Part 34 - Irreplaceable

24.2K 1K 10
                                    

Suara derap langkah kaki membuat Devanya pura-pura menutup matanya kembali. Ia sedang tidak ingin bertemu siapa-siapa baik itu Kakak-kakaknya ataupun Erhan. Biarlah semua orang mengira dia masih tertidur. Detik berikutnya yang terdengar adalah suara ketukan dipintu

Alih-alih membuat orang yang mengetuk itu berhenti dan meninggalkannya karena ia tak menyahuti malah pintu kamarnya dibuka

Merasa ketukannya diabaikan, Erhan membukanya perlahan-perlahan. Dia menarik bangku untuk didekatkan pada sisi kepala Devanya yang sedang terbaring telentang dengan selimut hingga menutupi dadanya

"Devanya" panggil Erhan. Tidak ada pergerakan sama sekali, yang ada hanya suara dengkur halus dari Devanya

Dia meletakannya tangan Devanya ke genggamannya lalu diciumnya berkali-kali. Tiba-tiba Devanya bergerak memutar membelakangi Erhan lalu tangan Devanya yang berada digenggaman Erhan terlepas

Sadar dengan apa yang terjadi, Erhan terkekeh. Istrinya itu ternyata tidak tidur. Gerakannya terlalu lugas untuk orang yang sudah tertidur. Mungkin Devanya masih marah padanya

Erhan menyusupkan badannya masuk kedalam selimut disebelah Devanya, lalu memeluknya dari belakang sambil mengusap lembut perut rata Devanya

"Sehat-sehat ya, Sayang" ada perasaan senang yang membuncah rasanya saat mengucapkan itu didalam hati Erhan. Dia gak pernah merasakan ini sebelumnya, perasaan baru yang menurutnya sangat menenangkannya.

Brug!!

Nyaris saja kepala Erhan ikut menyentuh lantai kalau kedua tangannya tidak segera menopangnya, "AW!"

Sambil mengusap-usap bokongnya yang tepat mencium lantai, Erhan mendongkakkan kepalanya melihat si tersangka utama yang menendangnya hingga jatuh

"Apa?" Devanya berkata datar

"Sakit!"

"Pergi sana"

Dengan satu gerakan, Erhan memposisikan kembali dirinya disebelah Devanya tidak tiduran seperti tadi tapi dia duduk disebelahnya

"Kamu masih marah?"

"Kamu pikir?"

"Hmm.. ya"

Hening, tidak ada suara tanggapan lagi dari Devanya. Membuat Erhan mendesah kesal, lebih baik jika ia dia di maki dari pada didiami seperti ini

"Devanya, aku berani sumpah itu bukan anakku"

"Bagaimana aku bisa percaya?"

"Aku memang pernah melakukannya. Sekali. Memakai pengaman. Lagian sehari setelah itu dia memutuskanku mangkanya aku yakin Sam bukan anakku"

"TMI"

"TMI?" Erhan mengulangi

"Too Much Information. Udah sana deh"

Erhan mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Gondok setengah mati. Tadi Devanya yang tanya sendiri bagaimana dia bisa percaya tapi ketika Erhan memberitahunya dia malah dikatai. Dan parahnya diusir juga.

Mencoba bersabar, Erhan tersenyum kecil. Emosi Devanya sedang tidak stabil, emosinya sedang sangat sensitif. Salah-salah kata dikit bisa-bisa dia ditendang.

Erhan mengulurkan tangannya membelai rambut Devanya mencoba untuk menenangkannya, dia tahu Devanya sangat suka kepalanya diusap. "Maafin aku ya?"

"Hm"

"Hm apa? Hm ya atau hm enggak?"

"Hm ya hm. Pikir aja sendiri"

Lagi, Erhan menghembuskan nafasnya. Dia tersenyum muram. Devanya mungkin masih marah dan dia pasti masih butuh waktu sendiri, "ehem, mungkin kamu butuh waktu. Kalau gitu sebaiknya aku keluar dulu"

TRUSTWhere stories live. Discover now