Usaha yang (tidak) Sia-sia

4.8K 408 46
                                    

Mungkin... kalian akan sangat bosan dengan part ini, but, I always hope all of you never leave this story till the end.

Thanks for your vomment guys, I appreciate that.
Karena kalianlah, cerita ini bisa tertahan sampai saat ini.
Thank you... :D

****

Setiap udara yang masuk dan keluar dari mulut Yuki membuat gadis itu merasa sesak. Rasa yang entah bernama apa, seakan menguasai rongga dadanya. Mungkin, itulah yang dinamakan getir. Rasa getir yang seakan menyayat tanpa ampun setiap katup di jantungnya.

Dengan telaten, tangan Yuki menyibak setiap anak rambut yang menutupi wajah Keyla. Bahkan, tangannya tak merasa risih saat mengusap kening bocah itu yang berkeringat. Sejak keberangkatan mereka pagi tadi, bocah itu baru berhenti menangis lima menit yang lalu karena lelah, dan... sekarang dia sedang asyik meringkuk dalam pelukan Yuki.

Sepasang bola mata Yuki menatap nanar pada jendela Kereta Api. Pikirannya melayang jauh pada lembaran demi lembaran kisah hidupnya. Sepertinya, dia akan kembali menyusun ulang setiap rencana untuk kedepannya, dan semoga saja ini adalah pelarian terakhirnya.

Seseorang melihat ke arah Yuki dengan pandangan terkejut, tak menyangka, tapi hatinya terasa ciut untuk mendekati gadis itu, dia memilih untuk menurunkan topi yang ia kenakan, dan menaikan kerah jaketnya yang cukup tinggi, menyebabkan wajahnya tertutup sempurna, apalagi kacamata hitam yang ia kenakan, tak om akanbisa membuat Yuki mengenalinya.

~~~♥♡♡♡♥~~~

Al sudah bersiap, siang ini ia dan Bram akan menuju ke sebuah alamat yang diberikan orang suruhannya kemarin. Al menyodorkan kertas bertuliskan alamat itu ke arah Bram yang tengah mengemudi.

"Owh daerah ini ya, aku pernah beberapa kali nongkrong di daerah sana."

"Jadi kita gak mungkin nyasar kan pasti?" Al tersenyum, menunjukan deretan giginya yang tersusun rapi.

"Mas Al bercanda, ya gak mungkin lah mas. Aku ini hafal semua daerah di Jogja, jadi gak usah takut."

Mereka berdua memecah jalanan Jogja bersama dengan penuh harap, semalam Al sudah menceritakan semuanya pada Bram, kejadian tiga tahun silam yang ternyata bisa menghantarkannya ke, bali ketempat Ini, dan seperti yang Al duga pemuda itu pun merasa kaget dengan apa yang diceritakan Al mengenai foto Yuki yang tetiba berada di file folder foto di laptopnya. Tak menyangka, karena takdir itu sesederhana itu.

Bram menghentikan sedan hitamnya di depan sebuah rumah yang terlihat asri, tumbuh-tumbuhan hijau menyambut pandangan mata mereka, rumah joglo khas Jogja yang terkesan begitu menentramkan hati dan mata mereka.

Al terkagum sejenak menikmati pemandangan di depan matanya, tak bisa dipungkiri jika dia merasakan degup jantungnya berpacu, dalam bayangannya dia bisa melihat wajah Yuki menyambut kedatangannya dengan senyuman.

"Ayoo mas." Bram menepuk pundak Al sekali, membuatnya langsung tersadar dari lamunannya dan segera berjalan menuju pintu rumah yang tertutup itu.

Tok... tok... tok...

Bram mengetuk pintu kayu itu sebanyak tiga kali menggunakan jari-jarinya, setelahnya tangannya tertumpu di depan tubuhnya menyentuh kedua pahanya. Jari-jari kakinya terangkat beberapa kali, saat pintu belum terbuka, Bram memandang sejenak kepada Al, kemudian mengerucutkan bibirnya sejenak, sambil memajukan dagu lancipnya.

"Ketok lagi, agak keras, mungkin mereka gak denger," Bram mengangguk sekali kemudian kembali mengetuk dengan punggung ruas jarinya.

Tok... tok... tok...

HARMONIZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang