Part 4 - Time to read the next chapter

25.2K 1K 5
                                    

Sekarang hari sabtu, berati ini sudah hampir seminggu sejak kejadian dirumah Biyan itu.  Dan sejak hari itu pun, aku dirumah saja tidak kemana-kemana hanya tidur, makan, bahkan  aku sudah tidak mandi sejak kemarin, biarlah mood-ku sedang hancur. Ditambah, Biyan yang terus menghubungiku meminta maaf dan dia dengan beraninya datang kerumah. Untung saat itu Kakak-kakakku sedang tidak dirumah, kalau ada mereka habislah Biyan bisa kupastikan.

Omong-omong soal Kakak-kakakku, kalau ditanya mereka sudah tahu apa belum tentang kejadian itu jawabannya adalah ya, mereka sudah tahu. Percuma aku menyuruh Gladys tutup mulut dari mereka karena ujung-ujungnya aku yang membuka sendiri.. Waktu itu aku sedang membakar semua barang-barang pemberian Biyan tas, boneka, baju, apapun semua dari dia aku bakar dihalaman belakang, lalu Kak Divo yang melihatku lansung kaget lalu bertanya ada apa bahkan ketika aku menolak cerita mentah-mentah dan sengaja melarikan diri kekamar, Kak Divo malah menelfon Kak Dave dan Kak Devo jadi beberapa jam kemudian mereka datang kerumah dan disidanglah aku oleh mereka bertiga. Dan jangan ditanya bagaimana mereka marahnya sama Biyan, ketika mereka bertiga akan berangkat kerumah Biyan, aku langsung mengeluarkan jurusku yaitu menangis tersedu-tersedu, dengan terpaksa tentu saja dan sampai harus membela Biyan dengan mengatakan Biyan begitu karena tak ingin menodaiku karena kalau sampai mereka pergi menemui Biyan aku yang takut mereka bertiga terkena masalah. Dan aku pun tidak mau dianggap sebagai perempuan tukang mengadu sama Kakak-kakaknya. Well yeah, aku mengerti mereka bertiga begitu karena mereka sayang padaku terlebih sekarang mereka adalah pengganti orang tua bagiku.

Sh*t! Ingat itu mengingatku kembali pada kejadian itu, brengsek.
Aku tidak habis fikir bagaimana dia bisa bermain dibelakangku hanya karena kebutuhannya tidak terpenuhi. Aku ini pacarnya demi Tuhan! Bukan istrinya.

Aku memang mencitainya, sangat. Tapi itu dulu. Tapi ketika tau dia hanya memikirkan sex, itu membuat rasa cintaku padanya menurun drastis.

Tak terasa air mataku menetes lagi.
Ya, tak apa air mataku keluar sekarang karena aku tidak sedang bersama seseorang. Kebiasaanku, menangis ketika sedang sendirian. Aku merasa kesal, muak, kecewa, menyesal, sedih semua bercampur jadi satu.

Yatuhan..
Aku mungkin bisa tidak mencitainya lagi, tapi aku merindukan kenangan kami. Apa dia fikir kenangan kita yang sudah 1 tahun ini akan dengan gampangnya menghilang dari otakku? Bagaimana bisa dia mengahancurkan cerita kami dengan sekejap?
Am i not good enough for you, Bi?

"Hahhhhh" Aku menggulingkan tubuhku kasar di tempat tidur, menghapus air mataku. Jujur, aku capek harus memikirkan ini setiap hari dan kejadian itu terus berulang-ulang kali terputar diotakku seperti kaset rusak.

"Vanya, kamu mau sampai kayak gini? Ayuk bangun!" Aku memutar kepalaku ke arah pintu ternyata ada Kak Devo, untung saja aku sudah membersihkan air mataku.

"Hm" aku memeluk gulingku

"Bangun Devanya cepat! Dibawah ada Gladys dia mau ngajak kamu pergi katanya"

Gladys? Ngapain sih tuh orang kesini, bukannya ke Cafe aja. Oh ya sekarang hari sabtu ya. Ah tau lah aku tetap tidak akan mau kemana-mana "No, i dont wanna go"

"You must. Get up!"

Sepertinya Kak Devo kesal, karena dia langsung menarik guling yang kupeluk "kamu harus pergi Van, kamu gak bisa gini terus, lagian hari ini kamu pasti bakal sendirian dirumah, Kakak ada seminar diluar kota dan pulang besok siang, dan Divo juga ada pemotretan pulangnya besok juga, Bi Sari juga masih pulang kampung kan. Kamu emang mau sendirian?"

TRUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang