Part 13 - Regret

24K 1.1K 0
                                    

*ERHAN POV

Ini sudah menunjukan pukul 7 malam ketika aku sampai hotel. Sebenarnya ada perasaan menganjal dihatiku dari tadi, tapi aku tak tahu apa itu.

Oh ya, mungkin karena aku telah mengacuhkan Devanya. Aku tahu dia menelfonku semalam, entah buat apa, mungkin ingin memarahiku karena aku tidak mengabarkannya selama 3 hari ini. Jadi ketika dia berhenti menghubungiku aku mematikan HPku bahkan sampai sekarang.

Kalau boleh jujur aku bukannya tidak menganggapnya sebagai istri, aku juga tau tingkahku padanya sangat menjengkelkan.

Well, terlepas dari wajah dan tubuhnya yang cantik itu, Devanya adalah perempuan yang bisa membuat orang jatuh cinta jika telah mengenalnya. Dia dari luar memang terlihat jutek dan sifatnya sangat keras kepala, tapi aku tahu dia sangat baik.

Sebenarnya, aku hanya takut.
Aku takut mencintainya. Karena rambut dan kulitnya sangat mirip pada dia. Aku takut, ketika aku mencintainya dia malah meninggalkanku. Mangkanya ketika aku menciumnya pada hari pernikahan kami, bisa dibilang itu kesalahanku karena membiarkan diriku jatuh pada pesonanya, hari itu dia memang sangat cantik, kalau boleh lebay, seperti bidadari. Lalu ketika kami tidur pun aku selalu memunggunginya, yeah, tentu saja aku lelaki normal. Aku tau, pasti ketika aku melihatnya ego laki-lakiku akan mengambil alih tubuhku. Dan aku tak mau itu terjadi.

Aku tau aku salah karena membandingkannya, padahal mereka adalah dua orang yang benar-benar berbeda.
Tapi, aku hanya tidak mau jatuh lagi.
Ya, katakanlah aku Erhan si pecundang.

Aku mengaktifkan HPku kembali. Perasaanku langsung was-was melihat ada 65 pesan, 12 voicemail. Tumben-tumbenan aku mendapat pesan sebanyak ini, aku membuka pesan-pesan yang isinya kebanyakan dari Devanya, ada juga dari Mamih, Kak Ceren, Kakak-kakak Devanya, Gladys dan Mba Sonya. Ada apa ini? Aku mengechek voicemail, yang kebanyakan dari Kak Ceren dan Divo. Tanpa perlu membukanya dan membuka pesan aku langsung menelfon Kak Ceren

"Halo? Is that you Er?!" Aku mendengar seruan nafas lega dari ujung sana. Ada apa ini? Dan kenapa jantungku jadi berdetak dengan kencang?

"Ya Kak, ada apa?"

"Devanya masuk rumah sakit! Kamu kemana aja seharian ini sih?!"

"Seriously?!" Kalau dikomik-komik mungkin sekarang bola mataku sudah jatuh bergelinding kali dan aku merasa jantungku berhenti berdetak sesaat.

"Iya, dia ditusuk pisau tadi pagi. Sekarang dia bahkan belum sadar" APA?

"Di Rumah Sakit mana Kak?" Kataku tak sabar. Setelah Kak Ceren memberiku alamatnya aku langsung menghubungi asistenku, Denu, untuk mencarikan penerbangan ke Jakarta malam ini juga, dan juga meminta Denu untuk memberitahu pada management bahwa aku harus kembali ke Jakarta sekarang.

______________

Aku berlari di lorong Rumah Sakit tempat Devanya dirawat. Aku tidak perduli melihat para perawat yang mencoba menghentikanku yang kuperdulikan hanyalah Devanya.

Aku tau, aku sangat bodoh.
Aku benar-benar menyesal tidak memperdulikan omongannya ketika dia bilang padaku ada yang menghubunginya. Aku kira itu hanyalah orang iseng tapi aku salah dia sedang diteror lalu dengan bodohnya aku bilang itu orang iseng. Tolol sekali aku. Aku juga tidak menjawab telfonnya dari kemarin, dan mematikan HPku. Dan aku bahkan baru tau malam ini padahal tadi pagi dia kecelakaannya.

Sumpah, aku ini laki-laki berumur berapa tahun sih? Demi tuhan aku ini sudah 26 tahun tapi bisa-bisanya sikapku seperti remaja labil. Double tolol buatku.

Aku tidak bisa berhenti menyalahkan diriku sendiri pada Devanya. Bagaimana bisa aku lebih mementingkan egoku dan bersikap dingin dan acuh padanya? Brengsek sekali aku.

TRUSTOnde as histórias ganham vida. Descobre agora