udaranya yang sepoi-sepoi seakan membuatnya merasa lebih hangat dari sebelumnya.

Ketika fikirannya tertarik pada seorang pemuda yang berhasil menarik perhatiannya, warna putih pudar bercampur jingga itu bertabrakan dengan warna pelangi. Membuat warna itu nampak indah dan menimbulkan gambar abstrak yang bernilai fantastis, mengalahkan harga lukisan abstrak lainnya.

Tangan Yuki masih memainkan alat musik itu penuh penghayatan. Bahkan sesekali matanya tertutup, merasakan sentuhan di tangan kirinya yang terasa begitu kentara, senar Cello yang keras seakan menambah sesansi tersendiri di jari-jarinya. Gerakan Bow di tangan kanannya menimbulkan suara mendayu yang memanjakan telinga.

Dia merasa hidupnya terasa lebih menyenangkan dari sebelumnya. Karena menghadapi masa lalu ternyata membuatnya merasa lebih baik dan lebih bisa menghargai hidup.

Disini lain, Ali menatap Prilly dengan tatapan memuja, gadis itu selalu membuatnya merasa bahagia, sepertinya Prilly itu terbuat dari Campuran zat phenethylamine yang membuat hormon endorfin dalam tubuh Ali membuncah.

Prilly mendengarkan lantunan suara dari Cello Yuki dengan mata terpejam, sesekali kepalanya mengangguk menikmati irama syahdu itu. Bahkan jari-jari mungilnya mengetuk dagu dengan irama yang sama.

"Gitu banget liatin Prillynya." Al menyenggol bahu adiknya itu, sedang Ali menanggapinua hanya tersenyum tanpa bersuara.

"Elo sadar gak Li, Yuki... Prilly... mereka seperti sebuah oase di padang gurun. Semenjak mereka ada di tengah kita gue ngerasa kita jadi makin dekat." Ucap Al dengan mata yang masih memandang ke arah Yuki.

"Mereka itu kayak bidadari, Prilly bidadari yang selalu ceria dengan sayap yang selalu terkepak. Yuki bidadari dengan sayap patah yang sekarang menemukan sayap baru dan lebih kuat dari sebelumnya." Ali berganti menyenggol bahu kakaknya, kemudian kembali menatap Prilly, gadis itu kini menggerakan tangan kirinya, seperti seorang penari profesional yang terlihat anggun.

"Kita harus menjaga mereka. Selalu ada di sisi mereka, dan menjadi orang yang selalu membuat mereka bahagia." Ali kembali tersenyum.

"Pasti..." Ali berdiri, melangkah perlahan menuju Prilly yang tengah terpejam, gadis itu sama sekali tak menyadari keberadaan Ali yang kini berada di depan wajahnya.

Pyuhhh...

Ali meniup wajah Prilly, gadis yang semula menikmati alunan musik itu membuka matanya, betapa terkejutnya Ia saat wajah Ali berada dekat di depan wajahnya.

"Ali ih... bikin kaget aja akh..." Prilly menepuk pundak Ali, wajahnya bersemu pink, membuat Ali gemas. Tangan Ali terangkat, tanpa babibu pemuda itu mencubit kedua pipi Prilly yang terasa lembut.

HARMONIZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang