Part 9 - The Wedding

28.8K 1.1K 3
                                    

Yatuhan!
Aku sudah menikah. Really?
Aku mengingat kembali kejadian sakral tadi pagi, ketika aku dan Erhan mengucapkan janji sehidup semati.
Aku benar-benar tidak menyangka ahkirnya aku menikah sama seseorang yang aku tidak cintai, atau mungkin belum. Yang pasti cinta atau tidak, aku akan sungguh-sungguh pada pernikahan ini, Erhan pun juga. Kami berdua memang sudah sepakat kalau pernikahan itu bukan untuk main-main apalagi kontrak. Walaupun kami tidak saling mencintai, tetapi kami akan menjalankan pernikahan ini.

Dekorasi yang berwarna putih dan biru soft, bunga mawar merah dan bunga daisy bertebaran dimana-mana terlihat sangat indah dan mewah. Well, pernikahanku memang diadakan di kebun didaerah Lembang. Sebenarnya ini bukan kemauan aku dan Erhan, pernikahan ini terlalu berlebihan untuk kami berdua yang menikah karena kebodohanku. Ini semua kemauan Kakak-kakakku katanya mereka karena aku ini adik perempuan satu-satunya mereka ingin pernikahanku dilakukan dengan meriah yang tentu saja langsung di-iyakan oleh keluarga Erhan juga.

Aku jadi teringat kejadian semalam, saat aku menemukan Kak Dave sedang terisak. Kupikir itu karena dia sedang melakukan kesalahan pada Mbak Sonya karena Kak Dave sedang berada dipelukan Mbak Sonya. Tapi ternyata aku salah, Kak Dave menangisiku. Dia mengatakan bahagia sekaligus sedih melepasku, baginya aku tetap little girl-nya. Uhh, sungguh manis Kakakku satu itu walaupun aku merasa bersalah padanya.

Hahh sudahlah, penyesalan memang selalu datang terlambat. Aku hanya bersyukur toh pernikahan ini ada baiknya. Buktinya aku bisa bertemu dengan Mamih Papih (mereka memintaku memanggilnya seperti itu) dan Kak Ceren. Pada awalnya kukira mereka akan menganggap aku perempuan murahan, tapi nyatanya tidak, mereka menerimaku dengan baik sekali, buktinya Mamih dan Papih memperlakukanku seperti anaknya sendiri. Mamih memintaku untuk menganggapnya sebagai Ibu kandungku setelah aku bercerita kalau aku tidak pernah merasakan punya Ibu karena Mom meninggal ketika melahirkanku. Kak Ceren pun sama, dia baik sekali padaku, kalau Erhan sedang mengejekku atau mengacuhkanku dia pasti akan membelaku.

Mamih dan Kak Ceren jugalah yang mempersiapkan acara penikahan, dibantu Mbak Sonya juga. Erhan? Jangan ditanya. Dia tidak terlibat sama sekali. Dia hanya datang ketika waktu fitting baju dan juga ketika memilih cincin, bahkan dia masih sempat bekerja. Sedangkan pekerjaanku? Terbengkalai, untung ada Gladys yang membantuku untuk meng-handle. Sebenarnya siapasih yang ingin menikah aku atau Erhan?

Aku menatap cincin ditanganku, hanya cincin yang sederhana dengan ukuran nama kami berdua didalamnya. Mataku lalu beralih menatap beberapa keluarga dihadapanku yang sedang duduk, mereka masih tetap berada disini padahal acara sudah selesai, aku saja capeknya minta ampun menyalami semua tamu yang entah ada berapa ratus orang itu, ditambah tadi kami membuka sesi wawancara juga pada beberapa wartawan tentu saja karena Erhan seorang model, bukan karena aku.

"Vanya lo cantik banget! Dari tadi pengen bilang tapi gak sempet, sibuk sih huuh" Gladys memelukku, dia juga sangat cantik dengan gaun bewarna pink nya. Dan hey tentu saja aku cantik, bahkan aku mengakui itu, bukannya sombong tapi bagaimana tidak wedding dress yang kupakai ini dipilihkan oleh Mamih, Kak Ceren, dan Mbak Sonya, sangat cantik walaupun tidak terlalu glamour dengan potongan yang sangat pas dibadanku, bermodel backless lalu ditambah hiasan pita dibawah punggung dan tentu saja, harganya mahal. Padahal aku sudah menolaknya, tetapi tetap aku kalah sama mereka semua.

"Haha thanks Dys" aku membalas pelukkannya

"Selamat Van. Gue tau ini juga kesalahan gue, tapi gue gakbisa berbuat apa-apa selain berdoa semoga lo bahagia" Gladys tersenyum sendu

TRUSTOnde histórias criam vida. Descubra agora