Empty

5.2K 477 20
                                    

Gemuruh murka langit bersautan di atas sana, membuat Prilly harus berkali-kali menutup telinga. Dia tidak suka hujan apalagi petir, gadis itu hanya menyukai gerimis, meski terkadang membuat kepalanya terasa pusing.

Sebenarnya dia sudah ingin ke rumah Yuki, untuk melihat bagaimana keadaan teman seperjuangannya itu. Tapi, hujan deras menahannya, membuat Prilly hanya bisa menatap sayu ke arah parkiran yang sudah mulai sepi.

Sekolah sudah berakhir 30 menit yang lalu, dan menyisakan tiga mobil saja di sana yang salah satunya adalah milik Prilly. Motor pun hanya tinggal lima buah, mungkin, milik mereka yang lupa membawa mantel pelindung, sehingga memilih untuk menunggu hujan reda yang tak tahu kapan.

Mata Prilly menyipit, kala pandangan matanya tertuju pada seseorang di luar sana, dia seperti melawan hujan.

"ALII !" Prilly berteriak nyaring dengan kedua tangan yang membentuk corong di samping mulutnya, kala melihat bahwa orang itu adalah orang yang selalu bisa membuat hatinya bergelombang.

Tak ada sautan dari laki-laki itu, dia malah seperti sedang menikmati, bahkan kilat yang sempat membuat Prilly menunduk pun Ali tak bergerak.

Duaaarrr!

"ALI..!" Suara Prilly dikalahkan oleh suara petir.

Ali masih setia dengan apa yang dilakukannya. Prilly heran apa yang sedang dilakukan laki-laki itu, padahal pagi tadi jelas dia membawa payung, tapi, kenapa? Sekarang dia memilih untuk menerjang hujan, akh bukan menerjang, karena faktanya Ali tidak bergerak.

Prilly cemas bukan main saat dilihatnya Ali sama sekali tak perduli dengan hujan yang membawa iringan suara petir itu, ia takut jika Ali tersambar petir di atas sana.

Dalam hatinya, gadis itu gamang, memilih untuk hanya diam disana san melihat apa yang terjadi selanjutnya, atau, mendekati Ali yang artinya dia harus kehujanan dan berujung demam.

"Haishh" Ia sudah memutuskan akan melawan hujan, biarkanlah dia sakit yang penting dia bisa tahu apa yang sedang dilakukan Ali disana.

Prilly melangkahkan kakinya dengan hati-hati, hujan deras menghujam tangannya yang menutup kepala, basah sudah semuanya. Sedikit berlari dia menuju ke tempat dimana Ali berada.

Namun, langkahnya terhenti, saat matanya menangkap sosok perempuan cantik yang menemuinya kemarin. Prilly mematung di tempatnya saat tanpa diduga, Ali memeluk tubuh Niki.

Prilly tak mendengar kalimat apa yang diucapkan Ali, tapi yang pasti, membuat Niki tak menolak pelukan itu. Tangan Prilly melemas, membuat hujan sukses menyentuh kepalanya.

Prilly semakin membenci hujan, gemuruh didadanya seakan mengalahkan kemurkaan di atas sana. Tanpa disadarinya, gadis itu menitikan air mata yang luruh bersamaan dengan air hujan. Dadanya begitu sakit, tapi ia masih mematung disana.

"PRILLY!" Boy yang sedari tadi hanya bisa melihat akhirnya mendekat, sebagai laki-laki, ia memiliki jiwa pelindung yang memang ditujukan untuk kaum perempuan.

Prilly merasakan hujan tak lagi mengguyur tubuhnya, dilihatnya Boy berdiri sambil memegang payung yang lebih banyak diberikan untuknya. Laki-laki itu tersenyum, seakan memberikan kekuatan yang disalurkan melalui gerak bibirnya yang melengkus ke atas.

Tanpa menunggu, Prilly menghambur kepelukan Boy, menyusupkan wajahnya di dada bidang laki-laki itu, dan menangis sesunggukan di sana. Boy tak bisa melakukan apa-apa selain membiarkannya, dia tahu bahwa gadis ini sedang dalam kondisi yang tidak menyenangkan.

Saat Boy mendongakkan wajahnya, saat itulah ia menangkap titik hitam yang memandangnya sayu.

Di tengah hujan, empat orang manusia sama-sama sedang melawan sesuatu yang membuat mereka merasakan nyeri teramat sangat di bagian terdalam di hatinya.

HARMONIZEWhere stories live. Discover now